34 meningkatkan efisiensi dan efektivitas melalui penyelenggaraan layanan yang
ditujukan kepada perusahaan-perusahaan dalam jumlah besar di dalam kawasan. Organisasi kemasyarakatan juga dapat bekerja sama dengan industri dan lembaga-
lembaga publik dalam mengarahkan masyarakat menuju dunia kerja yang menjanjikan masa depan yang lebih baik. Dengan memperhatikan kebutuhan
klaster industri, organisasi kemasyarakatan dapat mengembangkan program yang lebih luas yang melengkapi industri yang ada di kawasan tersebut.
Komunitas perdesaan akan memperoleh manfaat dari strategi klaster industri dengan membangun dan memperkuat industri kunci mereka sendiri.
Industri-industri ekspor dapat menggerakkan vitalitas kawasan tersebut dan memungkinkan berkembangnya berbagai industri pendukung lainnya. Industri
pendukung tersebut -restoran, toko, rumah sakit, dan tempat-tempat rekreasi – memberi kontribusi bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Klaster industri juga merupakan pilihan yang baik dalam membangun modal sosial hubungan sosial yang dapat meningkatkan produktivitas di suatu daerah.
Klaster yang diwakili oleh industri, pemerintah, lembaga pendidikan, dan organisasi lainnya akan bekerja bersama dalam meningkatkan ekonomi.
Hubungan sosial yang dibangun ini merupakan sesuatu yang sangat penting bagi kesuksesan ekonomi suatu daerah.
2.7 Strategi Pengembangan Prasarana Wilayah
Strategi pengembangan prasarana dalam mendukung pengembangan wilayah pada umumnya diturunkan dari visi dan misinya. Visi untuk setiap jenis
prasarana berbeda-beda, tetapi ada kesamaannya, yaitu pelayanan publik. Visi
35 pengembangan prasarana wilayah adalah tersedianya prasarana wilayah yang
andal, efisien, adaptif dan antisipatif dalam mendukung perekonomian wilayah. Sedangkan misinya secara umum adalah mempromosikan, mendukung dan
membuka akses ke wilayah yang lebih luas. Dalam hal ini, untuk wilayah yang terbelakang, misinya lebih menonjol untuk membuka akses, untuk wilayah yang
mulai berkembang misi yang lebih dominan adalah sebagai pendorong dan untuk daerah yang sudah berkembang, misi yang dominan adalah sebagai pendukung
pengembangan wilayah Mukti, 2002. Dalam rantai nilai produk unggulan suatu wilayah, peta posisi prasarana wilayah dapat dilihat pada Gambar 5.
prasarana wilayah manajemen
perdagangan input proses
output distribusi jasa
pasar
Sumber: Mukti 2002
Gambar 5. Posisi Prasarana Wilayah dalam Sistem Rantai Nilai Produk Unggulan
Bila melihat misinya, maka pilihan strategi umumnya yang diambil adalah:
1. membangun prasarana baru 2. perbaikan dan peningkatan prasarana yang ada
3. penataan kewenangan dan kelembagaan 4. optimalisasi pemanfaatan prasarana yang ada
5. efisiensi dalam operasional pemanfaatannya
36
2.8 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai Kawasan Pengembangan Strategis yang dilaksanakan oleh Tim P4W, IPB 2003 mengenai Penyusunan Strategic Development Region.
Pada penelitian ini dilakukan pemetaan Kawasan Pengembangan Strategis. Hasil analisis SDR pada studi ini dibagi dalam dua bagian besar, yaitu analisis SDR
Sumatera dan analisis SDR Luar Sumatera. Perbedaan yang mendasar pada ke dua bagian analisis adalah pada analisis input-output. Analisis Sumatera
menitikberatkan analisis pada individual input-output daerah dan hubungan antar daerah dilakukan dengan analisis gravitasi dengan metoda ekonometrik. Analisis
Luar Sumatera menggunakan input-output antar propinsi yang tidak memerlukan analisis gravitasi.
