90 belakang forward and backward linkage yang tinggi, sehingga pengembangan
sektor ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi pembangunan aspek sosial- ekonomi wilayah. Disamping itu, sifat dari produksi pertanian yang berkelanjutan
sustainable juga perlu dipertimbangkan dengan serius, karena motor penggerak perekonomian Provinsi Riau yang ada pada saat ini berasal dari eksploitasi minyak
dan gas bumi yang bersifat non-renewable tidak pulih, sehingga manfaat ekonomi yang dihasilkannya berakhir ketika potensi sumberdaya minyak dan gas bumi
tersebut habis.
5.3 Penentuan Komoditas Unggulan
Perkebunan merupakan sub-sektor terpenting dari sektor pertanian, sebagaimana disajikan pada Tabel 22. Analisis lebih spesifik terhadap sub-sektor ini
menunjukkan bahwa Provinsi Riau memiliki beberapa komoditas perkebunan penting, yakni kelapa sawit, kelapa, karet, dan sagu Tabel 23. Komoditas-
komoditas tersebut sebagian besar diusahakan oleh masyarakat dalam bentuk perkebunan rakyat, disamping diusahakan oleh perusahaan besar swasta maupun
perusahaan negara. Kelapa sawit merupakan komoditas yang paling luas diusahakan
dibandingkan dengan komoditas-komoditas lainnya. Pada tahun 2005, telah diusahakan seluas 1,39 juta hektar tanaman kelapa sawit di seluruh Provinsi Riau.
Data BPS Riau 2006 menunjukkan bahwa perimbangan antara luas areal perkebunan kelapa sawit yang diusahakan sebagai perkebunan rakyat, perkebunan
besar negara PBN, dan perkebunan besar swasta PBS adalah 48,7 : 5,5 : 45,8. Dengan demikian, perkebunan rakyat masih tetap dominan dibandingkan
90 dengan kedua jenis pemilikanpengusahaan lainnya. Luas kebun kelapa sawit rakyat
mencapai sekitar 693.728 hektar dan diusahakan oleh 269.316 keluarga pekebun, sehingga rata-rata pemilikan kebun kelapa sawit adalah seluas 2,57 hektar per
keluarga.
Tabel 23. Luas Areal Perkebunan menurut Jenis Tanaman di Provinsi Riau, Tahun 2004 dan 2005
Luas Areal Ha Produksi Ton
No Jenis Tanaman
2004 2005 2004 2005
1 Karet 543.783
528.697 305.644 463.053
2 Kelapa 550.052 546.927 572.624
629.926 3 Kelapa Sawit
1.340.036 1.392.232 3.386.801 3.931.619 4 Kopi
10.849 10.040 5.425
3.545 6 Pinang
8.039 9.249 6.126
6.960 7 Sagu
66.555 70.035 133.110 140.070
8 Gambir 6.157
6.157 1.903 1.903 9 Kakao
4.868 4.885 4.062
6.110 10 Enau
167 128 91
123 11 Lada
73 92 49
50 12 Kemiri
105 116 6 6
13 Cassiavera 223
136 122 113
Sumber: Bappeda dan BPS Provinsi Riau 2006
Total produksi kelapa sawit Provinsi Riau pada tahun 2005 mencapai 3,93 juta ton. Produk utama kelapa sawit adalah berupa crude palm oil CPO dan
beberapa produk turunan lainnya. CPO digunakan baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun untuk tujuan ekspor. Pada tahun 2005, nilai ekspor CPO dan
produk turunan lainnya mencapai US2,08 milyar BPS, 2005. Nilai tersebut merupakan nilai terbesar dari kategori ekspor produk non-migas Provinsi Riau.
