Program Pengembangan Kawasan Strategis Nasional

86 tabel tersebut tampak bahwa secara umum terdapat delapan strategi utama pengembangan KSN Provinsi Riau. Tabel 27. Strategi Pengembangan Kawasan Stregis Nasional Provinsi Riau Strategi Strategi Pengembangan KSN Strength – Opportunity S-O 1. Optimalisasi pemanfaatan potensi sumberdaya alam di KSN dalam rangka pengembangan klaster industri kelapa sawit integrasi vertikal sistem agribisnis dengan tetap memperhatikan kondisi lingkungan sekitarnya 2. Pengembangan investasi di bidang bio-enerji berbasis kelapa sawit dengan Dumai sebagai pusat pengolahan, pendidikan dan pelatihan penguasaan teknologi, dan pemasarannya untuk domestik maupun internasional Strength – Threat S-T 3. Diversifikasi produk sawit dan pengembangan industri hilir kelapa sawit oleo-pangan, oleo-kimia Weakness – Opportunity W-O 4. Peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan dan latihan di balai latihan kerja 5. Pengembangan infrastruktur jalan dan pelabuhan, serta utilitas publik air bersih, listrik, telefon, fasilitas pengelolaan limbah dengan bekerjasama dengan swasta 6. Pengembangan kerjasama dengan berbagai pihak, baik dalam dan luar negeri, dalam pengembangan kebun kelapa sawit rakyat melalui program investasi yang dapat meningkatkan taraf kehidupan masyarakat setempat 7. Redistribusi aset lahan untuk pengembangan investasi perkebunan yang dapat mengentaskan kemiskinan Weakness – Threat W-T 8. Pengembangan payung hukum, penyederhannan birokrasi dan perizinan, dan penataan ruang kawasan daerah dan wilayah dalam pengembangan KSN di Provinsi Riau.

6.3 Program Pengembangan Kawasan Strategis Nasional

Berdasarkan hasil analisis SWOT di atas, ke-delapan strategi yang dihasilkan tersebut dapat diurutkan dan dikelompokkan ke dalam enam kategori, yaitu: 1 pembenahan aspek hukum – strategi 8; 87 2 pengembangan infrastruktur – strategi 5; 3 realokasi dan optimisasi pemanfaatan aset lahan untuk penanggulangan kemiskinan – strategi 1 dan 7; 4 pengembangan kerjasama multipihak – strategi 6; dan 5 Pengembangan investasi bagi biversifikasi produk sawit dan pengembangan industri hilir kelapa sawit – strategi 2 dan 3, 6 pengembangan sumberdaya manusia – strategi 4

6.3.1 Pembenahan aspek hukum

a Menciptakan iklim investasi yang kondusif di sektor perkebunan dan industri pengolahannya melalui jaminan keamanan, kemudahan perizinan, mengurangi ”high cost economy ”, dan memberikan insentif bagi pengusaha b Pengembangan sistem pelayanan terintegrasi one stop service untuk memudahkan proses investasi di Kota Dumai, sehingga prosedur dan proses investasi di Kota Dumai dan di KSN pada umumnya jelas, transparan, dan dapat diselesaikan tepat waktu. c Pengembangan sistem tata ruang Rencana Umum Tata Ruang yang baik, sehingga tidak ada tumpang tindih dalam peruntukan lahan di suatu kawasan tertentu, dan tetap menjaga ruang terbuka hijau, fasilitas umum, dan fasilitas sosial secara proporsional agar kondisi lingkungan tetap nyaman 88

6.3.2 Pengembangan infrastruktur

Jenis-jenis infrastruktur yang dibutuhkan meliputi sarana dan prasarana transportasi darat, laut, kereta api, serta pengembangan fasilitas umum air minum, listrik, telekomunikasi, penanganan limbah industri. Secara spesifik program pengembangan infrastruktur yang dibutuhkan adalah Rusli, 2006b: a Pengembangan Pelabuhan RORO dari Dumai ke Malaka b Pembangunan Jalan Toll dari Pekanbaru ke Dumai c Pembangunan Jalan Kereta Api dari Pekanbaru – Duri – Dumai – Rantau Prapat d Pembangunan prasarana komunikasi, listrik, dan air bersih, serta pengolahan limbah

