2.2 Kapasitas Kelembagaan
Menurut Purwaka 2006, kelembagaan K adalah satu set atau satu perangkat peraturan perundang-undangan yang mengatur tata kelembagaan
institutional arrangement: IA dan mekanismekerangka kerja kelembagaan institutional framework: IF dalam rangka fungsionalisasi kapasitas potensial
potential capacity:PC, daya dukung carrying capacity: CC, dan daya tampung absorbtive capacity:AC. AC juga disebut sebagai daya lentur kelembagaan,
yaitu kelenturan suatu lembaga dalam menghadapi dan mengantisipasi dinamika perubahan yang terjadi di dalam pembangunan kelautan. Kelembagaan tersebut
dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut:
K = fia,ifpc,cc,ac
Dimana K = kelembagaan, f = fungsi, ia = tata kelembagaan bersifat statis, if = kerangka kerjamekanisme kelembagaan bersifat dinamis, yaitu tata
kelembagaan dalam keadaan bergerak atau bekerja, pc = kapasitas potensial, cc = daya dukung dan ac = daya tampung. Di dalam ia dan if, masing-masing
mengandung pc, cc, dan ac yang merupakan kapasitas kelembagaan. Dengan demikian, pengembangan kapasitas kelembagaan adalah upaya optimalisasi
kapasitas kelembagaan dalam kerangka tata dan mekanisme kelembagaan. Fungsi tersebut di atas merupakan alat untuk mengkaji seberapa besar
dan seberapa jauh kemampuan dalam menjalankan fungsi sesuai kewenangan yang dimiliki, demikian pula pada perikanan tangkap yang dipengaruhi oleh
beberapa aspek memerlukan tata kelembagaan yang dapat mengatur sesuai dengan kearifan sumberdaya manusia maupun sumberdaya alam. Kearifan
tersebut bertujuan supaya sumberdaya alam perikanan tetap lestari dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat.
Pengembangan kapasitas masyarakat merupakan suatu pendekatan pembangunan yang berbasis pada kekuatan-kekuatan dari bawah secara nyata.
Kekuatan-kekuatan itu adalah kekuatan-kekuatan sumberdaya alam, sumberdaya ekonomi dan sumberdaya manusia, sehingga menjadi suatu local
capacity. Kapasitas lokal yang dimaksud adalah kapasitas pemerintah kota, kapasitas kelembagaan swasta, kapasitas pemerintah desa dan kapasitas
kelompok masyarakat nelayan, terutama dalam bentuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dalam menghadapi tantangan pengembangan potensi
sumberdaya alam dan ekonomi masyarakat setempat Ningsih, 2006.
Priyatna dan Purnomo 2007 mengatakan bahwa terdapat beberapa langkah yang dapat ditempuh dalam upaya pengembangan kelembagaan
kelompok nelayan. Langkah-langkah tersebut dapat dibagi menjadi: 1 Tahapan pembentukan dan penyusunan kelembagaan kelompok nelayan dilakukan pada
lokasi-lokasi yang belum memiliki kelembagaan lokal. Pada tahapan ini, inisiasi umumnya dilakukan oleh pihak luar, yaitu melalui pemerintah, akademisi maupun
LSM. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan dan pembentukan kelembagaan lokal adalah aspek representasi dan adatif. Proses penyusunannya
melibatkan secara langsung seluruh stakeholders yang ada di lokasi. Keseluruhan stakeholders tersebut diberikan kesempatan untuk menyamakan
persepsi tentang pentingnya keberlangsungan usaha penangkapan ikan sekaligus sumberdaya-sumberdaya pendukungnya. 2 Tahapan Penguatan
kelembagaan kelompok nelayan dilakukan sebagai tahap lanjutan atau bagi lokasi yang telah memiliki kelembagaan lokal. Pada tahapan ini dilakukan
dengan cara pendampingan secara langsung kepada kelompok kelompok yang sudah ada. 3 Tahapan pengembangan kelembagaan kelompok nelayan
dilakukan sebagai tahap lanjutan dengan menggunakan teknik monitoring – umpan balik. Pada tahapan ini mengikuti alur bahwa awalnya menajemen
kelembagaan dilakukan secara sederhana sehingga mudah dipahami. Peran kelembagaan kelompok nelayan semakin diperluas dengan peran pihak luar
sebagai penyedia informasi dan pelayanan. Proses pengembangan jejaring antara kelembagaan kelompok nelayan dengan kelembagaan kelompok lainnya
difasilitasi oleh pemerintah. Hal ini mengingat kegaitan perikanan tangkap juga sangat dipengaruhi oleh kegaitan di luar perikanan.
Purwaka 2006 menyatakan bahwa pengembangan kapasitas kelembagaan adalah upaya untuk mengubah kemampuan, peran dan peranan
kelembagaan menjadi lebih baik dari pada keadaan sekarang. Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan kapasitas kelembagaan yang terkait
dengan pemberdayaan, yaitu : 1. Komponen-komponen yang erat kaitannya dengan organisasi sosial yang
menyediakan seperangkat konsep yang membantu menjelaskan tindakan sosial, hubungan antara individu dan masyarakat, bentuk-bentuk organisasi
sosial yang kompleks, susunan kelembagaan dan kebudayaan sosial, motif- motif sosial, stimulus, dan nilai-nilai yang mengatur masyarakat yang satu
dengan yang lain dan masyarakat terhadap lingkungan pesisir. Oleh karena
itu dibutuhkan suatu kelembagaan yang mampu mengakomodir kebutuhan masyarakat yang mendiami wilayah pesisir untuk mencapai tujuan yang
dikehendaki. 2. Berkaitan dengan teknik sosialisasi, misalnya program-program sosialisasi
yang mampu mencapai tujuan masyarakat sasaran yang beragam baik dari segi pendidikan, ketrampilan, budaya dan usaha yang dilakukan. Kedua hal
tersebut mengimplikasikan bahwa pengembangan kapasitas kelembagaan sangat penting dan strategis dalam memberdayakan masyarakat.
Peningkatan dan pengembangan kapasitas kelembagaan diyakini akan memperlancar jalannya berbagai fungsi kelembagaan, baik fungsi-fungsi di
bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, hukum maupun di bidang lingkungan hidup. Berjalannya fungsi-fungsi kelembagaan dalam
bidang-bidang tersebut secara optimal dipahami akan mampu mengentaskan lembaga-lembaga yang ada dari krisis multidimensi. Fungsi-fungsi kelembagaan
tersebut secara statik ada di dalam mekanisme kelembagaan instutional arrangement dan secara dinamik ada di dalam mekanisme kelembagaan
instutional framework Purwaka, 2006.
2.3 Kemitraan