Indeks Industrial Production Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia SBI

Kredit investasi yang disalurkan BUSN Non Devisa sepanjang periode penelitian lebih banyak disalurkan ke sektor agrobisnis dibandingkan sektor properti, tetapi pada tahun 2006 jumlahnya mengalami penurunan yang cukup signifikan. Pada tahun 2006, jumlah kredit investasi bagi sektor agrobisnis hanya sembilan belas miliar rupiah, sedangkan bagi sektor properti hanya sepuluh miliar rupiah. Sisanya, yang mencapai Rp. 1.807 miliar disalurkan ke sektor lainnya. Tampak bahwa tahun 2006, fokus kredit investasi pada BUSN Non Devisa beralih ke sektor lain, tidak lagi pada sektor agrobisnis dan properti.

4.5. Perkembangan Variabel Makroekonomi

4.5.1. Indeks Industrial Production

Secara umum, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dijelaskan melalui indeks Industrial Production dengan harga konstan tahun 2000 selama periode Januari 2001 hingga Desember 2006 seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.4. menunjukkan pergerakan yang fluktuatif. Pada Desember 2001 dan Desember 2002, indeks berada pada posisi 82,27 dan 87,42. Indeks ini terbilang rendah karena pada periode tersebut sedang dibangun kembali tatanan perekonomian pasca krisis. Namun, keadaan perlahan-lahan tampak mulai membaik yang ditunjukkan dengan nilai indeks sebesar 116,92 dan 120,81 pada Desember 2003 dan Desember 2004. Pada tahun 2006, laju pertumbuhan indeks Industrial Production tercatat sebesar 10,79 persen. Laju pertumbuhan tertinggi dicapai pada tahun 2003 dengan pertumbuhan sebesar 33,75 persen. Sedangkan laju pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2005 dengan pertumbuhan -7,59 persen. Meningkatnya harga minyak dunia yang turut andil dalam meningkatkan harga BBM dalam negeri disinyalir merupakan penyebab utama turunnya laju pertumbuhan tersebut. Biaya produksi perusahaan meningkat akibat naiknya harga bahan bakar tersebut, sehingga berimbas pada penurunan hasil produksi. Kemudian, keadaan tersebut juga membuat Rupiah melemah dalam waktu yang nyaris bersamaan hingga kembali menembus angka Rp.10.000US . 20 40 60 80 100 120 140 Jan- 01 Ma y- 01 Sep- 01 Jan- 02 M ay -02 Sep- 02 Jan- 03 Ma y- 03 Se p- 03 Jan- 04 Ma y- 04 Sep- 04 Jan- 05 Ma y- 05 Sep- 05 Jan- 06 Ma y- 06 Sep- 06 Periode Inde k s Indeks Industrial Production Sumber : BPS 2001-2006, diolah Gambar 4.4. Perkembangan Indeks Industrial Production

