54 Berdasarkan sistem kepemilikannya, perkebunan kelapa sawit dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yakni: perkebunan rakyat, perkebunan besar negara PBN, dan perkebunan besar swasta PBS. Perimbangan luas areal
perkebunan diantara ketiga jenis kepemilikan ini adalah 48,7 : 5,5 : 45,8 Dinas Perkebunan Provinsi Riau, 2006. Dari data tersebut tampak bahwa
pengembangan komoditas kelapasawit menjadi semakin strategis karena sebagian besar dikuasai oleh rakyat. Akan tetapi, produktivitas kebun rakyat relatif rendah
yaitu 2,44 tonha dibandingkan dengan PBN 3,71 tonha dan PBS 3,08 tonha.
Dilihat dari umurnya, tanaman kelapa sawit di Riau sebagian besar telah menghasilkan, yakni 1,10 juta hektar 77,4, sementara tanaman belum
menghasilkan seluas 320 ribu hektar 22,4, sedangkan tanaman yang rusak jumlahnya sangat kecil 0,2 saja. Kondisi ini menggambarkan bahwa pada
tahun-tahun mendatang produksi kelapa sawit akan terus meningkat, akibat masih luasnya areal kebun yang belum menghasilkan dan semakin luasnya areal bukaan
baru.
4.5 Kehutanan
Provinsi Riau memiliki areal hutan seluas 8,60 juta hektar Bappeda dan BPS Provinsi Riau, 2006. Dari luas area hutan tersebut, 3,4 juta hektar 39,8
diantaranya adalah berupa hutan produksi tetap dan terbatas, 532 ribu hektar 6,19 berupa hutan suaka alam, 229 ribu hektar 2,7 berupa hutan lindung,
dan 138 ribu hektar 1,6 berupa hutan mangrove. Sisanya, seluas 4,28 juta hektar 49,7 berupa kawasan non-hutan. Kondisi ini menunjukkan bahwa luas
55 areal hutan sudah kurang dari separuh luas areal Provinsi Riau; sementara luas
hutan produksi tetap dan terbatas semakin mengalami peningkatan. Provinsi Riau merupakan daerah yang kaya akan hasil sumberdaya alam
yang dapat dijadikan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Kayu olahan merupakan komoditas penghasil devisa dari sektor kehutanan. Bentuk kayu
olahan yang diproduksi adalah kayu gergajian, kayu lapis, veneer, chips, pulp, block-board, dowels
dan fancy-wood. Untuk kayu gergajian dan kayu lapis, nilai produksinya dari tahun ke tahun semakin menurun. Sedangkan untuk komoditas
lainnya yang memerlukan pengolahan yang lebih intensif seperti veneer dan pulp memiliki nilai yang semakin meningkat. Produksi kayu olahan Provinsi Riau
menurut jenisnya secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 8.
Sumber: Riau dalam Angka Tahun 2006
Tabel 8. Produksi Kayu Olahan Menurut Jenis di Provinsi Riau, 2001 – 2005 No.
Jenis Kayu
Sat 2001 2002 2003 2004 2005
1 Kayu
Gergajian m3 538.222
319.,469 405.431
284.657 188.282
2 Kayu Lapis
m3 738.861
452.587 404.466
339.878 260.709
3 Veneer m3
23.165 95.700
64.204 154.713
86.851 4 Chips
Ton 95.994
129.918 14.803
129.918 -
5 Pulp Ton
82.338 1.741.514
2.167.272 2.940.765
4.138.993 6 Blockboard
m3 50.045
10.440 28.177
36.671 24.212
7 Dowels m3
159.450 -
97 17
- 8 Fancywood
m3 3.020
68 1.922
1.826 309
56
4.6 Dampak Eksploitasi Hutan
Efek dari eksploitasi sumberdaya hutan yang semakin meningkat akan menimbulkan masalah lingkungan. Masalah lingkungan ini sangat beragam,
namun salah satunya aspek yang timbul dari adanya eksploitasi hutan tersebut adalah masalah lahan kritis. Berdasarkan Tabel 9, total lahan kritis yang ada di
Provinsi Riau adalah 1.873.666 hektar 21,8 dari luas areal Provinsi Riau. Luas areal lahan kritis terbesar berasal dari hutan produksi terbatas, yaitu seluas
1.105.992 hektar 59,0 dan hutan produksi tetap, yakni 598.332 hektar 31,9. Dengan demikian, luas areal lahan kritis tersebut sebagian besar berada
di wilayah hutan produksi terbatas dan hutan produksi tetap total mencapai 90,9 dari total luas areal hutan Wilayah yang memiliki lahan kritis paling luas
adalah Kabupaten Bengkalis, sebesar 345.060 hektar dengan eksploitasi terbesar di hutan produksi terbatas, seluas 192.883 hektar; sementara wilayah kabupaten
dengan luas wilayah lahan kritis terendah berada di Kabupaten Indragiri Hulu, yakni 77.043 hektar. Kota Dumai juga memiliki luas areal lahan kritis yang
cukup luas, yakni 62.543 hektar.
57 Sumber: Riau dalam Angka Tahun 2006
4.7. Gambaran Perekonomian Provinsi Riau 4.7.1 Pertumbuhan Ekonomi Riau menurut Lapangan Usaha