27
V GAMBARAN UMUM
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik BPS Kabupaten Bungo tahun 2009, Desa Daya Murni terletak ± 16 km dari Kecamatan dan terletak ± 46 km
dari Kabupaten Bungo. Wilayah ini terletak pada ketinggian dari permukaan laut ± 71 mdpl. Menurut wawancara terhadap Kepala Desa Daya Murni 2013, secara
adminstratif batas-batas Desa Daya murni adalah: Sebelah timur
: Desa Maju Jaya Sebelah selatan
: Desa Sumber Mulya Sebelah barat
: Desa Lembah Kuamang Sebelah utar
: Desa Lingga Kuamang. Desa Daya Murni memiliki luas lahan pemukiman ± 189 hektar, luas
perkebunan kelapa sawit ± 1 502 hektar. Desa Daya Murni terdiri dari 4 kampung, 16 rukun tetangga RT, dengan jumlah penduduknya adalah 2 684 jiwa yang
terdiri dari 671 kepala keluarga KK. Fasilitas sosial dan umum yang terdapat di Desa Daya Murni terdiri dari
masjid sebanyak 2 buah, mushola sebanyak 13 buah. Sarana pendidikan taman kanak-kanak 1 buah, sarana pendidikan SD 1 buah, MI 1 buah, sarana pendidikan
MTS 1 buah, MA 1 buah, dan sarana kesehatan berupa puskesmas pembantu.
5.2 Kondisi Sosial Ekonomi
Masyarakat Desa Daya Murni sebagian besar bekerja sebagai petani dengan mayoritas berkebun kelapa sawit, hal ini ditandai dengan terdapatnya perkebunan
kelapa sawit yang ada dengan luas ± 1 502 hektar BPS, 2009. Perkebunan kelapa sawit sangat menopang perekonomian penduduknya, karena sejak adanya
perkebunan kegiatan perekonomian semakin maju. Masyarakat yang tidak memiliki perkebunan kelapa sawit umumnya
bermata pencaharian lain seperti menjadi buruh pemanen sawit, yang memiliki lahan lain mereka bercocok tanam, dan ada juga yang menambang. Berdasarkan
wawancara terhadap Kepala Desa dan ketua RT 2013 masyarakat yang bekerja
28 menambang khususnya penambang pasir, mereka termasuk orang-orang yang
rendah ekonominya dan tidak memiliki lahan untuk bekerja. Mereka hanya mengandalkan pekerjaan menambang pasir sebagai pekerjaan utamanya. Berbeda
dengan para penambang emas, sebagian mereka adalah orang-orang yang ekonominya cukup atau lebih. Hal ini dapat dilihat bahwa penambang emas
biasanya membutuhkan modal yang cukup besar, sedangkan penambang pasir modalnya tidak terlalu besar dan biasanya menggunakan ala-alat tradisional
seperti cangkul, meskipun ada juga yang telah menggunakan mesin.
5.3 Kondisi Lingkungan
Menurut hasil wawancara terhadap pihak keamanan dan tata tertib Kasi Tentatib yang menangani masalah pertambangan 2013, kegiatan pertambangan
yang terjadi di Kecamatan Pelepat Ilir dimulai sejak tahun 1997-an. Kegiatan tersebut dilakukan oleh orang perantau yang dalam operasinya menggunakan
mesin dompeng. Kegiatan tersebutpun diikuti oleh masyarakat lokal dan sampai saat ini masih berlanjut.
Adanya kegiatan pertambangan sebenarnya cukup menopang kebutuhan ekonomi bagi penambangnya, akan tetapi karena kegiatan tersebut tidak sesuai
dengan peraturan pertambangan maka hal itu menimbulkan masalah baru yang tidak baik bagi lingkungannya. Kegiatan pertambangan yang terjadi di Desa Daya
Murni dilakukan dengan mengkonversi lahan perkebunan kelapa sawit. Awal mula kegiatan pertambangan yang dilakukan dengan mengkonversi
lahan perkebunan kelapa sawit yaitu dilakukan di sungai kecil yang mengalir di perkebunan. Ketika penambang mengetahui bahwa dilokasi tersebut ternyata
sangat berpotensi mengandung bahan galian emas, maka mereka mencoba untuk melakukan pertambangan di lahan perkebunan kelapa sawit milik petani. Kegiatan
tersebut dilakukan penambang dengan mengontrak lahan perkebunan kelapa sawit dengan lama mengontrak sesuai kesepakatan. Biasanya kontrak lahan perkebunan
kelapa sawit dilakukan dengan pembayaran kontrak pertahun. Harga kontrak yang dibayar oleh penambang terhadap pemilik perkebunan kelapa sawit sesuai
kesepakatan kedua belah pihak. Harga kontrak menggambarkan nilai ekonomi
29 dari lahan perkebunan kelapa sawit yang ditambang dan produksi kelapa sawit
dari perkebunan kelapa sawit itu sendiri. Berdasarkan informasi yang didapat dari pemilik perkebunan kelapa sawit
yang ditambang di Desa Daya Murni harga kontrak lahan ditentukan sesuai dengan luas lahan yang dijadikan lokasi pertambangan. Lahan perkebunan kelapa
sawit yang dijadikan lokasi pertambangan seluas 3 hektar dari 10 hektar dengan jumlah pemilik 5 orang, sedangkan sisa lahan perkebunan kelapa sawit yang
masih utuh adalah 7 hektar. Informasi luas lahan perkebunan kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Luas lahan perkebunan kelapa sawit yang terkonversi
No. Luas lahan Ha
Sebelum Setelah
Terkonversi ditambang 1
2 1.5
0.5 2
2 1
1 3
2 1.5
0.5 4
2 1.5
0.5 5
2 1.5
0.5 Total
10 7
3 Sumber: Data primer diolah 2013
Pada Tabel 4 diketahui bahwa luas lahan perkebunan kelapa sawit milik petani masing-masing sebelum ada kegiatan pertambangan adalah 2 hektar.
Pemilikan luas lahan perkebunan tersebut didapatkan dari pemerintah sebagai penduduk transmigran, yang dalam kurun waktu tertentu pemilikan lahan
perkebunan kelap sawit tersebut menjadi milik pribadi. Diketahui seluruh luas lahan yang terkonversi atau lahan perkebunan yang
dijadikan sebagai lokasi pertambangan adalah 3 hektar, dengan rincian perkebunan yang terkonversi milik setiap petani antara 0.5 hektar dan 1 hektar.
Harga kontrak lahan antar petani berbeda-beda sesuai dengan kesepakatan antara penambang dengan pemilik perkebunan kelapa sawit.
Kegiatan pertambangan emas tersebut meninggalkan lahan-lahan bekas tambang yang sudah menjadi padang pasir. Adanya tumpukan pasir yang sangat
banyak, dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat Desa Daya Murni untuk kegiatan usaha pertambangan pasir. Kegiatan pertambangan pasir ini ada yang dijadikan
sebagai lapangan pekerjaan utama maupun pekerjaan sampingan.