Perumusan Masalah Kerugian Ekonomi akibat Konversi Lahan Perkebunan Kelapa Sawit menjadi Pertambangan Emas (Studi Kasus: Desa Daya Murni, Kecamatan Pelepat Ilir, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi)
7 Berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 27 tahun 1980
tentang penggolongan bahan-bahan galian terbagi atas tiga golongan yaitu: a. Golongan bahan galian strategis adalah: minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi,
gas alam, bitumen padat, aspal, antrasit, batu bara, bahan-bahan galian radioaktip, nikel, dan timah.
b. Golongan bahan galian vital adalah: bauksit, tembaga, seng, emas, platina, perak, air raksa, intan, kristal kwarsa, dan belerang.
c. Golongan bahan galian yang tidak termasuk dalam golongan a atau b adalah: nitrat, pospat, garam batu, asbes, talk, mika, grafit, magnesit, batu permata,
pasir kwarsa, gips, bentonit, batu apung, tras, marmer, batu tulis, batu kapur, granit, andesit, basal, trakhit, tanah liat, dan pasir sepanjang tidak mengandung
unsur-unsur mineral golongan a maupun golongan b dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan.
Berdasarkan undang-undang nomor 11 tahun 1967 tentang ketentuan- ketentuan pokok pertambangan, pelaksanaan penguasaan negara dan pengaturan
usaha pertambangan golongan bahan galian strategis dan golongan bahan galian vital dilakukan oleh menteri. Pelaksanaan Penguasaan Negara dan pengaturan
usaha pertambangan golongan bahan galian c tidak termasuk golongan bahan galian strategis dan vital dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat yang
terdapat bahan galian tersebut. Usaha pertambangan golongan bahan galian strategis dilakukan oleh instansi pemerintah yang ditunjuk oleh menteri dan
dilakukan oleh perusahaan negara. Industri pertambangan merupakan salah satu industri yang diandalkan
pemerintah Indonesia untuk mendatangkan devisa. Selain mendatangkan devisa industri pertambangan juga menyedot lapangan kerja serta bagi kabupaten dan
kota merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah PAD. Industri pertambangan selain mendatangkan devisa dan menyedot lapangan kerja juga rawan terhadap
pengrusakan lingkungan. Banyak kegiatan penambangan yang mengundang sorotan masyarakat sekitarnya karena pengrusakan lingkungan, apalagi
penambangan tanpa izin selain merusak lingkungan juga membahayakan jiwa penambang karena keterbatasan pengetahuan si penambang dan juga karena tidak
adanya pengawasan dari dinas instansi terkait Yudhistira et al. 2011.
8 Pertambangan tanpa izin PETI adalah usaha pertambangan yang dilakukan
oleh perseorangan, sekelompok orang, atau perusahaan yayasan berbadan hukum yang dalam operasinya tidak memiliki izin dari instansi pemerintah sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku. PETI diawali oleh keberadaan para penambang tradisional, yang kemudian berkembang karena adanya faktor
kemiskinan, keterbatasan lapangan kerja dan kesempatan usaha, keterlibatan pihak lain yang bertindak sebagai cukong dan backing, ketidakharmonisan
hubungan antara perusahaan dengan masyarakat setempat, serta krisis ekonomi berkepanjangan yang diikuti oleh penafsiran keliru tentang reformasi. Di sisi lain,
kelemahan dalam penegakan hukum dan peraturan perundang-undangan yang menganaktirikan pertambangan oleh rakyat, juga ikut mendorong maraknya PETI
Sumantri 2007.