Kelapa sawit diusahakan di seluruh kabupatenkota di Provinsi Riau, kecuali Kota Pekanbaru. Namun, total luas areal tanam dan total produksi kelapa sawit yang
90 dihasilkan berbeda antara satu daerah dengan lainnya. Berdasarkan data luas areal
tanam kelapa sawit di masing-masing kabupaten dan kota tahun 2005, dapat disimpulkan bahwa kelapa sawit merupakan komoditas basis di delapan dari sebelas
kabupatenkota di Provinsi Riau, yakni Kuantan Singingi, Indragiri Hulu, Pelalawan, Siak, Kampar, Rokan Hulu, Rokan Hilir, dan Dumai Tabel 24 – yang ditunjukkan
dengan nilai koefisien Location Quotient LQ lebih besar dari 1.00. Kondisi ini menggambarkan bahwa sebagian besar daerah di Provinsi Riau merupakan produsen
kelapa sawit yang produk-produknya telah mampu ”diekspor” ke luar daerah, baik domestik maupun mancanegara kegiatan produksi diarahkan untuk ke luar
lingkungan wilayah tersebut. Dari 3,93 juta ton produksi kelapa sawit di seluruh Provinsi Riau pada tahun
2005, Kabupaten Kuantan Singingi merupakan produsen utama kelapa sawit dengan total produksi mencapai 979 ribu ton, diikuti oleh Kabupaten Siak 776 ribu ton,
Kabupaten Kampar 776 ribu ton; sementara produsen terkecil adalah Kota Dumai 31 ribu ton. Tingkat produksi ini diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring
dengan semakin tuanya tanaman-tanaman kelapa sawit yang belum menghasilkan, dan semakin luasnya areal penanaman kelapa sawit di Provinsi Riau.
Dengan melihat luasnya total areal tanam dan tingginya total produksi kelapa sawit yang tersebar di berbagai daerah di Provinsi Riau, pengembangan klaster
industri kelapa sawit oil plam industry cluster, atau industri kelapa sawit terintegrasi, yang dikaitkan dengan pembangunan Kawasan Strategis Nasional di
Provinsi Riau menjadi sangat penting. Dengan dikembangkannya klaster industri kelapa sawit ini, dari hulu hingga hilir, diharapkan dapat meningkatkan penyerapan
90 tenaga kerja dan menghasilkan nilai tambah yang lebih besar; sehingga disparitas
sosial-ekonomi yang ada saat ini bisa dikurangi.
Tabel 24. Nilai Location Quotient Komoditas Kelapa Sawit Berdasarkan Luas Panen menurut KabupatenKota di Provinsi Riau, 2005
No. KabupatenKota Luas
Panen 1 Kuantan
Singingi 1,72
2 Indragiri Hulu
1,03
3 Indragiri Hilir
0,26 4 Pelalawan
1,37
5 Siak 1,59
6 Kampar 1,27
7 Rokan Hulu
1,38
8 Bengkalis 0,94
9 Rokan Hilir
1,36
10 Pekanbaru 0,00
11 Dumai 1,50
Sumber: BPS 2006 diolah.
Terpilihnya komoditas
kelapa sawit sebagai komoditas unggulan
berdayasaing ini tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi sumberdaya semata, bahwa ia telah diusahakan secara luas dan menghasilkan produksi tinggi, tetapi juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya. Berdasarkan teori Competitive Advantage dari Michael Porter 1990, dayasaing suatu produk juga dipengaruhi oleh kondisi
permintaan, kondisi persaingan usaha, serta industri terkait dan pendukungnya. Secara kualitatif, ketiga kondisi faktor tersebut juga sudah berkembang dengan baik
di Provinsi Riau. Industri pengolah buah kelapa sawit tandan buah segar telah dikembangkan di seluruh area produksi, karena buah kelapa sawit harus segera
diproses setelah dipanen agar tidak terjadi penurunan rendemen. Permintaan produk kelapa sawit nasional maupun internasional juga terus mengalami peningkatan,
90 sehingga potensi pengembangan kelapa sawit dimasa datang masih tetap terbuka.
Apalagi dengan adanya kebijakan pemerintah dalam pengembangan enerji alternatif masa depan yang berbasiskan bio-enerji, maka potensi permintaan kelapa sawit juga
akan terus meningkat. Kemampuan bersaing industri kelapa sawit di Provinsi Riau juga sudah cukup baik, sehingga mampu menciptakan dan mempertahankan
keunggulan kompetitif komoditas ini.
5.4 Keterkaitan Antar-Wilayah dalam KSN