4.5.2. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia SBI

Pergerakan suku bunga SBI akan mempengaruhi suku bunga perbankan, termasuk suku bunga kredit. Sebagai contoh, peningkatan suku bunga SBI pada umumnya akan direspon oleh bank dengan meningkatkan suku bunga dana atau simpanan, seperti giro, deposito, dan tabungan. Sebab, jika tidak dinaikkan, maka nasabah akan pindah ke bank lain atau dengan kata lain bank tersebut akan kehilangan pangsa pasarnya. Hal ini pada gilirannya akan meningkatkan biaya dana cost of fund dari bank tersebut. Agar laba bank tidak tergerus marjin semakin berkurang, maka cara yang paling sederhana biasanya bank akan meningkatkan suku bunga kreditnya. Meskipun demikian, ada pula bank yang tidak lantas menaikkan suku bunga kreditnya, bahkan sebaliknya justru menurunkannya. Kondisi ini dapat dijumpai pada bank yang memiliki efisiensi usaha tinggi dan kegiatan penyaluran kredit yang semakin meningkat. Pergerakan suku bunga SBI tenor 1 bulan dapat dilihat pada Gambar 4.5. di bawah ini. Pada tahun 2001, terdapat kecenderungan suku bunga SBI yang meningkat tiap bulannya, dan mencapai puncaknya pada Desember 2001 dimana suku bunga SBI berada pada level 17,62 persen. Angka ini juga merupakan nilai suku bunga SBI tertinggi selama periode penelitian hingga Desember 2006. Tingginya suku bunga SBI terjadi sebagai akibat belum stabilnya kondisi makroekonomi pasca krisis, yang salah satunya ditandai dengan tingkat inflasi yang tinggi. Sejak Januari 2002, suku bunga SBI berfluktuatif dengan tendensitas trend yang menurun, dan akhirnya berhasil menembus angka satu digit pada Juni 2003, yakni pada level 9,53 persen. Meskipun suku bunga SBI mengalami penurunan, tetapi tidak mengurangi minat perbankan untuk menyalurkan likuiditasnya pada instrumen moneter ini mengingat masih tingginya risiko penyaluran kredit kepada sektor riil yang dirasakan perbankan. Pada tahun 2006, bank-bank swasta merupakan pembeli utama dan terbesar lelang SBI. Sebagai contoh, pada September 2002 ketika suku bunga SBI 1 bulan berada pada level 13,22 persen, BUSN Devisa diketahui menguasai SBI sebesar 53,74 persen, dan BUSN Non Devisa sebesar 2,57 persen dari outstanding SBI sebesar Rp. 89,01 triliun. Sementara, Bank Persero merupakan jenis bank kedua terbesar setelah BUSN yang menyalurkan likuiditasnya pada instrumen moneter tersebut. 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00 Ja n-0 1 Ma y- 01 Se p- 01 Ja n- 02 Ma y- 02 Se p- 02 Ja n-0 3 Ma y- 03 Se p- 03 Ja n- 04 Ma y- 04 Se p- 04 Ja n-0 5 Ma y- 05 Se p- 05 Ja n-0 6 Ma y- 06 Se p- 06 Pe riode P e rs en Suku Bunga SBI 1 Bulan Sumber : Bank Indonesia 2001-2006, diolah Gambar 4.5. Perkembangan Suku Bunga SBI 1 Bulan Kondisi penurunan tingkat suku bunga SBI ini terus berlangsung hingga bergerak stabil pada kisaran tujuh persen pada tahun 2004 dengan titik terendah SBI pada level 7,32 persen pada Mei 2004. Hal ini terjadi karena inflasi semakin rendah dan membaiknya kondisi perekonomian. Namun, suku bunga SBI kembali mencapai angka dua digit pada September 2005, yakni pada level sepuluh persen. Hal ini disebabkan respon perekonomian terhadap kecenderungan meningkatnya harga minyak dunia, dan berimbas pada kenaikan harga BBM yang dilakukan pemerintah pada Oktober 2005 yang mengakibatkan tingkat harga domestik menjadi tidak stabil. Sejak saat itu, BI kembali meningkatkan suku bunga SBI karena perkiraan inflasi secara persisten cenderung bergerak ke arah atas atau telah berada di atas kisaran sasaran inflasi yang telah ditetapkan. Sementara, faktor eksternal berupa The Fed Fund Rate atau suku bunga The Fed Bank Sentral Amerika Serikat juga ikut mempengaruhi pergerakan suku bunga SBI. Kenaikan The Fed Fund Rate yang terus dilakukan oleh The Fed hingga semester pertama 2006 juga memaksa BI untuk ikut berhati-hati menjaga stabilitas suku bunga SBI. Hal ini dilakukan guna mempertahankan interest rate differential antara BI Rate dan suku bunga The Fed tetap terjaga dalam kondisi yang relevan bagi iklim investasi. Namun, membaiknya kembali kondisi perekonomian pada semester kedua 2006 dengan tingkat inflasi yang kembali terkendali mengakibatkan suku bunga SBI mulai mengalami penurunan hingga berada pada level 9,75 persen pada Desember 2006.

4.6. Perkembangan Variabel Perbankan