Perumusan Masalah PENDAHULUAN 1.1. Latar

dibandingkan dua kelompok bank sebelumnya hal ini karena BUSN Non Devisa merupakan kelompok bank skala kecil dengan permodalan yang rendah. Perolehan profit berdasarkan rasio ROA pun cenderung tidak sustain dari periode ke periode, tetapi pada tahun 2006 tampak ROA mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya hingga ke posisi 2,08 persen. Namun, jika dibandingkan dengan dua kelompok bank sebelumnya, ternyata LDR BUSN Non Devisa paling tinggi. Hal ini mencerminkan bahwa fungsi intermediasi paling baik ditunjukkan oleh kelompok bank ini karena sebagian besar dana dari masyarakat yang diperoleh disalurkan bagi kegiatan kredit. Tabel 1.3. Kinerja BUSN Non Devisa 2001-2006 Miliar Rp. Indikator Des 2001 Des 2002 Des 2003 Des 2004 Des 2005 Des 2006 CAR - Modal Capital - ATMR Risk Weighted Assets 20,57 2.408 11.706 16,94 2.348 13.864 14,99 2.753 18.369 16,30 2.728 16.732 15,32 2.114 13.802 19,27 3.459 17.951 Rentabilitas Profitability - ROA - BOPO 1,97 91,65 2,17 90,27 0,95 95,33 2,79 83,94 0,96 97,48 2,08 92,25 Likuiditas Liquidity Aktiva terhadap Pasiva- Likuid LDR - Kredit - DPK 59,45 9.748 16.395 59,39 11.574 19.487 62,74 14.526 23.151 1,78 68,74 15.101 21.970 1,54 82,48 16.842 20.419 2,49 78,26 19.114 24.423 Sumber : Bank Indonesia, 2006

