moneter tertentu dari Bank Sentral kebijakan ekspansif maupun kebijakan kontraktif. Di samping itu, channel ini mengisyaratkan bahwa beberapa
kelompok debitur merupakan bank-dependent dan Bank Sentral memiliki kemampuan untuk mempengaruhi bank loans pinjaman dari bank melalui
kebijakan moneter Peek dan Rosengren, 1995. Karena banyak debitur yang tergantung pada bank loans untuk membiayai berbagai aktivitasnya, maka
semakin meningkatnya bank loans ini akan mengakibatkan pembelanjaan untuk investasi juga belanja konsumen akan ikut meningkat Mishkin, 2001. Secara
sistematis, efek kebijakan moneter dalam hal ini adalah sebagai berikut : M bank deposits bank loans I Y
Misalnya, terjadi ekspansi moneter yang akan meningkatkan jumlah uang yang beredar, maka hal ini akan menyebabkan bank deposits meningkat. Peningkatan
ini akan diikuti dengan peningkatan bank loans karena banyak orang yang tergerak untuk melakukan ekspansi usaha. Akibatnya, investasi akan meningkat,
dan pada akhirnya output yang dihasilkan dan pendapatan pun akan meningkat.
2.2.2. Keseimbangan dalam Pasar Kredit
Keseimbangan dalam pasar kredit menggambarkan hubungan antara suku bunga kredit dengan kuantitas kredit. Sumbu X menggambarkan kuantitas kredit
L, sementara sumbu Y menggambarkan suku bunga kredit r. Permintaan dan penawaran kredit dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Permintaan kredit
diantaranya dipengaruhi oleh aktivitas investasi, kondisi keuangan debitur, suku bunga kredit, serta risiko berusaha Agung, et al., 2001. Di samping itu,
permintaan kredit juga dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, spread suku bunga, Indeks Harga Saham Gabungan IHSG, nilai tukar, dan inflasi Harmanta
dan Ekananda, 2005. Di sisi lain, penawaran kredit diantaranya dipengaruhi oleh aset perbankan, rasio Non Performing Loan NPL, modal perbankan, serta
kesediaan loanable funds Agung et al., 2001. Sementara, Harmanta dan Ekananda 2005 mengemukakan bahwa suku bunga kredit dan suku bunga SBI
ikut mempengaruhi penawaran kredit. Jika jumlah permintaan kredit sama dengan jumlah penawaran kredit,
maka akan tercipta kondisi keseimbangan. Keseimbangan itu dapat dilihat pada Gambar 2.1., dimana keseimbangan pasar kredit pada gambar tersebut
ditunjukkan oleh titik E.
Suku Bunga Kredit r
r
E
L
Kuantitas Kredit L
Gambar 2.1. Keseimbangan Dalam Pasar Kredit
2.2.3. Permasalahan Kredit
Adapun permasalahan kredit diantaranya adalah credit booming peningkatan permintaan kredit dari masyarakat dan credit crunch fenomena
penurunan supply kredit yang disebabkan oleh keengganan bank untuk menyalurkan kredit kepada masyarakat. Dengan kata lain, gangguan pada kredit
dapat berasal dari sisi permintaan maupun dari sisi penawaran. Gangguan pada kedua sisi ini dapat mengakibatkan terhambatnya aktivitas dalam pasar kredit,
yang pada akhirnya dapat menghambat mekanisme transmisi kebijakan moneter.
2.2.3.1. Permasalahan Pada Sisi Permintaan Kredit
Dalam pembahasan mengenai permasalahan pada sisi permintaan kredit, maka diambil contoh kasus penurunan kredit. Pada umumnya, penurunan kredit
dari sisi permintaan terjadi pada masa resesi, yang ditandai dengan lemahnya aktivitas investasi. Menurut Agung, et al. 2001, gangguan pada sisi permintaan
dapat berupa menurunnya kualitas debitur yang diantaranya tercermin dari melemahnya kondisi neraca balance sheet perusahaan, misalnya akibat krisis
ekonomi. Hal ini mengakibatkan leverage perusahaan meningkat yang tercermin dari tingginya debt to equity ratio. Dalam kondisi seperti ini, maka otomatis
perusahaan akan mengurangi permintaan kredit kepada bank karena perusahaan lebih memilih untuk membenahi masalah struktural tersebut, yakni dengan
melakukan penyesuaian terhadap debt to equity ratio. Di samping itu, tingginya suku bunga kredit yang memberatkan debitur untuk melakukan pembayaran
kembali, serta meningkatnya risiko berusaha merupakan contoh gangguan lain pada sisi permintaan kredit. Sementara, Mohanty, Schnabel, dan Garcia-Luna
2006 juga mengungkapkan bahwa penurunan kredit bisa disebabkan oleh semakin terdiversifikasinya sumber pembiayaan dunia usaha yang tidak lagi
bertumpu secara total pada kredit perbankan. Alternatif sumber pembiayaan ini antara lain melalui pasar modal dan obligasi.
