2 Masalah penyakit DBD di Kabupaten Indramayu perlu diselesaikan oleh
Pemerintah dan masyarakat dengan dukungan para pakar atau ilmuwan bidang kesehatan lingkungan dalam kerjasama secara terpadu. Mengingat masalah yang
dihadapi bersifat kompleks dan mencakup multi dimensional maka pendekatan yang perlu digunakan ialah pendekatan sistem sibernetika, holistik, dan efektif:
bukan dengan pendekatan yang bersifat parsial dan reduksionisme. Selaras dengan itu perlu dibangun model kebijakan pengendalian penyakit DBD di Kabupaten
Indramayu dengan pendekatan sistem berdasarkan pada datainformasi yang relevan dari hasil penelitian.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini ialah terbangunnya model kebijakan pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu. Kegiatan yang dilakukan untuk
mencapai tujuan itu ialah: 1 menganalisis peranan faktor lingkungan, kependudukan, layanan kesehatan, dan vektor penyakit DBD dalam pengendalian
penyakit DBD di Kabupaten Indramayu; 2 menganalisis kebutuhan stakeholder dalam pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu; dan 3 membangun
model dan merumuskan alternatif kebijakan dan strategi yang tepat untuk pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu.
1.3. Kerangka Pemikiran
Sejalan dengan kebijakan dan strategi desentralisasi bidang kesehatan Depkes. R.I. 2003, dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD
di Kabupaten Indramayu, Bupati Indramayu menetapkan Surat Keputusan Nomor 443.1.05KEO.184a-DINKES 2007 tentang Penetapan Status Kejadian Luar
Biasa KLB DBD disertai dengan Surat Keputusan Nomor: 443.1.05KEP.184A- DINKES2007 tentang Pembentukan Satuan Tugas SATGAS Penanggulangan
KLB DBD di Kabupaten Indramayu Tahun 2007. Menurut pejabat Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu, keputusan-keputusan tersebut pada umumnya
telah dan sedang diimplementasikan di seluruh kecamatan, namun demikian hasil yang diperoleh belum sepenuhnya sampai pada taraf yang diinginkan karena
masih banyak masalah yang dihadapi dan belum terselesaikan. Masalah-masalah itu diduga ada kaitannya dengan faktor-faktor penentu timbul dan berkembangnya
3 penyakit DBD yaitu: pertama, faktor lingkungan WHO 2003; Blum 1981;
Gordon dan Le Richt 1950, diacu dalam Azwar 1999; Gubler 1997; Bohra 2001; Mustafa 2003; Fikri 2005; Sintorini 2006; Sumantri 2008; kedua, faktor
kependudukan WHO 2003; Widyana 1997; Maha et al. 1998; Bohra 2001; Hidajat 2001; Fikri 2005; Fathi et al. 2005; Bhattacharya et al. 2008; ketiga,
faktor layanan kesehatan WHO 2003; keempat, faktor nyamuk penular vektor penyakit DBD WHO 2003; Soedarmo 1988; dan kelima, faktor mutu
implementasi kebijakan termasuk law enforcement bidang kesehatan dan lingkungan hidup Sumantri 2008.
Penyakit DBD adalah penyakit menular berbasis lingkungan; artinya timbul dan mewabahnya penyakit ini pada hakekatnya dapat dicegah dengan
metode perbaikan kesehatan lingkungan WHO 2003; Chakravarti et al. 2005;
Renganathan et al. 2003. Perwujudan keadaan lingkungan yang bersih dan sehat sangat tergantung pada tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku sehat masyarakat
serta ketersediaan fasilitas dan sarana pendukung yang dibutuhkan. Untuk mencapai tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku sehat masyarakat seperti yang
diharapkan diperlukan peningkatan frekuensi dan mutu layanan penyuluhan serta bimbingan teknis kepada masyarakat. penyuluhan yang memadai diperlukan
untuk memelihara sistem nilai dan norma sesuai dengan kaidah-kaidah kesehatan dan untuk mengubah sistem nilai dan norma yang tidak sesuai melalui perubahan
perilaku individu-individu anggota masyarakat, termasuk upaya pengembangan sarana dan potensi di daerah. Hasil penelitian Kyu et al. 2005 dan Tram et al.
2003 menunjukkan bahwa dampak positif pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD
adalah besar. Dalam rangkaian pendidikan kesehatan, sejak beberapa tahun yang lalu di beberapa negara dikembangkan program Communications for behavioral
impact COMBI yaitu rangkaian kegiatan untuk mengatasi penyakit, termasuk DBD, dengan prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat Rozhan et al. 2006.
Mengingat kompleksnya keadaan dan masalah serta tantangan yang dihadapi maka untuk penyelesaiannya diperlukan analisis kebijakan dengan
pendekatan sistem atau metode sistem dinamis, dengan tahapan teratur mulai dari analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem, pemodelan
4 sistem, validasi model, implementasi, dan tahapan evaluasi Pramudya 1989.
Secara skematis kerangka pemikiran penelitian ini seperti tampak pada Gambar 1.
Kebijakan Pembangunan Nasional Republik Indonesia Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 581MenkesSKVII1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 004MENKESSKI2003 tentang Kebijakan dan Strategi Desentralisasi Bidang Kesehatan
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian
Penyakit DBD
Air bersih minum
Sanitasi ruang dan bangunan
Angka curah hujan
Air limbah kakus rumah
Suhu dan kelembaban
udara Sampah rumah
tangga
Kependudukan Layanan
kesehatan Vektor
penyakit DBD
Lingkungan
Tempat penampungan air rumah tangga tempat perkembangbiakan
nyamuk Aedes aegypti
Kesehatan Ekonomi
Umur harap an
hidup Angka kematian
ibu melah irkan
Angka kematian bayi
Sumberdaya manusia
Anggaran dana
Metode kerja Sarana
Pendidikan
Peningkatan layanan kesehatan masyarakat
Peningkatan kesiapan hidup sehat masyarakat
Peningkatan kesehatan lingkungan permukiman
Pengendalian vektor DBD
Model Kebijakan Pengendalian Penyakit DBD di Kabupaten Indramayu Keadaan, potensi, dan masalah yang dihadapi
Angka melek hu
ruf Angka rata-rata
lama sekolah Pekerjaanmata
pencah ari
an Pertumbuhan
ekonomi
5
1.4. Perumusan Masalah