1.2. Perumusan Masalah

Keinginan Bank Indonesia agar penyaluran kredit investasi semakin meningkat belum juga terwujud. Pada tahun 2006, pertumbuhan kredit investasi Bank Umum hanya sebesar 12,51 persen, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada tahun 2005 sebesar 13,2 persen Bank Indonesia, 2006. Sementara itu, turunnya gairah investasi tidak hanya disebabkan oleh tingginya biaya investasi karena tingginya suku bunga kredit, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor bencana alam yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia dalam semester pertama 2006 Zetha dan Tambunan, 2006. Rusak dan tidak kondusifnya infrastruktur jalan raya di banyak tempat menunda para investor untuk segera menanamkan modalnya untuk suatu kegiatan produksi. Realisasi penanaman modal domestik periode Januari-November 2006 bahkan mengalami penurunan sebesar 37,1 persen terhadap periode yang sama tahun 2005 Zetha dan Tambunan, 2006. Tabel 1.4. Kredit Bank Persero, BUSN Devisa, dan BUSN Non Devisa Berdasarkan Jenis Penggunaan Miliar Rp. Jenis Penggunaan Type of Use Des 2001 Des 2002 Des 2003 Des 2004 Des 2005 Des 2006 Bank Persero - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi 59.584 39.367 22.545 76.404 44.776 29.453 83.734 49.648 43.755 106.820 59.314 56.721 122.724 61.413 72.276 148.675 62.928 76.307 BUSN Devisa - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi 54.673 24.750 16.156 71.184 29.436 25.099 89.225 35.974 34.760 109.726 47.488 51.962 140.508 57.821 79.262 165.997 67.699 81.561 BUSN Non Devisa - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi 3.963 1.358 4.426 5.062 1.127 5.384 6.444 1.752 6.330 6.181 1.814 7.106 6.693 2.142 8.007 7.861 1.836 9.417 Sumber : Bank Indonesia, 2006 Berdasarkan Tabel 1.4., perkembangan kredit yang disalurkan oleh Bank Persero sejak tahun 2001 didominasi oleh kredit modal kerja. Kredit investasi menempati posisi kedua hingga tahun 2004, tetapi mulai tahun 2005 terjadi pergeseran posisi antara kredit investasi dan kredit konsumsi. Penyaluran kredit investasi mulai menempati posisi ketiga. Hal ini terus berlangsung hingga tahun 2006 dimana kredit investasi yang disalurkan hanya Rp. 62.928 miliar. Sementara, kredit konsumsi menunjukkan trend yang semakin meningkat. Peningkatan terbesar kredit konsumsi terjadi pada tahun 2005 dibandingkan dengan tahun 2004, yakni sebesar Rp. 15.555 miliar. Adapun pangsa masing-masing jenis kredit pada Bank Persero tahun 2006, yakni KMK sebesar 51,64 persen, kredit investasi sebesar 21,86 persen, dan kredit konsumsi sebesar 26,5 persen dari keseluruhan kredit yang disalurkan. Pada tahun 2006, pertumbuhan kredit investasi terbilang rendah, yakni sebesar 2,47 persen. Hal serupa juga terjadi pada BUSN Devisa. Kredit yang menempati posisi utama adalah kredit modal kerja, dan terjadi pula pergeseran antara kredit investasi dengan kredit konsumsi. Hanya saja, pergeseran yang terjadi lebih cepat dibandingkan Bank Persero, yakni pada tahun 2004. Meskipun demikian, pada tahun 2006 kredit investasi BUSN Devisa tumbuh cukup signifikan sebesar 17,08 persen dengan pangsa sebesar 21,47 persen sementara pangsa KMK dan kredit konsumsi pada tahun yang sama masing-masing sebesar 52,65 dan 25,87. Pada BUSN Non Devisa, kredit yang disalurkan didominasi oleh kredit konsumsi kecuali pada Desember 2003 dimana kredit modal kerja lebih besar daripada kredit konsumsi. Kredit investasi yang disalurkan oleh kelompok bank ini sangat kecil dibandingkan dengan dua kelompok bank sebelumnya. Pada tahun 2006, kredit investasi hanya sebesar Rp. 1.836 miliar atau dengan pangsa hanya sebesar 9,6 persen sedangkan pada tahun yang sama pangsa KMK dan kredit konsumsi masing-masing sebesar 41,13 dan 49,27. Proporsi penyaluran kredit investasi kurang dari seperlima kredit konsumsi proporsi yang sangat tidak berimbang. Pertumbuhan kredit investasi pun -14,29 persen pada tahun 2006. Perlu diketahui pula, bahwa kredit investasi yang disalurkan juga erat kaitannya dengan kemampuan bank tersebut dalam mengelola kredit yang bermasalah. Hal ini ditunjukkan oleh rasio NPL bank tersebut. Semakin rendah rasio NPL, maka semakin baik kinerja bank tersebut dalam mengaplikasikan kredit berkualitas lancar kepada masyarakat. Tabel 1.5. Rasio Non Performing Loan Bank Persero, BUSN Devisa, dan BUSN Non Devisa Persen Jenis Bank Umum Des 2001 Des 2002 Des 2003 Des 2004 Des 2005 Des 2006 Bank Persero 7,27 6,03 7,31 5,88 14,75 10,70 BUSN Devisa 10,33 5,83 5,52 2,96 3,22 3,69 BUSN Non Devisa 4,26 3,96 3,62 4,05 4,34 3,11 Sumber : Bank Indonesia, 2006 Berdasarkan Tabel 1.5. diketahui bahwa sepanjang periode penelitian, NPL Bank Persero berada pada kisaran 5-15 persen cenderung mengalami peningkatan NPL pada akhir periode penelitian, bahkan mencapai angka tertinggi 14,75 persen pada tahun 2005. Sementara itu, rasio NPL BUSN Devisa dan Non Devisa tampak lebih baik dan stabil dibandingkan Bank Persero. Meskipun sempat menembus angka sepuluh persen pada tahun 2001, tetapi BUSN Devisa tampak lebih konsisten dalam meminimalisir kredit bermasalahnya. Pada tahun 2006, rasio NPL tercatat sebesar 3,69 persen. Secara keseluruhan, upaya meminimalisir kredit bermasalah paling baik ditunjukkan oleh BUSN Non Devisa. Sejak tahun 2001 hingga tahun 2006, BUSN Non Devisa berhasil menjaga posisi rasio NPL untuk berada di bawah lima persen. Bahkan, rasio NPL pada tahun 2006 lebih baik dibandingkan tahun 2005, yakni 3,11 persen. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, fenomena rendahnya kredit investasi sebagai salah satu sumber pembiayaan investasi dapat menurunkan gairah investasi yang pada akhirnya memiliki implikasi terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia. Menurut Bank Indonesia 2006, pada triwulan pertama 2006 pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya sebesar 4,8 persen. Pertumbuhan ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi triwulan pertama tahun 2005, yakni 6,25 persen. Namun, perlu diketahui bahwa pertumbuhan yang cukup tinggi pada masa tersebut tidak didukung dengan perbaikan fundamental ekonomi, atau dengan kata lain pertumbuhan ekonomi tidak berkualitas karena tidak diikuti dengan perbaikan di sektor riil. Salah satu penyebab hal ini adalah rendahnya minat masyarakat berinvestasi terkait dengan pesimistis pasar terhadap prospek bisnis di Indonesia Sugema, et. al., 2005. Kemudian, pada triwulan ke- dua 2006, pertumbuhan ekonomi turun drastis, yakni sebesar 5,08 persen. Pada triwulan ke-tiga 2006, pertumbuhan ekonomi sedikit mengalami peningkatan, yakni sebesar 5,52 persen. Tetapi, perlu diketahui bahwa dalam penelitian ini, pertumbuhan ekonomi hanya akan dispesifikasikan pada pertumbuhan produksi. Produksi sektor industri merupakan bagian dari sektor ekonomi yang salah satu sumber pembiayaannya terlibat secara langsung dengan kredit perbankan. Semakin baiknya kinerja sektor produksi akan memudahkan perbankan untuk mengevaluasi rencana proyek investasi yang diajukan sehingga kredit investasi yang disalurkan pun akan meningkat dan diharapkan dengan semakin tingginya pertumbuhan produksi dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi secara agregat. Beberapa bukti kongkrit yang dipaparkan di atas memberikan sedikit wacana mengenai kondisi penyaluran kredit investasi yang rendah dari Bank Persero, BUSN Devisa, serta BUSN Non Devisa, serta implikasinya secara luas terhadap perekonomian secara agregat. Kondisi seperti ini jelas dapat menghambat pertumbuhan ekonomi ke arah yang lebih baik. Jika perbankan nasional tidak segera merangsang pertumbuhan dan menstimulus kredit investasi, maka intermediasi perbankan dan kebangkitan sektor produksi tidak tumbuh secara optimal. Berdasarkan uraian di atas, maka beberapa permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana kinerja Bank Persero dan Bank Umum Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa dalam kaitannya dengan kesehatan bank indikator ROA dan ROE ? 2. Bagaimana kaitan antara penyaluran kredit investasi Bank Persero dan Bank Umum Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa dengan realisasi investasi? 3. Bagaimana pengaruh hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara kredit investasi dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada Bank Persero dan Bank Umum Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa? Faktor- faktor tersebut, yakni suku bunga SBI, suku bunga kredit investasi, pertumbuhan produksi dengan menggunakan indeks Industrial Production, Dana Pihak Ketiga DPK, dan Non Performing Loan NPL. 4. Bagaimana peranan kredit investasi Bank Persero dan Bank Umum Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa terhadap pertumbuhan produksi Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian