dalam kurun waktu lima tahun. Pada periode yang sama, pertumbuhan kredit konsumsi empat kali lipat dari kredit investasi, yakni 414 persen, dan kredit modal
kerja mengalami pertumbuhan sebesar 114 persen. Kredit investasi juga menunjukkan trend penurunan hingga semester pertama tahun 2006. Turunnya
kredit investasi pada tahun 2006 ini ditengarai akibat masih tingginya tingkat suku bunga SBI dan suku bunga kredit investasi, serta lemahnya permintaan sektor riil
karena semakin meningkatnya biaya yang harus ditanggung oleh sektor riil akibat naiknya harga Bahan Bakar Minyak BBM pada Oktober 2005 lalu. Di samping
itu, kalangan perbankan juga masih mempertimbangkan faktor keamanan investasi sebagai salah satu syarat pengucuran kredit investasi.
4.2. Perkembangan Kredit Investasi Bank Persero
Perkembangan kredit investasi Bank Persero secara umum pada periode Januari 2001 hingga Desember 2006 pada Gambar 4.1. memperlihatkan kenaikan
secara gradual. Kredit investasi Bank Persero pada tahun 2001 tampak sedikit berfluktuatif. Hal ini tidak terlepas dari belum stabilnya kondisi makroekonomi
secara keseluruhan pasca krisis. Pada Januari 2001, jumlah kredit investasi Bank Persero adalah sebesar Rp. 36.629 miliar, sedangkan pada Desember 2006 jumlah
kredit investasi Bank Persero telah mencapai Rp. 62.928 miliar. Pertumbuhan kredit investasi terbesar terjadi pada tahun 2004, dengan pertumbuhan sebesar
19,47 persen. Setelah mencapai tingkat pertumbuhan tertinggi pada tahun 2004, pertumbuhan kredit investasi pada tahun-tahun berikutnya semakin berkurang.
Pertumbuhan kredit investasi pada tahun 2005 dan 2006 masing-masing adalah
sebesar 3,54 persen dan 2,47 persen. Pertumbuhan pada tahun 2006 merupakan pertumbuhan terendah. Data per Desember 2006 mengungkapkan pertumbuhan
kredit investasi Bank Persero yang tercatat 2,47 persen hanya meningkatkan kredit investasi sebesar Rp. 1.515 miliar dari posisi Desember 2005 sebesar Rp. 61.413
miliar. Sejak periode penelitian tahun 2001, Bank Persero konsisten untuk memberikan kredit investasi pada sektor agrobisnis, terbukti dari jumlah kredit
investasi yang disalurkan pada sektor ini sejak tahun 2001 selalu berada di atas lima triliun rupiah. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibandingkan penyaluran kredit
investasi pada sektor properti, dimana hal ini juga tidak terlepas dari komitmen salah satu Bank Persero untuk memberikan proporsi kredit terbesar pada bidang
pertanian. Pada tahun 2006, jumlah kredit investasi yang disalurkan pada sektor agrobisnis adalah Rp. 7.890 miliar, sedangkan kredit investasi untuk sektor
properti adalah Rp. 1.603 miliar. Sisanya, disalurkan untuk sektor lainnya, seperti sektor perindustrian, konstruksi, serta komunikasi.
10,000 20,000
30,000 40,000
50,000 60,000
70,000
Jan- 01
M ay
-01 Se
p- 01
Jan- 02
M ay
-02 Se
p- 02
Jan- 03
Ma y-
03 Sep
-03 Jan-
04 Ma
y- 04
Sep -04
Ja n-
05 M
ay -0
5 Se
p- 05
Ja n-
06 M
ay -0
6 Se
p- 06
Periode M
ilia r R
p .
Kredit Investasi Bank Persero
Sumber : Bank Indonesia 2001-2006, diolah
Gambar 4.1. Perkembangan Kredit Investasi Bank Persero
Berkurangnya laju pertumbuhan kredit investasi ditinjau dari sisi makroekonomi mencerminkan naiknya tingkat risiko dan biaya investasi. Namun
demikian, performa bank yang bersangkutan juga ikut mempengaruhi penyaluran kredit. Tingginya tingkat kompetisi, terutama dengan BUSN Devisa dan Bank
Asing membuat pertumbuhan kredit investasi Bank Persero mengalami penurunan. Permasalahan lain yang dihadapi bank terkait dengan penyaluran
kredit investasi ini adalah kekhawatiran terjadi mismatch, mengingat sumber dana perbankan rata-rata jangka pendek sedangkan kredit investasi memiliki masa
tenggang waktu yang panjang, sekitar lima hingga sepuluh tahun. Dengan kata lain, kredit investasi tidak bersifat quick yielding cepat mendatangkan hasil.
4.3. Perkembangan Kredit Investasi BUSN Devisa