Gambar 2.2. di bawah ini menjelaskan skema pergeseran permintaan kredit berupa turunnya permintaan kredit. Dengan asumsi bahwa penawaran
kredit adalah konstan, maka pergeseran kurva permintaan kredit dari D ke
1
D akibat melemahnya aktivitas perekonomian akan mengakibatkan turunnya suku
bunga kredit yang berimplikasi pada menurunnya sejumlah persyaratan kredit, seperti jumlah agunan dan jangka waktu. Jika penurunan kredit tersebut didorong
oleh faktor-faktor struktural ekonomi seperti penyesuaian yang dilakukan perusahaan terhadap debt to equity rasio seperti yang telah dikemukakan di atas,
maka pergeseran kurva permintaan kredit juga diikuti dengan semakin curamnya kurva permintaan dari D ke
2
D . Hal ini menunjukkan bahwa permintaan kredit
menjadi kurang responsif inelastis terhadap perubahan suku bunga kredit.
Suku Bunga Kredit S k, n, z
r
1
r
D y, x
2
D
1
D
1
L L
Kuantitas Kredit Sumber : Agung, et al., 2001
Gambar 2.2. Penurunan Kredit Akibat Menurunnya Permintaan
2.2.3.2. Permasalahan Pada Sisi Penawaran Kredit
Seperti halnya pembahasan mengenai permasalahan pada sisi permintaan kredit, permasalahan pada sisi penawaran kredit yang dibahas adalah kasus
penurunan penawaran kredit. Gangguan pada sisi penawaran dapat bersumber dari faktor internal maupun eksternal Agung, et al., 2001. Faktor internal dapat
berupa rendahnya kualitas aset perbankan, tingginya rasio Non Performing Loans NPLs, serta menurunnya modal perbankan keterbatasan modal yang diukur
dengan menggunakan indikator Capital Adequacy Ratio CAR. Sedangkan faktor eksternal, diantaranya adalah menurunnya tingkat kelayakan kredit
creditworthiness dari nasabah kredit akibat melemahnya kondisi keuangan
perusahaan. Mohanty, Schnabel, dan Garcia-Luna 2006 juga mengemukakan bahwa fluktuasi kredit dari sisi penawaran juga dipengaruhi oleh perubahan dalam
kapasitas perbankan dan keinginan untuk menyalurkan kredit willingness to lend.
Salah satu hal yang berkaitan erat dengan willingness to lend dari suatu bank adalah biaya operasional bank. Tingginya biaya operasional
mengindikasikan adanya ketidakefisienan yang signifikan dari sistem perbankan yang bersangkutan dan mengakibatkan terjadinya struktur suku bunga pinjaman
yang rigid. Akibatnya, hal ini dapat mengurangi aksessibilitas dari debitur berkualitas baik kepada bank tersebut.
Skema pergeseran penawaran kredit berupa turunnya penawaran kredit diperlihatkan pada Gambar 2.3. Penurunan penawaran kredit dari S ke
1
S mengakibatkan meningkatnya suku bunga kredit dan semakin ketatnya
persyaratan kredit. Akan tetapi, keengganan bank untuk menyalurkan kredit
seringkali tidak diikuti dengan kenaikan suku bunga kredit, melainkan dalam bentuk pengurangan kuantitas kredit non-price credit rationing. Alasannya
adalah karena risiko kredit dunia usaha yang meningkat, serta kurangnya informasi mengenai debitur, membuat bank tidak dapat membedakan kualitas
debitur sehingga pada akhirnya bank cenderung lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit. Di samping itu, bank memiliki anggapan bahwa hanya
debitur yang memiliki kualitas buruk risiko usaha tinggi saja yang bersedia membayar suku bunga kredit yang tinggi. Non-price credit rationing ini akibatnya
menggeser kurva penawaran ke kiri
2
S dan menjadi vertikal, yang berarti bahwa
kurva penawaran kredit sama sekali tidak responsif atau sensitif terhadap perubahan suku bunga kredit. Perlu diketahui bahwa Non-price credit rationing
ini terjadi di Indonesia, terutama pasca krisis sesuai dengan penelitian Agung, et al.
pada tahun 2001.
Suku Bunga Kredit
2
S
1
S
S k, n, z
2
r r
D y, x
2
L L
Kuantitas Kredit Sumber : Agung, et al., 2001
Gambar 2.3. Penurunan Kredit Akibat Menurunnya Penawaran
2.2.4. Investasi