20 DBD ialah peubah jenis sarana air bersih p = 0,003, tempat penampungan air
p = 0,000 dan sampah tergenang air p = 0,011. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Fathi et al. 2000 bahwa sanitasi lingkungan tidak berperan dalam
terjadinya KLB penyakit DBD di kota Mataram Chi-square, p 0,05. Hal ini disebabkan karena kenyataan di lapangan menunjukkan kondisi sanitasi
lingkungan yang tidak jauh berbeda antara daerah KLB penyakit DBD tinggi daerah studi dan daerah dengan KLB penyakit DBD rendah daerah kontrol.
Sebenarnya kondisi sanitasi lingkungan berperan besar dalam perkembangbiakan nyamuk Aedes, terutama apabila terdapat banyak kontainer penampungan air
hujan yang berserakan dan terlindung dari sinar matahari, apalagi berdekatan dengan rumah penduduk Sugijanto 2004, diacu dalam Fathi et al. 2000. Adapun
antara penyakit DBD dengan kontainer di kota Mataram, terdapat hubungan yang bermakna Chi-square, p 0,05 dengan relative risk RR adalah 2,96.
Keberadaan kontainer sangat berperan dalam kepadatan vektor nyamuk Aedes aegypti, karena semakin banyak kontainer akan semakin banyak tempat
perindukan dan akan semakin padat populasi Aedes aegypti. Semakin padat populasi nyamuk Aedes aegypti, maka semakin tinggi pula risiko terinfeksi virus
penyakit DBD dengan waktu penyebaran lebih cepat sehingga jumlah kejadian penyakit DBD cepat meningkat yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya
KLB penyakit DBD.
2.2.6. Hubungan antara Penyakit Demam Berdarah Dengue DBD dengan
Partisipasi Masyarakat
Beberapa hasil penelitian di berbagai lokasi menunjukkan pentingnya partisipasi masyarakat dalam program pencegahan penyakit DBD. Hasil
penelitian Hidajat 2001 di Jakarta menunjukkan bahwa ketidakberhasilan program pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD dalam mencegah dan
menurunkan tingginya angka kejadian penyakit DBD di daerah penelitian berhubungan erat dengan belum adanya peran serta warga masyarakat dalam
perencanaan dan pelaksanaan aktivitas-aktivitas program. Warga di daerah penelitian tidak memiliki akses langsung kepada informasi dan pengetahuan
mengenai program, yang merupakan prakondisi bagi berperan sertanya warga. masyarakat dalam suatu program; karena penyuluhan belum berjalan baik.
21 Hasyimi 2000 mengemukakan bahwa keikutsertaan masyarakat dalam
pelaksanaan PSN sangat menentukan tingkat angka larva nyamuk Aedes aegypti. Demikian pula hasil penelitian Fikri 2005 di kota Bandar Lampung
menunjukkan faktor partisipasi masyarakat berhubungan dengan kejadian penyakit DBD; yaitu peubah kebiasaan 3M p = 0,005 dan kebiasaan
membersihkan rumah serta lingkungan p = 0,016. Penelitian Fathi et al. 2005 mengenai sikap masyarakat terhadap penyakit DBD menyimpulkan bahwa
semakin masyarakat bersikap tidak serius dan tidak berhati-hati terhadap penularan penyakit DBD akan semakin bertambah risiko terjadinya penularan
penyakit DBD Chi-square, p 0,05. Hasil penelitian Fathi et al. 2005 lainnya menunjukkan bahwa tidak ada peran penyuluhan penyakit DBD yang bermakna
terhadap KLB DBD di kota Mataram Chi-square, p 0,05. Hal ini disebabkan karena baik daerah KLB DBD maupun bukan daerah KLB DBD sama-sama
kurang mendapatkan penyuluhan dari Dinas Kesehatan setempat.
2.2.7. Hubungan antara Penyakit Demam Berdarah Dengue dengan
Kependudukan
WHO 2003 mengemukakan bahwa salah satu faktor penyebab munculnya wabah dengue ialah pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak
memiliki pola tertentu dan urbanisasi yang tidak berencana dan terkontrol. Peningkatan penduduk perkotaan yang cepat, seperti kota Jakarta akan
menimbulkan dampak sampingan yang cukup serius, yaitu dengan makin terbatasnya lahan untuk permukiman. Gejala yang tampak adalah makin
tumbuhnya permukiman kumuh dan liar terutama di daerah yang padat penduduknya lebih dari rata-rata kepadatan penduduk DKI Jakarta, yaitu 13.557
jiwa setiap kilometer persegi Hasyimi 1996. Sementara itu kesimpulan penelitian Fathi et al. 2000 bahwa kepadatan penduduk tidak berperan dalam
terjadinya KLB DBD di kota Mataram Chi-square, p 0,05. Menurut Fathi et al. 2000, kepadatan penduduk bukan merupakan faktor kausatif tetapi hanya
merupakan salah satu faktor risiko yang bersama dengan faktor risiko lainnya seperti mobilitas penduduk, sanitasi lingkungan, keberadaan kontainer perindukan
nyamuk Aedes aegypti, kepadatan vektor, tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan terhadap penyakit DBD secara keseluruhan dapat menyebabkan KLB DBD. Fathi
22 et al. 2000 menyimpulkan bahwa mobilitas penduduk tidak ikut berperan dalam
terjadinya KLB DBD di kota Mataram Chi-square, p 0,05. Mobilitas penduduk di daerah yang mengalami KLB DBD sama dengan mobilitas penduduk
di daerah yang tidak mengalami KLB DBD. Mengenai faktor lingkungan dan perilaku masyarakat Fathi et al. 2005 menyimpulkan bahwa hanya variabel
keberadaan kontainer air di dalam maupun di luar rumah yang berperan terhadap KLB DBD Chi-square, p 0,05 dengan relative risk RR sama dengan 2,96.
2.2.8. Hubungan antara Penyakit Demam Berdarah Dengue DBD dengan