Sementara itu untuk kajian daya saing, Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal, Bappenas pada tahun 2004 melakukan kajian mengenai
Kajian Strategi Pengembangan Kawasan dalam Rangka Mendukung Akselerasi Peningkatan Daya Saing Daerah, dengan studi kasus di Kelompok Industri Rotan
Cirebon, Industri Logam Tegal dan Industri Batik Pekalongan yang ditinjau dari perspektif klaster. Kajian ini mencoba menyusun strategi untuk mengembangkan
kawasan dalam rangka mendukung akselerasi peningkatan daya saing daerah. Adapun strategi klaster digunakan sebagai pendekatan karena dinilai mampu
untuk meningkatkan kemampuan ekonomi daerah; klaster bersifat lokalitas, mampu mendorong penciptaan inovasi, serta mampu menciptakan sinergitas antar
pelaku-pelaku yang terkait. Siregar 2006 melakukan studi tentang model pengembangan agro-based
cluster bagi peningkatan dayasaing industri kelapa sawit Indonesia. Dayasaing
37 dalam hal ini diartikan sebagai tingkat kemampuan suatu negara dalam
menghasilkan suatu barang dan jasa yang sesuai dengan tuntutan pasar internasional dan bersamaan dengan itu kemampuan menciptakan suatu
kesejahteraan berkelanjutan bagi warganya. Dalam penelitin ini kinerja industri kelapa sawit Indonesia dibandingkan dengan kinerja industri kelapa sawit
Malaysia dalam memenuhi permintaan China. Hasil penelitian Siregar 2006 ini menunjukkan bahwa kinerja ekspor
minyak sawit Malaysia memiliki keunggulan dayasaing relative lebih baik dari Indonesia. Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja dayasaing industri kelapa
sawit Indonesia di China adalah: peningkatan produksi dan produktivitas, kecenderungan permintaan internasional, kemampuan menggunakan teknologi
baru dalam perbenihan, kemampuan bersaing terhadap produsen utama lainnya, pengembangan pasar luar negeri, dan kebijakan pemerintah di sektor
pajakretrebusi. Penelitian ini menyarankan agar: 1 pengembangan kawasan kelapa sawit diintegrasikan dengan industrinya cluster; 2 peranan pemerintah
sebagai fasilitator, dinamisator, regulator harus mampu mendorong pengembangan industri kelapa sawit secara lebih efisien; dan 3 peningkatan
peranan lembaga penelitian dan perguruan tinggi sebagai sumber teknologi dan dukungan bagi petani pekebun dan pelaku usaha lainnya.
Tambunan 2006 melakukan kajian terhadap faktor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pasca krisis ekonomi 1998, Indonesia telah
menunjukkan kembali pertumbuhan ekonominya. Namun, pertumbuhan ekonomi tersebut relatif masih lebih lambat dibandingkan dengan negara-negara lain yang
terkena krisis, seperti Korea Selatan dan Thailand; serta masih tingginya
38 pengangguran. Paradoks pertumbuhan-pengangguran tersebut terjadi karena
pertumbuhan ekonomi yang dialami Indonesia bukan bersumber dari sektor-sektor utama, yakni sektor industri pengolahan; sektor perdagangan, hotel, dan restoran;
serta sektor pertanian. Tambunan mengemukakan bahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi
merupakan syarat keharusan bagi pengurangan pengangguran dan kemiskinan. Tetapi, ia harus diikuti dengan syarat kecukupannya, yakni peningkatan kualitas
pertumbuhan ekonomi tersebut, sehingga memiliki daya serap yang lebih tinggi terhadap angkatan kerja, mendorong pemberdayaan kelompok-kelompok miskin,
dan memiliki sifat yang berkelanjutan. Kondisi ini dapat direalisasikan hanya jika investasi sektor swasta dan publik dapat ditingkatkan guna membangun sektor-
sektor padat karya. Disamping itu, prioritas investasi hendaknya untuk pengembangan infrastruktur perekonomian, kualitas sumberdaya manusia, dan
kualitas pelayanan publik. Investasi perlu diarahkan kepada pengembangan pertanian dalam arti luas dan industri hasil pertanian yang mendukung
perkembangan peranan usaha kecil dan menengah dalam perekonomian.
2.9 Kerangka Pemikiran