6.3.3 Realokasi dan optimisasi pemanfaatan aset lahan menjadi kebun kelapa

sawit yang mampu menanggulani masalah kemiskinan a Realokasi lahan-lahan tidur untuk dikembangkan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. Masyarakat petani pekebun seringkali dihadapkan kepada masalah sempitnya luas penguasaan lahan atau tidak memiliki lahan sama sekali. Dilain pihak, di Provinsi Riau terdapat lahan-lahan marjinal dan lahan-lahan yang belum dimanfaatkan secara optimal. Realokasi lahan merupakan salah satu tawaran dalam mengatasi hal ini. Realokasi aset lahan untuk mendorong investasi yang mengentaskan masyarakat dari kemiskinan di Riau merupakan kebijakan mengenai penanggulangan kemiskinan yang pada hakekatnya berkaitan dengan kebijakan mengenai pengembangan keuangan dan investasi. Kebijakan tersebut mensyaratkan kepastian akses masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam 89 dan lingkungan yang ada di Provinsi Riau. Kebijakan ini perlu dipandang sebagai suatu usaha untuk mengajak berbagai pihak dalam melihat perkembangan upaya- upaya memajukan aspek ekonomi, sosial, maupun politik di Provinsi Riau. Hasil tersebut kemudian disikapi dalam kerangka pembangunan multi-dimensi Provinsi Riau yang mengutamakan keseimbangan antara perubahan-perubahan dalam struktur sosial dan akselerasi pertumbuhan ekonomi yang adaptif dengan keberlanjutan sumberdaya alam dan lingkungan. b Dukungan fasilitas pembiayaan dalam pengembangan kebun kelapa sawit rakyat. Sebagian besar petani dihadapkan kepada masalah permodalan dalam pengembangan kebun kelapa sawit. Untuk mengatasi masalah ini, maka pemerintah perlu menyediakan fasilitas pembiayaan dalam bentuk skim kredit khusus untuk pengembangan kelapa sawit, atau untuk peremajaan kebun kelapa sawit yang sudah tua. c Penataan dan pembanguan klaster industri kelapa sawit terintegrasi dan diikuti dengan pengembangan kelembagaan untuk mendukung pemanfaatan kebun kelapa sawit. Program ini diarahkan pada pengembangan jaringan dan memperlancar usaha distribusi pupuk, obat-obatan, disamping meningkatkan pemasaran. Program ini meliputi: 1 pengembangan jaringan distribusi pupuk dan obat-obatan, 2 pengembangan lembaga penghasil bibit unggul kelapa sawit, yang pelaksanaannya dapat dilakukan melalui kerjasama dengan lembaga penelitian dan perguruan tinggi, 3 peningkatan pemasaran regional, nasional, dan internasional, dan 4 bantuan usaha bagi kelompok usaha yang terlibat dalam jaringan distribusi pupuk dan obat-obatan. 90 d Pengembangan kebun bibit kelapa sawit berkualitas. Pembangunan kebun sawit membutuhkan adanya bibit kelapa sawit yang bermutu. Untuk mengatasi masalah bibit palsu dan berkualitas rendah, maka perlu dikembangkan kebun-kebun bibit yang berkualitas berpotensi produksi tinggi dan toleran terhadap hama dan penyakit

