34 pembuangan kotoran; diberi nilai 0 nol jika tidak ada; diberi nilai 1 jika ada
tetapi bukan leher angsa, tidak ada tutup, dan disalurkan ke sungaikolam; diberi nilai 2 jika ada bukan leher angsa, ada tutup dan disalurkan ke sungaikolam; dan
diberi nilai 3 jika ada tetapi bukan leher angsa dan ada tutup dan septictank; dan diberi nilai 4 jika ada dengan lehar angsa dan septictank. Sarana sanitasi ketiga
ialah ”sarana pembuangan air limbah SPAL; diberi nilai 0 nol jika tidak ada sehingga tergenang tidak teratur di halaman rumah; diberi nilai 1 jika ada dan
diresapkan tetapi mencemari sumber air jarak dengan sumber air 10 meter; diberi nilai 2 jika ada dan dialirkan ke selokan terbuka; diberi nilai 3 jika ada dan
diresapkan dan tidak mencemari sumber air jarak dengan sumber air 10 meter; dan diberi nilai 4 jika ada dan dialirkan ke selokan tertutup selokan kota untuk
diolah lebih lanjut. Sarana sanitasi keempat ialah ”sarana pembuangan sampah”; diberi nilai 0 nol jika tidak ada; diberi nilai 1 jika ada tetapi tidak kedap air dan
tidak ada tutup; diberi nilai 2 jika ada dan kedap air namun tidak bertutup; diberi nilai 3 jika ada, kedap air, dan bertutup.
Perilaku penghuni pertama yaitu ”membuka jendela kamar tidur”; diberi nilai 0 nol jika tidak pernah dibuka, diberi nilai 1 jika kadang-kadang, diberi
nilai 2 jika setiap hari dibuka. Perilaku penghuni kedua yaitu ”membuka jendela ruang keluarga; diberi nilai 0 nol jika tidak pernah dibuka; diberi nilai 1 jika
kadang-kadang; dan diberi nilai 2 jika setiap hari dibuka. Perilaku penghuni ketiga ialah ”membersihkan rumah dan halaman”; diberi nilai 0 nol jika tidak pernah;
diberi nilai 1 jika kadang-kadang; diberi nilai 2 jika setiap hari. Perilaku penghuni keempat ialah ”membuang tinja bayi dan balita”; diberi nilai 0 nol jika dibuang
ke sungaikebunkolamsembarangan; diberi nilai 1 jika kadang-kadang ke jamban; dan diberi nilai 2 jika setiap hari dibuang ke jamban. Perilaku penghuni
kelima ialah ”membuang sampah pada tempat sampah”; diberi nilai 0 nol jika dibuang ke sungaikebunkolamsembarangan; diberi nilai 1 jika kadang-kadang
dibuang ke tempat sampah; dan diberi nilai 2 jika setiap hari dibuang ke tempat sampah Depkes. R.I. 2002b
2.5. Pendidikan Kesehatan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2001 pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
35 mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara,
pembuatan mendidik. Pendidikan adalah meningkatkan pengetahuan, pengertian, kesadaran, dan toleransi; meningkatkan questioning skills dan kemampuan
menganalisis sesuatu, termasuk pendidikannya; meningkatkan kedewasaan individu. Pendidikan kesehatan kepada masyarakat adalah penting. Pemberian
kesadaran dan pemberdayaan kepada masyarakat akan makna kesehatan adalah hak azasi manusia dan investasi di masa depan Sardjono 2002. Success in
improving health depends on specific efforts to promote appropriate behaviors and not just on the introduction of new drugs and technologies Murphy 2004.
Notoatmodjo 1993 mengemukakan bahwa semua petugas kesehatan telah mengakui bahwa pendidikan kesehatan itu penting untuk menunjang
program-program kesehatan yang lain. Akan tetapi pada kenyataannya pengakuan ini tidaklah didukung oleh kenyataan; artinya dalam program-program pelayanan
kesehatan kurang dilibatkan pendidikan kesehatan. Meskipun program itu mungkin telah melibatkan pendidikan kesehatan tetapi kurang berbobot.
Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan di dalam bidang kesehatan. Media pendidikan, berdasarkan fungsinya dapat dibagi menjadi tiga
yakni media cetak, elektronik dan media papan. Media cetak sebagai alat untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan sangat bervariasi, antara lain terdiri dari:
booklet, leaflet, flyer, flip chart, rubrik, poster, foto dan sebagainya. Media elektronik antara lain: televisi, radio, video, slide dan film strip. Media papan
billboard yang dipasang di tempat-tempat umum dapat diisi dengan pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan.
Di Indonesia, program pendidikan kesehatan dan penyuluhan kesehatan telah dikembangkan dan ditetapkan menjadi promosi kesehatan. Kebijakan
nasional promosi kesehatan itu ditetapkan dalam keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor: 1193MENKES SKX2004. Pembangunan kesehatan
di Indonesia dilandaskan kepada paradigma sehat; yakni paradigma yang akan mengarahkan pembangunan kesehatan untuk lebih mengutamakan upaya-upaya
peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, tanpa mengenyampingkan upaya-upaya penanggulangan atau penyembuhan dan pemulihan.
36 WHO 1986 memberi pengertian promosi kesehatan sebagai the process
of enabling individuals and communities to increase control over the determinants of health and thereby improve their health proses mengupayakan individu-
individu dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan mereka mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan, sehingga dapat meningkatkan
derajat kesehatannya. Aktivitas utama promosi kesehatan menurut Piagam Ottawa adalah advokasi advocating, pemberdayaan enabling dan mediasi
mediating. Strategi peningkatan promosi kesehatan ialah mencakup: 1 pengembangan kebijakan promosi kesehatan daerah, 2 peningkatan sumber
daya promosi kesehatan, 3 pengembangan organisasi promosi kesehatan, 4 integrasi dan sinkronisasi promosi kesehatan, 5 pendayagunaan data dan
pengembangan sistem informasi promosi kesehatan, dan 6 peningkatan kerjasama dan kemitraan, 7 pengembangan metode, teknik dan media, dan
8 memfasilitasi peningkatan promosi kesehatan WHO 1986, diacu dalam Depkes.R.I. 2005b.
Dampak positif dari pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam penyakit DBD pada dasarnya cukup besar Kyu et
al. 2005. Tram et al. 2003 mengemukakan bahwa a mother’s knowledge, attitude and practice KAP study before and after health education of dengue
haemorrhagic fever DHF was carried out in four communes in Southern Viet Nam. The study showed that health education had made a strong impact on the
mother’s KAP of DHF. The KAP of mothers how to recognize the child with DHF, how to take care of the child at home, and how to prevent the disease were
improved significantly after health education. Menurut Green 1980 kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi
oleh dua faktor pokok, yakni faktor perilaku behavior causes dan faktor di luar perilaku non-behavior causes. Perilaku itu sendiri terbentuk dari 3 faktor, yakni:
1 Faktor-faktor predisposisi predisposing factors Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat
pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.
37 2 Faktor-faktor pemungkin enabling factors
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya: air bersih, tempat
pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, termasuk fasilitas pelayanan kesehatan seperti PUSKESMAS, RS,
Poliklinik, Pos Pelayanan Terpadu POSYANDU, Polindes, Pos Obat Desa POD, Dokter atau Bidan Praktek Swasta, dan sebagainya.
3 Faktor-faktor penguat reinforcing factors Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat
TOMA, tokoh agama TOGA, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan; termasuk di sini undang-undang dan peraturan-peraturan.
Dapat diringkaskan bahwa PHBS seseorang atau masyarakat tidak hanya ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari
orang atau masyarakat yang bersangkutan; tetapi juga oleh kecukupan atau ketersediaan fasilitas untuk melakukan perilaku itu; serta sikap, perilaku, dan
mutu layanan dari provider serta dukungan positif dari tokoh masyarakat.
2.6. Pendekatan Sistem