42 -
Truk-truk pengangkut pasir yang melewati jalanan desa, mengakibatkan jalan menjadi rusak. Hal ini ditandai dengan amblasnya jalanan, sehingga untuk
menimbun jalanan yang amblas dilakukan penimbunan dengan kerikilbatu- batuan.
- Selain itu, untuk mengambil pasir truk pengangkut pasir masuk ke lahan
perkebunan kelapa sawit. Hal ini juga dapat merusak jalanan perkebunan yang merupakan fasilitas para petani.
6.2 Kerugian Ekonomi akibat Konversi Lahan
Seiring dengan adanya kegiatan pertambangan yang mengkonversi lahan perkebunan kelapa sawit menyebabkan terjadinya penyempitam lahan perkebunan
kelapa sawit. Hal ini yang menyebabkan terjadinya kehilangan pendapatan petani dari produksi kelapa sawit dari luas lahan yang ditambang. Sedangkan lahan
perkebunan kelapa sawit yang tidak ditambang juga menerima dampak akibat adanya perubahan kondisi kesuburan tanah. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
peningkatan jumlah pupuk yang digunakan untuk perawatan kelapa sawit. Peningkatan jumlah pupuk mengindikasikan peningkatan biaya operasional.
Kondisi-kondisi tersebut merupakan kondisi kerugian yang diakibatkan karena adanya perubahan lingkungan setelah adanya kegiatan pertambangan.
a. Peningkatan Jumlah Pupuk
Peningkatan jumlah pupuk yang dibutuhkan untuk memupuk kelapa sawit merupakan salah satu dampak yang ditimbulkan dari adanya kegiatan
pertambangan. Awal mula terjadinya perubahan kondisi lingkungan dikarenakan adanya kegiatan pertambangan emas yang mengkonversi lahan perkebunan kelapa
sawit, selanjutnya pada lahan pasca tambang emas terkonversi lagi menjadi pertambangan pasir. Terjadinya perubahan penggunaan jumlah pupuk sebelum
dan setelah terjadi konversi lahan menjadi pertambangan dapat dilihat pada Tabel 5.
Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa jumlah pupuk yang digunakan sebelum terjadi konversi lahan perkebunan kelapa sawit menjadi pertambangan yaitu 84
karung pupuk dengan rata-rata 16.8 karung pupukorang2 hektarpemupukan.
43 Pada kondisi ini rata-rata total biaya sebesar Rp 6 470 000orang. Adapun jumlah
pupuk yang digunakan setelah terjadi konversi lahan perkebunan terjadi peningkatan sebanyak 26 karung pupuk yang menjadi 110 karung pupuk atau rata-
rata 22 karung pupukorang2 hektarpemupukan. Peningkatan biaya operasional pupuk ini rata-rata menjadi Rp 8 44 800orangpemupukan.
Tabel 5 Jumlah penggunaan pupuk sebelum dan setelah ada penambangan
Jumlah pupuk sebelum ada penambangan Luas lahan Ha
Pupuk karung Jumlah biaya Rp
Total 10
84 32350000
Rata-rata 2
16.8 6470000
Jumlah pupuk sebelum ada penambangan Total
7 110
42240000 Rata-rata
1.4 22
8448000 Sumber : Data primer diolah 2013
Penambahan jumlah pupuk yang digunakan dalam perawatan perkebunan dimaksudkan untuk memperbaiki kondisi kesuburan tanah agar kelapa sawit tetap
dapat berproduksi. Penambahan jumlah pupuk ternyata cukup baik untuk menjaga produksi kelapa sawit. Hal ini ditunjukkan bahwa produksi kelapa sawit setelah
terjadi penambangan tetap seperti sediakala sesuai dengan persentase luasan lahan yang masih terdapat kelapa sawit.
b. Kehilangan Pendapatan
Terjadinya konversi lahan perkebunan kelapa sawit menyebabkan terjadinya penyempitan lahan perkebunan tersebut. Terjadinya penyempitan lahan
perkebunan kelapa sawit mengindikasikan berkurangnya jumlah pohon kelapa sawit yang seharusnya dapat berproduksi. Hal ini yang menyebabkan terjadinya
penurunanhilangnya produksi kelapa sawit, sehingga pendapatan dari produksi kelapa sawit hilang.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap pemilik perkebunan kelapa sawit yang terkonversi didapatkan hasil pendapatan dari produksi kelapa sawit dari
sebelum dan setelah terjadi kegiatan pertambangan. Selain itu jumlah biaya operasional yang dikeluarkan dari sebelum dan setelah adanya kegiatan
pertambangan. Data perubahan pendapatan dapat dilihat pada tabel berikut:
44 Tabel 6 Rata-rata pendapatan produksi kelapa sawit
Kondisi Luas lahan
Ha Produksi6
bulan kg Hargakg
Rp Biaya operasional 6
bulan Rp Pendapatan6
bulan Rp Sebelum
2 27840
1100 10729000
19895000 Setelah
1.4 17520
1100 11775000
7497000 Sumber : Data primer diolah 2013
Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa luas lahan sebelum terjadi kegiatan penambangan masih utuh yaitu 2 Hektar, dan setelah ada penambangan
mengalami perubahan menjadi 1.4 Hektar. Harga kelapa sawit yang digunakan pada perhitungan adalah harag jual sawit per kg pada saat penelitian berlangsung
yaitu sebesar Rp 1 100kg. Biaya operasional dihitung per 6 bulan karena perawatan perkebunan kelapa sawit khususnya pemupukan biasanya dilakukan
per enam bulan sekali. Produksi kelapa sawit per 6 bulan sebelum ada penambangan sebanyak 27
840 kg atau 27.84 ton. Biaya operasional sebelum ada kegiatan pertambangan sebesar Rp 10 729 000. Pendapatan atau keuntungan dari produksi kelapa sawit
dihitung dengan mengalikan antara jumlah produksi kelapa sawit dengan harga kelapa sawitkg, setelah itu baru dikurangi dengan biaya operasional sehingga
diperoleh pendapatan bersih sebesar Rp 19 895 000. Sedangkan produksi setelah penambangan terjadi penurunan karena terjadi
penyempitan lahan perkebunan yang disebabkan konversi lahan. Produksi kelapa sawit per 6 bulan setelah ada kegiatan pertambangan yaitu 17 520 kg atau 17.52
ton. Biaya operasional yang dikeluarkan setelah terjadi penambangan meningkat menjadi Rp 11 775 000. Dari perhitungan diperoleh pendapatan atau keuntungan
sebesar Rp 7 497 000. Jadi, dari perhitungan pendapatan sebelum terjadi kegiatan pertambangan
dan setelah ada kegiatan pertambangan didapatkan pendapatan yang hilang dari produksi lahan perkebunan kelapa sawit yang terkonversi. Perhitungan dilakukan
dengan melakukan pengurangan jumlah pendapatan sebelum ada pertambangan dengan pendapatan setelah ada pertambangan yaitu Rp 19 895 000 - Rp 7 497 000
= Rp 12 398 000. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata pendapatan petani yang hilang dari produksi perkebunan kelapa sawit yang terkonversi adalah
sebesar Rp 12 398 000orang6 bulan. Sedangkan rata-rata pendapatan yang