6.3.4 Pengembangan kerjasama multipihak

a Melakukan promosi, negosiasi, dan peningkatan hubungan bilateral dengan negara- negara tujuan ekspor produk-produk olahan kelapa sawit Indonesia, khususnya negara-negara importir produk-produk olahan kelapa sawit dari Riau b Melakukan kerjasama dengan Malaysia sebagai negara pesaing Indonesia dalam menghasilkan kelapa sawit dan produk-produk olahannya c Pembentukan Forum Pengembangan Kawasan Strategis Nasional KSN. Proses pelibatan berbagai pihak – pemerintah, swasta, dan masyarakat – dalam mendukung perencanaan dan pelaksanaan pembangunan KSN perlu dilakukan dengan membentuk Forum Pengembangan KSN. Keterkaitan antar berbagai pihak terkait pengembangan pengembangan KSN disajikan dalam Gambar . 91 Gambar . Forum Pengembangan KSN Dalam hal pengembangan kerjasama antar pihak di dalam dan di luar negeri, maka kegiatan yang dapat dikembangkan antara lain: „ Kerjasama antar-pihak di dalam negeri: • Sharing pembiayaan kegiatan antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupatenkota • Kemitraan pemerintah, swasta, dan masyarakat „ Kerjasama dengan pihak luar negeri: • Mengisi kesepakatan-kesepakatan IMT-GT, IMS-GT • Pembuatan MOU dengan negara-negara yang berminat untuk investasi pengembangan KSN Sektor Publik: • GubernurBupati Walikota • DPRD ProvDaerah • Bapeda ProvDaerah • BKPMD • Dinas Perindag • Dinas Koperasi UKM • Dinas Pendidikan • Dinas Pertanian • Dinas Pariwisata • Dinas Tenaga Kerja BLK • Perguruan Tinggi Sektor Swasta: • Pengusaha • KADIN KADINDA • Lembaga Keuangan • Jasa Pelatihan Sektor Komunitas: • LSM • Lembaga Adat • Kelompok Strategis Forum Pengem- bangan KSN 92 • Turut berperanserta mendorong perwakilan Indonesia menjadi duta ekonomi di luar negeri untuk terlibat dalam pengembangan KSN

6.3.5 Pengembangan investasi dan fasilitas pendukung untuk diversifikasi

produk sawit dan pengembangan industri hilir kelapa sawit a Peningkatan investasi untuk pengembangan kawasan perkebunan kelapa sawit terintegrasi klaster industrinya. Selama ini produk olahan kelapa sawit baru sampai crude palm oil CPO. CPO ini memiliki harga yang relatif murah. Untuk meningkatkan nilai tambah dari kelapa sawit, dapat dilakukan pengembangan lebih lanjut menjadi bahan setengah jadi yang dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yakni oleo-pangan minyak goreng dan lemak makan – margarine, vanaspati, dan shortening , dan oleo-kimia, yakni penggunaan minyak sawit untuk produk kimia non-pangan, seperti fatty acid, fatty alcohol, fatty amine, bio-diesel methyl ester, glycerol, ethoxylate dan epoxylate, serta garam metalik Pahan, 2006. Pengembangan-pengembangan produk ini dapat dikembangan di Kawasan Industri pengolahan produk kelapa sawit di Lubuk Gaung Pelintung di Kota Dumai b Penciptaan iklim yang kondusif dan rasa aman bagi investor melalui pembentukan tim pemantau kondisi iklim investasi dan pelayanan pengaduan investor di Provinsi Riau c Penyusunan mapping dan zoning antara luas areal kebun kelapa sawit dengan jumlah dan kapasitas oleh pabrik kelapa sawit dalam suatu kawasan tertentu, khususnya untuk Kawasan Strategis Nasional – sebagai kawasan pengembangan industri kelapa sawit yang baru 93 d Peningkatan peran lembaga penelitian dan perguruan tinggi sebagai sumber teknologi maupun dukungan petani pekebun dan pelaku usaha lainnya. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan produktivitas dan dayasaing minyak sawit dan produk olahan kelapa sawit Indonesia lainnya dibandingkan dengan negara pesaing khususnya Malaysia.

6.3.6 Pengembangan sumberdaya manusia

a Pemberdayaan petani dan organisasi petani, sehingga petani dapat meningkatkan produktivitas kebun sawit b Pengembangan program pendidikan, pelatihan, dan magang petani dan petugas. Dalam mempersiapkan tenaga yang siap pakai untuk industri kelapa sawit, maka perlu pendidikan dan latihan bagi calon para pekerja dan petugas yang terkait dengan produksi dan industri kelapa sawit. Untuk itu, maka perlu program- program pendidikan dan latihan yang dilakukan di Balai Latihan Kerja BLK berbasis penguasaan teknologi agroindustri bio-enerji berskala internasional di Kota Dumai. 94

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN