Jaminan Perorangan Penyelesaian Kredit Bermasalah Melalui Restrukturisasi Utang

38

2. Jaminan Perorangan

Jaminan perorangan adalah jaminan berupa pernyataan kesanggupan yang diberikan oleh seorang pihak ketiga, guna menjamin pemenuhan kewajiban- kewajiban debitor kepada kreditor, apabila debitor yang bersangkutan cidera janji wanprestasi. 72 Menurut Subekti, jaminan perorangan adalah selalu suatu perjanjian antara seorang berpiutang dengan seorang ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban si berutang debitor. Ia bahkan dapat diadakan di luar sepengetahuan si berutang. 73 Menurut KUHPerdata jaminan perorangan merupakan penanggungan, sesuai dengan Pasal 1820 KUHPerdata, penanggungan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya.

3. Jaminan Kebendaan

Jaminan kebendaan adalah jaminan berupa harta kekayaan, baik benda maupun hak kebendaan, yang diberikan dengan cara pemisahan bagian dari harta baik dari si debitor, maupun dari pihak ketiga, guna menjamin pemenuhan kewajiban- kewajiban debitor kepada pihak kreditor, apabila debitor yang bersangkutan cidera janji wanprestasi. 72 Hasanuddin Rahman, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1998, hlm.164. 73 R. Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Bandung: Alumni, 1992, hlm.25. Universitas Sumatera Utara 39 Menurut Subekti, pemberian jaminan kebendaan selalu berupa menyendirikan suatu bagian dari kekayaan seseorang, si pemberi jaminan dan menyediakannya guna pemenuhan pembayaran kewajiban utang seorang debitor. 74 Selanjutnya dikatakan pula bahwa kekayaan tersebut dapat berupa kekayaan debitor sendiri atau kekayaan pihak ketiga. Penyendirian atau penyediaan secara khusus itu diperuntukkan bagi keuntungan seorang kreditor tertentu yang telah memintanya, karena bila tidak ada penyendirian atau penyediaan secara khusus itu, bagian dari kekayaan tadi seperti halnya seluruh kekayaan debitor dijadikan jaminan untuk pembayaran semua utang si debitor. Dengan demikian maka pemberian jaminan kebendaan kepada seorang kreditor tersebut memberikan kedudukan yang istimewa privelege terhadap para kreditor lain, dalam mengambil pelunasan atas hasil penjualan objek jaminan kebendaan tersebut. 75 Hak jaminan kebendaan ini menurut sifatnya dibedakan dalam 2 dua macam yaitu : 76 a. Jaminan dengan benda berwujud materiel; b. Jaminan dengan benda tidak berwujud imateriel. Benda berwujud, dapat berupa bendabarang bergerak dan atau bendabarang tidak bergerak. Sedangkan bendabarang tidak berwujud yang lazim diterima oleh bank sebagai jaminan kredit adalah berupa hak tagih debitor terhadap pihak ketiga. 74 Ibid., hlm.27. 75 Ibid. 76 H.R. Daeng Naja, Op.cit., hlm.214. Universitas Sumatera Utara 40 Barang bergerak yang lazim diterima sebagai jaminan kredit oleh bank dapat berupa kendaraan bermotor, logam mulia, stok barang dagangan, dan sebagainya yang dapat dinilai, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Sedangkan barang tidak bergerak yang lazim diterima sebagai jaminan kredit oleh bank dapat berupa tanah, bangunan, kapal berukuran 20 m 3 dua puluh meter kubik ke atas dan lain-lain termasuk mesin-mesin pabrik yang melekat dengan tanah. Pembagian barang bergerak dan barang tidak bergerak tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 506 sampai dengan Pasal 518 KUHPerdata. Pengikatan jaminan kebendaan barang bergerak yaitu antara lain dapat dibebankan dengan jaminan fidusia dan gadai. Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dalam ketentuan Pasal 1 butir 2 menjelaskan bahwa: ”Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan bagi pelunasan hutang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya”. Munir Fuady berpendapat bahwa ketentuan tentang objek jaminan fidusia terdapat antara lain dalam Pasal 1 butir 4, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 20 Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, benda-benda tersebut adalah sebagai berikut: a. Benda tersebut harus dimiliki dan dialihkan secara hukum. b. Dapat atas benda berwujud. c. Dapat juga atas benda tidak berwujud, termasuk piutang. d. Benda bergerak. Universitas Sumatera Utara 41 e. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hak tanggungan. f. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hipotik. g. Baik atas benda yang sudah ada maupun terhadap benda yang akan ada dikemudian. Dalam hal benda yang akan diperoleh kemudian, tidak diperlukan suatu akta pembebanan fidusia tersendiri. h. Dapat atas satu satuan jenis benda. i. Dapat juga atas lebih dari satu jenis atau satuan benda. j. Termasuk hasil dari benda yang telah menjadi objek fidusia. k. Termasuk juga hasil klaim asuransi dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia. l. Benda persedian inventory, stock perdagangan dapat juga menjadi objek jaminan fidusia. 77 Terhadap objek jaminan fidusia yang berupa kendaraan-kendaraan, mesin- mesin dan alat-alat berat, debitor pemberi fidusia berhak menguasai objek jaminan fidusia, tetapi dilarangtidak diperkenankan untuk menjual, menyewakan atau mengalihkan haknya. Sedangkan untuk objek jaminan fidusia berupa persediaan barang dagangan inventory, pemberi fidusia dalam kapasitas sebagai kuasa dari kreditor penerima fidusia berhak dan diperkenankan menukar atau menjual atau mengalihakan objek jaminan kepada pihak lain dan debitor pemberi fidusia berkewajiban mengganti dari objek yang digunakan sesuai jumlah yang dijual atau dialihkan dengan objek fidusia lainnya sesuai jumlah yang diperjanjikan yaitu dengan nilai nominal yang sama. Selain penyerahan jaminan dengan fidusia terdapat juga penyerahan jaminan dengan Gadai. Kitab Undang-Undang Perdata dalam ketentuan Pasal 1150 menerangkan yang dimaksud dengan gadai adalah: 77 Munir Fuady, Jaminan Fidusia, cetakan kedua edisi revisi, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2003, hlm.48. Universitas Sumatera Utara 42 ”Suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari orang-orang berpiutang lainnya; dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus dikeluarkan”. Objek gadai adalah barang bergerak bertubuh dan tak bertubuh yaitu diantaranya saham, deposito, emas dan benda berharga lainnya. Dalam gadai terjadi penyerahan kekuasaan atas barang yang dijadikan objek gadai dari pemberi gadai kepada penerima gadai. Dana pembebanan jaminan gadai hapus bila objek gadai berpindah kepada pemberi gadai. Jaminan gadai memberikan hak preferent kepada penerima gadai dalam hal ini kreditor, dimana kreditor penerima gadai mempunyai hak yang didahulukan preferent terhadap kreditor lainnya artinya bila debitor dinilai cedera janji atau lalai maka kreditor penerima gadai mempunyai hak untuk menjual jaminan gadai tersebut dan hasil penjualan digunakan terutama untuk melunasi hutang debitor. Apabila terdapat kreditor lain yang juga memiliki tagihan kepada debitor tersebut, kreditor yang ada setelah kreditor pertama tidak akan mendapat pelunasan sebelum kreditor yang pertama mendapat pelunasan. Terhadap barang tidak bergerak seperti kapal laut objek jaminannya dibebankan dengan hipotik. Pembebanan kapal laut sebagai objek jaminan kredit diatur dalam Pasal 314 KUHD yang berbunyi: Universitas Sumatera Utara 43 a. Atas kapal-kapal Indonesia yang berukuran paling sedikit 20 m3 isi kotor dapat didaftar dalam register kapal menurut ketentuan-ketentuan yang di tetapkan dalam suatu ordonansi tersendiri. b. Atas kapal-kapal yang didaftar dalam register kapal-kapal dalam pembangunan dan kapal dalam andil-andil seperti itu dapat dibebani dengan hipotik. Dari bunyi Pasal diatas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa bahwa syarat-syarat pembebanan hipotik atas kapal laut adalah : a. Kapal tersebut adalah kapal laut Indonesia dan tidak berlaku untuk kapal asing. b. Berukuran paling sedikit 20 m 3 isi kotor. c. Telah terdaftar dalam register kapal Indonesia di syahbandar tempat kapal tersebut pertama kali bersandar. Kapal laut yang dimaksud dalam pasal ini dianggap sebagai benda tetap tidak bergerak apabila kapal telah terdaftar. Apabila kapal tersebut belum terdaftar dalam register pendaftaran kapal Indonesia maka kapal laut tersebut dapat dibebankan dengan jaminan fidusia. Sedangkan dalam hal pesawat terbang sebagai jaminan dapat dibebankan dengan hipotik. Khusus mengenai barang tidak bergerak berupa tanah, berdasarkan ketentuan UUPA pada bagian memutuskan mencabut Buku II KUHPerdata sepanjang mengenai bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya telah dicabut, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hipotik yang masih berlaku pada saat mulai berlakunya UUPA. Sesuai perintah Pasal 51 UUPA, pada tahun 1996 lahirlah Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan UUHT, yang diundangkan pada tanggal 09 April 1996 dalam Lembar Negara RI Tahun 1996 Universitas Sumatera Utara 44 Nomor 42 dan Tambahan Lembar Negara RI Nomor 3632, dan diberlakukan mulai tanggal pengundangan tersebut. 78 Dalam UUHT yang diatur adalah hak tanggungan yang objeknya menyangkut masalah tanah saja, hal ini karena berhubungan dengan UUPA yang merupakan dasar hukumnya. Menurut Pasal 51 UUPA yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan adalah Hak Milik HM, Hak Guna Bangunan HGB, Hak Guna Usaha HGU, tersebut diatur dalam Pasal 25, 33 dan 39 UUPA. Kesemuanya yang disebutkan di atas adalah hak atas tanah, hal mana menunjukkan, bahwa pada asasnya yang menjadi objek Hak Tanggungan sesuai dengan objek pengaturan UUPA berdasarkan Pasal 1 sub 2, Pasal 2 sub 1 dan Pasal 5 adalah tanah atau hak atas tanah. Selanjutnya sekalipun tidak dinyatakan secara tegas, tetapi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud di atas adalah hanya hak-hak atas tanah menurut UUPA. Untuk Hak Milik atas tanah adat sesuai dengan Pasal 10 ayat 3 UUHT, sekalipun memakai nama yang sama Hak Milik sebelum hak itu dikonversi menjadi hak atas tanah menurut UUPA tidak bisa dijadikan objek Hak Tanggungan, kecuali dengan penjaminan itu sekaligus diproses konversinya dan didaftarkan. 79 Dalam praktek perbankan, tanah yang bersertifikat seringkali lebih dipilih oleh bank untuk dijadikan jaminan kredit. Bank mendasarkan pada kenyataan bahwa 78 Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kreditnya Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta: Djambatan, 1996, hlm.111. 79 J.Satrio, Op.cit., hlm.178. Universitas Sumatera Utara 45 hak atas tanah yang terdaftar pada daftar umum pada Kantor Pertanahan tersebut lebih mudah untuk dipindahtangankan. Objek-objek Hak Tanggungan adalah: a. Hak Milik; b. Hak Guna Usaha HGU ; c. Hak Guna Bangunan HGB ; d. Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan, meliputi Hak Pakai yang diberikan kepada orang perseorangan atau badan hukum untuk jangka waktu tertentu yang ditetapkan di dalam keputusan pemberiannya; Objek Hak Tanggungan selain yang tersebut diatas, UUHT juga membuka kemungkinan pembebanan Hak Tanggungan atas tanah berikut bangunan dan tanaman yang ada di atasnya, sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 4 ayat 4 UUHT, yaitu : “Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan suatu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.” Dalam penjelasan Pasal 4 ayat 5 UUHT, pemberian kredit dimungkinkan oleh undang-undang tersebut dengan menggunakan jaminan yang bukan menjadi milik debitor, tetapi jaminan milik pihak ketiga : “Sebagai konsekuensi dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 4, pembebanan Hak Tanggungan atas bangunan, tanaman, dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah yang pemiliknya lain daripada pemegang hak atas tanah wajib dilakukan bersamaan dengan pemberian Hak Universitas Sumatera Utara 46 Tanggungan atas tanah yang bersangkutan dan dinyatakan di dalam satu Akta Pemberian Hak Tanggungan, yang ditandatangani bersama oleh pemiliknya dan pemegang hak atas tanahnya atau kuasa mereka, keduanya sebagai pihak pemberi Hak Tanggungan. Yang dimaksud dengan akta otentik dalam ayat ini adalah Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan SKMHT atas benda- benda yang merupakan satu kesatuan dengan tanah untuk dibebani Hak Tanggungan bersama-sama tanah yang bersangkutan.” Menurut Habib Adjie, ada dua syarat yang harus dipenuhi dalam menerapkan Pasal 4 ayat 4 UUHT tersebut, yaitu: 80 a. Bangunan, tanaman, dan hasil karya itu merupakan satu kesatuan dengan tanahnya dan tanah mana dijaminkandengan hak tanggungan. b. Pembebanannya dinyatakan dengan tegas oleh pihak-pihak yang bersangkutan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan APHT atau dengan kata lain jika tidak ditegaskan dalam APHT maka yang dijadikan jaminan atau yang dibebani Hak Tanggungan hanya tanahnya saja. Subjek Hak Tanggungan adalah : a. Pemberi Hak Tanggungan Menurut Pasal 8 ayat 1 UUHT pemberi Hak Tanggungan adalah : 1 Perseorangan atau 2 Badan Hukum Baik perseorangan ataupun badan hukum harus mempunyai kewenangan berwenang untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek-objek Hak Tanggungan yang bersangkutan. Dengan demikian oleh karena objek Hak 80 Habib Adjie, Hak Tanggungan Sebagai Lembaga Jaminan Atas Tanah, Bandung: CV. Mandar Maju, 1999, hlm.6. Universitas Sumatera Utara 47 Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas tanah Negara, maka sejalan dengan ketentuan Pasal 8 UUHT itu yang dapat menjadi pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang dapat mempunyai Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas tanah Negara. Dengan memperhatikan Pasal 8 ayat 2 UUHT, kewenangan tersebut harus sudah ada pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan. Hal ini mengingat bahwa lahirnya Hak Tanggungan adalah pada saat didaftarkannya Hak Tanggungan tersebut dan untuk itu harus dibuktikan keabsahan dari kewenangan tersebut pada saat didaftarkannya Hak Tanggungan yang bersangkutan. 81 b. Pemegang Hak Tanggungan Pemegang Hak Tanggungan adalah : 1 Perseorangan atau, 2 Badan Hukum. Berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang Pasal 9 UUHT, karena Hak Tanggungan sebagai lembaga jaminan hak atas tanah tidak mengandung kewenangan untuk menguasai secara fisik dan menggunakan tanah yang dijadikan jaminan, tanah tetap berada pada penguasaan pemberi Hak Tanggungan kecuali dalam keadaan yang disebut dalam Pasal 11 ayat 2 huruf c UUHT. Dengan demikian yang dapat menjadi pemegang Hak Tanggungan adalah siapapun juga yang berwenang melakukan 81 Sutan Remy Sjadeini, Hak Tanggungan Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok Dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan, Surabaya: Airlangga University Press, 1996, hlm.56. Universitas Sumatera Utara 48 perbuatan perdata untuk memberikan utang, yaitu baik itu orang perorangan Warga Negara Indonesia maupun orang asing atau badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing. Pengikatan jaminan terhadap benda tetap, misalnya tanah, pengikatannya perlu dibebani dengan menggunakan Hak Tanggungan. Jaminan atas tanah tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan tanah milik debitor sendiri atau menggunakan tanah milik pihak ketiga. Penggunaan tanah milik pihak ketiga sebagai jaminan diperbolehkan oleh Undang-Undang Hak Tanggungan, yakni Pasal 4 ayat 5 jo. penjelasan Pasal 4 ayat 5 UUHT. Dalam praktek banyak digunakannya objek jaminan berupa benda tetap didasari pertimbangan besaran kredit maksimal yang dapat dicairkan oleh pihak kreditor, sebagaimana diungkapkan oleh pihak bank Bukopin Cabang Medan : “Penggunaan objek jaminan benda tetap tersebut lebih banyak digunakan debitor sebagai jaminan utangnya dengan pertimbangan besaran maksimal kredit yang bisa dicairkan oleh kreditor. Untuk jaminan benda tetaptanah besaran maksimal pembiayaan adalah sebesar 80 dari taksiran harga jual objek jaminan benda tetaptanah tersebut, sedangkan untuk benda benda bergerak maksimal pembiayaannya sebesar maksimal 75 dari taksiran harga jual”. 82 Pihak bank dalam mencairkan kredit dengan menggunakan benda jaminan milik pihak ketiga, maka pihak ketiga diikut-sertakan dalam menandatangani akta pengakuan utang atau perjanjian kredit dan Akta Pemasangan Hak Tanggungan APHT. Keikutsertaan pihak ketiga dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan tersebut berbeda dengan kedudukan debitor. Di sini pihak ketiga tidak berutang akan 82 Hasil wawancara dengan Dian Oktria, Legal Officer PT. Bank Bukopin Cabang Medan, tanggal 15 Juli 2013 Universitas Sumatera Utara 49 tetapi ia hanya memberikan bendanya untuk menjamin utang dari debitor. Pemberian tambahan benda jaminan untuk memberikan jaminan yang lebih kuat terhadap utang yang diberikan kepada debitor, jika suatu saat debitor melakukan wanprestasi. Pada asasnya pemberian Hak Tanggungan wajib dihadiri dan dilakukan sendiri oleh pemberi Hak Tanggungan dan atau pihak ketiga sebagai pihak yang berwenang melakukan perbuatan hukum membebankan Hak Tanggungan atas objek yang dijadikan jaminan. Hanya apabila benar-benar diperlukan dan berhalangan, kehadirannya untuk memberikan Hak Tanggungan dan menandatangani APHT-nya dapat dikuasakan. Selain itu bisa juga karena benda jaminan tersebut berada di luar daerah kerja PPAT yang ditunjuk. Pada umumnya dalam kegiatan perbankan selalu terdapat adanya kredit macet. Terjadinya kredit macet tersebut merupakan masalah yang sering dihadapi oleh kreditor. Oleh sebab itu, aspek jaminan adalah demikian penting bilamana terjadi kredit macet, maka barang jaminan yang telah diperjanjikan dapat dieksekusi untuk pelunasan pinjaman kredit. Secara teori eksekusi terhadap benda jaminan milik debitor ini harus dilakukan lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya, dasarnya adalah Pasal 1131 KUHPerdata. Berdasarkan ketentuan itu bahwa tanggung jawab pihak ketiga merupakan cadangan dalam hal harta benda jaminan debitor tidak mencukupi untuk melunasi utangnya, atau sama sekali debitor tidak mempunyai harta benda lagi yang dapat disita. Apabila pendapatan lelang sita jaminan atas benda debitor tidak Universitas Sumatera Utara 50 mencukupi untuk melunasi utangnya barulah tiba gilirannya untuk menyita benda jaminan milik pihak ketiga ini Pasal 1132 KUH Perdata. Dalam praktek yang terjadi, eksekusi terhadap benda jaminan milik debitor maupun milik pihak ketiga dilakukan bersama-sama, karena pihak ketiga dengan rela memberikan bendanya untuk menjadi jaminan utang dari debitor tersebut, hal ini dikarenakan dengan bertambahnya utang debitor sedangkan jaminan yang diberikan tidak mencukupi maka diperlukan tambahan jaminan.

C. Latar Belakang Pemanfaatan Objek Jaminan Milik Pihak Ketiga Sebagai Jaminan Utang Debitor

Pertumbuhan dunia usaha, termasuk perkembangan perusahaan secara luas, pada dasarnya sangat membutuhkan terpenuhinya sumber dana atau sumber modal. Padahal pemenuhan sumber modal dimaksud juga sangat dipengaruhi oleh ada atau tidak adanya jaminan terhadap sumber dana itu sendiri. Hal ini dapat difahami, karena modal tersebut bukan milik sendiri, dan harus dikembalikan tepat waktu sesuai dengan perjanjian, oleh karena itu dibutuhkan adanya jaminan terhadap modaldana tersebut. Dengan demikian lembaga jaminan juga merupakan salah satu unsur bagi pengembangan dunia usaha. Dalam menjalankan usaha bisnis untuk mencapai tujuan dari suatu perseroan terbatas, kegiatan pinjam meminjam merupakan kegiatan yang sangat lumrah. Kecenderungan yang ada menunjukkan proporsi perusahaan yang mempergunakan pinjaman yang semakin besar. Bahkan, dapat diketahui semakin lama semakin sedikit perusahaan yang tidak mempergunakan modal dari pihak ketiga atau modal dari luar Universitas Sumatera Utara 51 perusahaan. Salah satu motif utama suatu badan usaha meminjam atau memakai modal dari pihak ketiga adalah keinginan untuk meningkatkan keuntungan yang dapat diraih, baik dilihat dari segi jumlah maupun dari segi waktu. Sedang di lain sisi, salah satu motif utama pihak kreditor atau pemberi pinjaman bersedia memberi pinjaman adalah keinginan untuk memperoleh balas jasa dengan adanya pemberian pinjaman tersebut misalnya bunga. Sejak awal, baik peminjam maupun yang meminjamkan telah menyadari sepenuhnya bahwa kegiatan yang mereka lakukan tersebut mengandung resiko. Bahkan, besarnya resiko yang mungkin timbul menjadi pertimbangan utama dalam penentuan besarnya balas jasa bagi suatu pinjaman. lazimnya, semakin besar resiko kerugian yang mungkin terjadi semakin besar tingkat balas jasa atas suatu pinjaman. Agar dapat mengkalkulasi resiko, biasanya pihak peminjam mengkaji kinerja dari perusahaan pada saat sebelum sampai dengan sesudah dicairkannya pinjaman. Oleh karena itu, para kreditor tidak menjadikan besarnya colateral sebagai satu-satunya bahan pertimbangan sebelum memberi pinjaman, tetapi justru prospek perkembangan perusahaan yang bersangkutan. Dalam praktek bisnis, pertimbangan yang didasarkan atas prospek suatu perusahaan semakin menonjol dan ini terbukti dengan semakin banyaknya perusahaan yang beroperasi dewasa ini mempunyai modal pinjaman yang jauh lebih besar dari jumlah modalnya sendiri. 83 83 Rudhi A. Lontoh,ed., Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit Atau Penundaan Kewajiban Pembayaran utang, Bandung: Alumni, 2001, hlm.203-204. Universitas Sumatera Utara 52 Sebagai pelaku usaha, perseroan terbatas memiliki peranan yang sangat penting untuk mengembangkan sektor perekonomian. Dalam mencari modal tambahan untuk keperluan memenuhi kebutuhan usaha, seringkali perseroan terbatas harus meminjam uang dari kreditor-kreditor, baik dari bank atau lembaga keuangan maupun perseorangan. Dalam praktek di Indonesia dikenal dua bentuk perseroan terbatas, yaitu PT Tertutup dan PT Terbuka. PT Terbuka adalah suatu PT yang sahamnya dijual ke masyarakat luas melalui bursa dalam rangka sebagai cara memupuk modal untuk investasi usaha Perseroan. Dalam ketentuan Pasal 1 ayat 7 jo. ayat 8 Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dirumuskan bahwa Perseroan Terbuka adalah perseroan yang jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu, dan perseroan yang melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Namun demikian pengertian mengenai PT Tertutup tidak dirumuskan. Menurut Rudhi Prasetya, PT Tertutup berarti perseroan yang tidak memenuhi kriteria Pasal 1 ayat 7 jo. ayat 8 UUPT. PT Tertutup ini didirikan dengan tiada maksud menjual sahamnya kepada masyarakat luas, dengan kata lain PT tersebut didirikan tanpa sedikitpun bertujuan untuk menghimpun modal asosiasi modal. Dalam praktek bentuk PT Tertutup ini dikenal dengan sebutan “PT Keluarga”, disebabkan umumnya sahamnya terbatas hanya dimiliki di antara kalangan keluarga saja. 84 84 Rudhi Prasetya, Op.cit., hlm.118. Universitas Sumatera Utara 53 Pemilihan bentuk PT Tertutup dilatar belakangi oleh adanya keinginan yang sekedar mengambil manfaat atas karakteristik PT, seperti misalnya kedudukan yang mandiri dan pertanggung jawaban terbatas. Kedudukan mandiri berarti bahwa PT dalam hukum dipandang berdiri sendiri otonom terlepas dari orang perorangan yang berada dalam PT tersebut. Segala perbuatan yang dilakukan dalam rangka kerja sama dalam PT itu oleh hukum dipandang semata-mata sebagai perbuatan badan itu sendiri. Pertanggung jawaban terbatas diartikan bahwa apabila terjadi utang atau kerugian-kerugian maka utang itu akan semata-mata dibayar secukupnya dari harta kekayaan yang tersedia dalam PT. Sebaliknya, mereka yang menanamkan modalnya dalam PT secara pasti tidak akan memikul kerugian utang itu lebih dari bagian harta kekayaannya yang tertanam dalam PT. 85 Dari sifat dan karakteristik kemandirian serta tanggung jawab terbatas dari PT itulah yang menyebabkan banyak pelaku usaha yang memilih bentuk usaha PT dengan tujuan sekedar demi mengambil manfaat atas karakteristik PT tersebut. Dalam praktek masih banyak dijumpai PT yang sahamnya dimiliki oleh satu orang, baik karena pada saat pendiriannya pemegang saham terdiri dari beberapa orang kemudian dalam perjalanannya kemudian sahamnya beralih menjadi hanya berada di tangan satu orang, atau karena sejak awal pada waktu pendiriannya sudah direncanakan dan merupakan tujuan bahwa sahamnya akan dimiliki hanya oleh satu orang saja. Oleh karena dalam persyaratan pendirian PT diwajibkan didirikan minimal oleh dua orang Pasal 7 ayat 1 UUPT, maka keberadaan para pemegang 85 Ibid., hlm.12. Universitas Sumatera Utara 54 saham lainnya hanya sekedar untuk memenuhi syarat formal saja. PT yang demikian ini sesungguhnya secara material merupakan usaha perorangan one man business. 86 Konsekuensi dari bermunculannya badan usaha PT yang sebenarnya merupakan usaha perseorangan ini, menimbulkan banyaknya harta pribadi dari pemegang saham yang dianggap sebagai asset dari PT, tanpa adanya upaya formal untuk menegaskan status dari harta kekayaan yang dimasukkan sebagai asset PT tersebut, misalnya apabila asset tersebut berupa hak atas tanah yaitu dengan cara membalik namakannya ke atas nama PT, karena dianggap bahwa asset pemegang saham juga adalah asset PT. Selain itu karena apabila asset tersebut berbentuk hak atas tanah dengan Hak Milik kemudian akan dibalik nama ke atas nama PT akan menimbulkan konsekuensi penurunan status hak atas tanah tersebut, karena badan hukum berbentuk PT tidak dapat memiliki Hak Milik namun dapat memiliki hak atan tanah dengan Hak Guna Bangunan atau Hak Guna Usaha Pasal 30 jo. Pasal 36 UUPA, dimana penurunan hak tersebut terkait dengan jangka waktu berlakunya, seperti penurunan Hak Milik tanpa jangka waktu menjadi Hak Guna Bangunan jangka waktunya maksimal 30 tahun atau Hak Guna Usaha jangka waktunya maksimal 35 tahun. 87 Oleh sebab itu dalam praktek perbankan sudah lazim debitor yang berbentuk badan hukum PT menggunakan objek jaminan milik organ perseroan atau milik pihak ketiga lainnya sebagai jaminan utang. Masalah timbul ketika perseroan terbatas 86 Ibid., hlm.124. 87 Mhd. Yamin Lubis, dan Abd. Rahim Lubis, Op.cit., hlm.302. Universitas Sumatera Utara 55 tersebut dipailitkan. Namun demikian berdasarkan teori tanggung jawab hukum, maka pihak ketiga pemilik objek jaminan tidak dapat menolak harta kekayaannya yang dijadikan objek jaminan utang perseroan terbatas untuk dimasukkan dalam boedel pailit dan dijual lelang dalam upaya penyelesaian utang perseroan terbatas. Karena itu dalam proses pemberesan harta pailit, kurator bukan hanya memasukkan harta kekayaan milik perseroan terbatas, tetapi juga harta kekayaan milik pihak ketiga ke dalam harta boedel pailit, dengan alasan adanya Surat Pernyataan bahwa harta kekayaan tersebut adalah milik perseroan terbatas yang belum dibalik nama ke atas nama perseroan terbatas. Dalam hal ini PT. Bukopin Tbk merasa keberatan karena aset milik pihak ketiga tersebut menjadi jaminan di PT. Bukopin Tbk Cabang Medan. 88 Pemasukkan benda jaminan milik pihak ketiga ke dalam harta boedel pailit bertentangan dengan teori dan ajaran badan hukum perseroan terbatas yang secara tegas memisahkan harta yang dimiliki sendiri dan dipisahkan dari kekayaan para pemilik dan pengurus perseroan. Benda jaminan milik pihak ketiga dimasukkan ke dalam harta boedel pailit oleh kurator didasarkan pada surat pernyataan sepihak dari para pengurus perseroan terbatas dan laporan keuangan perseroan terbatas. Akibat hukum benda jaminan milik pihak ketiga dimasukkan ke dalam harta boedel pailit yaitu kreditor separatis dan kreditor konkuren kehilangan hak untuk mendapatkan pelunasan piutangnya, terutama bagi kreditor separatis PT. Bank Bukopin Tbk kehilangan hak preferen 88 Hasil wawancara dengan Dian Oktria, Legal Officer PT. Bank Bukopin Cabang Medan, tanggal 15 Juli 2013 Universitas Sumatera Utara 56 atas benda jaminan pihak ketiga dengan adanya lembaga penangguhanstay dalam kepailitan, yang mengatur bahwa : “Hak untuk mengeksekusi hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan ditangguhkan pelaksanaannya selama 90 hari sejak putusan pernyataan pailit diucapkan selanjutnya apabila masa penangguhan tersebut berakhir maka kreditor hanya diberikan waktu selama 2 bulan untuk melaksanakan haknya yang dalam praktek seringkali tidak dapat dilaksanakan, bagi debitor ada kelebihan sisa atas hasil penjualan benda-benda jaminan milik pihak ketiga sehingga membantu pelunasan utangnya kepada kreditor konkuren, bagi pihak ketiga kehilangan haknya untuk menguasai dan mengalihkan benda jaminan miliknya kepada pihak lain dan dengan kelebihan sisa hasil penjualan benda jaminan maka kembali kepada perseroan terbatas.” 89 Dalam prakteknya, penggunaan jaminan milik pihak ketiga seringkali digunakan dalam hubungan utang piutang antara bank dengan debitor yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas, dan pihak bank sama sekali tidak keberatan dengan hal itu, dengan syarat : “Adanya pernyataan dari pihak perseroan terbatas bahwa jaminan pihak ketiga tersebut sebenarnya adalah asset perseroan terbatas namun belum dibalik nama ke atas nama perseroan. Selain itu ada bukti lain berupa pemasukan aset jaminan pihak ketiga tersebut kedalam neraca perseroan terbatas, sehingga dengan demikian asset tersebut termasuk dalam penyertaan modal perseroan.” 90 Pihak perseroan terbatas juga menjamin kreditor bahwa penjamin berhak penuh untuk membuat dan melaksanakan jaminan yang dimuat dalam akta pengikatan jaminan dan jaminan ini merupakan kewajiban yang sah dan mengikat diri penjamin dan bahwa tidak ada perkara atau perkara administrasi dihadapan Pengadilan yang sekarang berjalan atau hal-hal yang menurut penjamin mengancam 89 Hasil wawancara dengan Dian Oktria, Legal Officer PT. Bank Bukopin Cabang Medan, tanggal 15 Juli 2013 90 Hasil wawancara dengan Dian Oktria, Legal Officer PT. Bank Bukopin Cabang Medan, tanggal 15 Juli 2013 Universitas Sumatera Utara 57 kekayaan penjamin yang dapat mempengaruhi keadaan harta kekayaan penjamin, selain itu penjamin mengikat dirinya sendiri dengan segenap harta bendanya untuk bertanggung jawab sepenuhnya membayar seluruh utang pokok atau sisa utang pokok apabila telah diangsur, bunga-bunga, denda-denda dan segala biaya-biaya lainnya yang dibebankan oleh kreditor kepada debitor tersebut, sebagai utang penjamin sendiri. Universitas Sumatera Utara 58

BAB III PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH DARI PERSEROAN TERBATAS

PAILIT YANG OBJEK JAMINANNYA MILIK PIHAK KETIGA

A. Penyelesaian Kredit Bermasalah Melalui Restrukturisasi Utang 1. Pengertian Kredit Bermasalah

Kredit bermasalah seringkali dipersamakan dengan kredit macet, padahal keduanya memiliki pengertian yang berbeda. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kolektibilitas macet ditambah dengan kredit-kredit yang memiliki kolektibilitas diragukan yang mempunyai potensi untuk menjadi macet. 91 Selanjutnya mengenai kriteria kolektibilitas kredit lancar apabila kredit tidak terdapat tunggakan, baik angsuran pokok maupun bunga, atau terdapat tunggakan angsuran pokok ataupun tunggakan bunga tetapi belum melampaui 1 bulan bagi kredit yang masa angsurannya 1 bulan, atau belum melampaui 3 bulan bagi kredit yang masa angsurannya 2 bulan sampai 3 bulan, atau belum melampaui 6 bulan bagi kredit yang masa angsurannya 4 bulanan atau lebih. 92 Kriteria kolektibilitas kredit kurang lancar apabila terdapat tunggakan angsuran pokok yang melampaui 1 bulan dan belum melampaui 2 bulan bagi kredit dengan masa angsuran kurang dari 1 bulan, atau melampaui 3 bulan dan belum melampaui 6 bulan bagi kredit yang masa angsurannya 2 bulanan atau 3 bulanan, atau melampaui 6 bulan dan belum melampaui 12 bulan bagi kredit yang masa 91 H.R. Daeng Naja, Op.cit., hlm.329. 92 Ibid., hlm.304. Universitas Sumatera Utara 59 angsurannya 6 bulanan atau lebih, terdapat tunggakan bunga yang melampaui 3 bulan bagi kredit yang masa angsurannya kurang dari 1 bulan, atau melampaui 3 bulan dan belum melampaui 6 bulan bagi kredit yang masa angsurannya lebih dari 1 bulan. 93 Kriteria kolektibilitas kredit diragukan apabila kredit tidak tidak memenuhi kriteria kredit lancar dan kurang lancar, yang berdasarkan penilaian dapat disimpulkan bahwa kredit masih bisa diselamatkan dan agunannya bernilai sekurang- kurangnya 75 dari utang peminjam termasuk bunganya, atau kredit tidak dapat diselamatkan, tetapi agunannya masih bernilai sekurang-kurangnya 100 dari utang peminjam. 94 Sedangkan kriteria kolektibilitas kredit macet, apabila tidak memenuhi kriteria kredit lancar, kurang lancar, dan diragukan, atau memenuhi kriteria diragukan tetapi dalam jangka waktu 21 bulan sejak digolongkan sebagai kredit diragukan belum ada pelunasan atau usaha penyelamatan kredit. 95 Ekonomi suatu negara seharusnya merupakan suatu paduan yang efisien dan saling mendukung diantara kegiatan-kegiatan sektor riil. Saat ini dapat dikatakan bahwa penyediaan berbagai jasa keuangan perbankan merupakan sektor yang strictly well regulated. Hal ini terjadi karena perbankan menyangkut kepentingan jumlah orang banyak. Situasi di Indonesia adalah suatu hal yang cukup memberi gambaran bahwa perbankan merupakan sektor yang sangat diatur. Meskipun 93 Ibid., hlm.304-305. 94 Ibid., hlm.305. 95 Ibid. Universitas Sumatera Utara 60 perbankan merupakan sektor yang strictly well regulated, tetapi kredit macet masih dapat terjadi diantaranya disebabkan karena : 96 a. Kesalahan appraisal; b. Membiayai proyek dari pemilik terafiliasi; c. Membiayai proyek yang direkomendasi oleh kekuatan tertentu; d. Dampak makro ekonomi unforecasted variable; e. Kenakalan nasabah. Sedangkan Siswanto Sutojo mengatakan bahwa kredit bermasalah dapat timbul selain karena sebab-sebab dari pihak kreditor, sebagian besar kredit bermasalah timbul karena hal-hal yang terjadi pada pihak debitor, antara lain : 97 a. Menurunnya kondisi usaha bisnis perusahaan yang disebabkan merosotnya kondisi ekonomi umum dan atau bidang usaha dimana mereka beroperasi. b. Adanya salah urus dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan, atau karena kurang berpengalaman dalam bidang usaha yang mereka tangani. c. Problem keluarga, misalnya perceraian, kematian, sakit yang berkepanjangan, atau pemborosan dana oleh salah satu atau beberapa orang anggota keluarga debitor. d. Kegagalan debitor pada bidang usaha atau perusahaan mereka yang lain. e. Kesulitan likuiditas keuangan yang serius. 96 H. Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, Yogyakarta: Andi Offset, 2000, hlm.121. 97 Siswanto Sutojo, The Management of Commercial Bank, Jakarta: Damar Mulia Pustaka, 2007, hlm.171-172. Universitas Sumatera Utara 61 f. Munculnya kejadian di luar kekuasaan debitor, misalnya perang dan bencana alam. g. Watak buruk debitor yang dari semula memang telah merencanakan untuk tidak akan mengembalikan kredit. Sebagian besar kredit bermasalah tidak muncul secara tiba-tiba. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya kasus kredit bermasalah merupakan satu proses, yang diibaratkan api dalam sekam. Banyak gejala tidak menguntungkan yang menjurus kepada kasus kredit bermasalah, sebenarnya telah bermunculan jauh sebelum kasus itu sendiri timbul di permukaan. Bilamana gejala tersebut dapat dideteksi dengan tepat dan ditangani secara professional sedini mungkin, ada harapan kredit yang bersangkutan dapat dicegah. Sebaliknya bilamana api yang membara dalam sekam itu tidak dideteksi atau dibiarkan saja, transaksi kredit akan berakhir dengan bencana, terutama bagi pihak kreditor. Gejala-gejala yang muncul sebagai tanda akan terjadinya kredit bermasalah adalah : 98 a. Penyimpangan dari berbagai ketentuan dalam perjanjian kredit; b. Penurunan kondisi keuangan perusahaan; c. Frekuensi pergantian pimpinan dan tenaga inti; d. Penyajian bahan masukan secara tidak benar; e. Menurunnya sikap kooperatif debitor; f. Penurunan nilai jaminan yang disediakan; g. Problem keuangan atau pribadi. 98 Ibid., hlm.173. Universitas Sumatera Utara 62

2. Penyelesaian Kredit Bermasalah Melalui Restrukturisasi Utang

Langkah pertama yang harus segera diambil setelah bank mendeteksi adanya gejala kredit bermasalah adalah menentukan seberapa besar masalah yang sedang dihadapi debitor. Hal itu diperlukan karena cara penanganan selanjutnya akan dipengaruhi oleh tingkat besar kecilnya masalah tadi. Selain ditentukan oleh besar kecilnya masalah yang dihadapi oleh debitor, cara bank menangani kredit bermasalah juga dipengaruhi oleh : 99 a. Jumlah dana milik debitor yang diharapkan dapat dipergunakan untuk mengembalikan kredit, b. Jumlah kredit yang dipinjam debitor dari kreditor lain, c. Status dan nilai jaminan yang telah terikat, maupun d. Sikap debitor dalam menghadapi bank. Dalam menyelesaikan kredit bermasalah menurut Siswanto Sutojo dapat dilakukan melalui : 100 a. Organisasi intern bank. Yang menjadi pertimbangan bank membentuk tim khusus untuk menangani kredit bermasalah adalah sebagai berikut : 1 Waktu yang dibutuhkan untuk menangani kredit bermasalah, dalam menangani kredit bermasalah biasanya diperlukan proses dan waktu yang lama, apabila penanganan kredit bermasalah tersebut dilakukan oleh organisasi intern bank 99 Ibid., hlm.178. 100 Ibid., hlm.181. Universitas Sumatera Utara 63 akan lebih efisien baik dari segi biaya yang harus dikeluarkan maupun dari segi jangka waktunya penyelesaiannya. 2 Obyektifitas penanganan, dengan penanganan kredit bermasalah oleh organisasi intern bank sendiri diharapkan penyelesaian kredit bermasalah akan lebih fokus dan objektif sesuai kondisi sesungguhnya mengenai prospek usaha, kondisi keuangan, dan kemampuan membayar dari debitor yang akhirnya akan menentukan tindakan yang akan dilakukan oleh pihak bank selanjutnya. 3 Pengalaman dan keahlian yang diperlukan, jumlah saldo kredit tertunggak dan tingkat beratnya masalah yang dihadapi. Dalam menyelesaikan kredit bermasalah agar tidak berlarut-larut serta menimbulkan kerugian lebih besar bagi bank, diperlukan penanganan oleh organisasi intern bank yang sesuai dengan pengalaman dan keahlian dalam menangani kredit bermasalah. Apabila upaya penanganan kredit bermasalah ini tidak membuahkan hasil karena rasio saldo kredit tertunggak terhadap modal debitor sangat tinggi, dan usaha debitor tidak lagi dapat diandalkan untuk memenuhi kewajiban debitor, maka akan dilakukan upaya lain melalui proses litigasi. b. Penanganan kredit bermasalah melalui proses pengadilan dan di luar proses pengadilan. Bank menangani penyelesaian kredit bermasalah melalui proses pengadilan dilakukan antara lain bilamana bank mendapat bukti ada unsur penipuan atau kesengajaan di pihak debitor, atau apabila proses penyelesaian di luar pengadilan tidak membawa hasil seperti yang diharapkan. Sedangkan penanganan penyelesaian Universitas Sumatera Utara 64 kredit bermasalah di luar proses pengadilan dilakukan bank apabila mereka masih mempunyai harapan dalam satu masa tertentu dengan bimbingan bank debitor mampu mengumpulkan dana untuk melunasi kredit dan bunga tertunggak. Adapun yang lazim dilakukan bank adalah melalui : 101 1 Penjadwalan kembali pembayaran kredit rescheduling; Jangka waktu perpanjangan masa pembayaran kembali kredit tidak boleh terlalu lama. Apabila bank merasa perlu mengadakan perpanjangan masa pembayaran kembali yang kedua dan seterusnya yang disertai syarat perjanjian lebih ketat, hal tersebut hanya dapat diberikan apabila bank yakin bahwa kondisi keuangan debitor telah menjadi lebih baik dari masa sebelumnya. 2 Peninjauan kembali isi perjanjian kredit reconditioning; Baik sebagian maupun seluruhnya dilakukan seiring dengan keputusan bank menjadwalkan kembali pembayaran kredit. Tujuan utama dari peninjauan kembali isi perjanjian kredit adalah memperkuat kedudukan bank dalam ikatan perjanjian dengan debitor. Isi perjanjian yang dapat ditinjau kembali adalah : a Jumlah angsuran, b Jadwal pembayaran angsuran, c Affirmative covenants, yang memuat kesanggupan pihak pimpinan perusahaan melakukan sesuatu hal demi kepentingan kreditor. Hal-hal yang biasa dimasukan dalam affirmative covenants antara lain adalah kesanggupan perusahaan debitor untuk menyerahkan daftar keuangan perusahaan, sesuai dengan jadwal yang 101 Ibid., hlm.183. Universitas Sumatera Utara 65 ditentukan, kewajiban perusahaan debitor untuk memelihara tingkat likuiditas keuangan, kesanggupan perusahaan debitor untuk melaporkan perubahan susunan atau personalia Dewan Komisaris dan atau Dewan Direksi. d Negative covenants, yang memuat kesanggupan debitor untuk tidak melakukan sesuatu hal selama masa perjanjian kredit, kecuali bilamana memberitahukan dan mendapat persetujuan dari kreditor terlebih dahulu. e Restrictive clauses, Isi restrictive clauses hampir sama dengan negative covenants yaitu mewajibkan debitor selama masa berlakunya perjanjian kredit, tidak melakukan tindakan tertentu, perbedaannya hanya terletak pada tingkat pembatasannya. Pada negative convenants kesanggupan debitor bersifat mutlak, yaitu tidak boleh melakukan sesuatu hal tanpa persetujuan kreditor terlebih dahulu. Sedangkan pada restrictive clauses debitor masih diperkenankan melakukan sesuatu yang dilarang dalam negative covenants tetapi dalam batas- batas tertentu. Sebagai contoh, debitor diperkenankan membagikan deviden maksimal sebesar satu jumlah prosentase tertentu dari laba sesudah pajak. f Event of defaults, yang dimaksud Event of defaults adalah hal-hal yang bilamana terjadi atau syarat tertentu yang bilamana tidak dipenuhi, menyebabkan debitornya dinyatakan tidak memenuhi janji, sehingga secara otomatis bank dapat menyatakan bahwa perjajian kredit batal. Akibatnya debitor wajib secepatnya membayar kembali saldo kredit yang masih terutang. Klausula ini diadakan dengan tujuan melindungi bank dari bahaya terseret pada persoalan kredit bermasalah secara berlarut-larut. Universitas Sumatera Utara 66 3 Penataan kembali reorganization and recapitalization; Upaya penataan kembali struktur kepemilikan, organisasi, dan operasi bisnis perusahaan debitor secara profesional dapat menyehatkan operasi bisnis debitor. Dalam rangka penataan kembali operasi bisnis dan memperkuat kondisi keuangan perusahaan debitor, diperlukan rekapitalisasi yang dapat berbentuk upaya memasukkan modal saham baru atau mengkonversi saldo kredit berikut bunga tertunggak menjadi saham. c. Penanganan kredit bermasalah dengan jalan penagihan; Selain dengan cara-cara seperti di atas, bank juga dapat melakukan penyelesaian kredit bermasalah dengan cara melakukan penagihan. Penagihan dapat dilakukan baik oleh pihak bank sendiri maupun melalui jasa pihak ketiga. Untuk melakukan penagihan, bank harus mengirimkan surat tagihan resmi kepada debitor yang didalamnya mencantumkan batas waktu terakhir pelunasan tunggakan kredit. d. Penyelesaian kredit macet melalui PUPN dan BUPLN Sekarang KPKNL; Jika kredit bermasalah sudah dapat digolongkan sebagai kredit macet, maka untuk bank-bank milik negara di Indonesia harus menyerahkan penyelesaian kredit macetnya kepada Panitia Urusan Piutang Negara PUPN dan Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara BUPLN. Sekarang Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang KPKNL. 102 102 Landasan hukum dalam mengurus piutang Negara adalah Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1976 tentang Panitia Urusan Piutang Negara dan BUPN, dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 61KMK.082002 tentang Panitia Urusan Piutang Negara. Universitas Sumatera Utara 67 Sedangkan Muhamad Djumhana, mengemukakan bahwa penyelesaian kredit bermasalah secara administrasi perkreditan dapat dilakukan melalui: 103 a. Penjadwalan kembali rescheduling, b. Pensyaratan kembali reconditioning, dan c. Penataan kembali restructuring sebelum dilakukan penyelesaian melalui lembaga yang lebih bersifat yudisial. Penyelesaian kredit bermasalah menurut Johannes Ibrahim dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : 104 a. Pengimpasan Pinjaman set off. Mark B. Hapgood memberikan pengertian pengimpasan pinjaman sebagai: “Prosedur dimana sebuah tuntutan dan utang atau ganti rugi diajukan dengan jalan membebaskan sebuah tuntutan utang atau ganti rugi lainnya”. Pengimpasan pinjaman di dalam perjanjian kredit bank dirumuskan baik secara tersurat ataupun tersirat, yang tercantum dalam sejumlah fasilitas kredit. Pengimpasan pinjaman dikenal pula dengan pengertian kompensasi diatur dalam Pasal 1425 sampai dengan Pasal 1435 KUHPerdata. Pengimpasan pinjaman merupakan perjumpaan utang antara dua pihak yang masing-masing bertindak sebagai kreditor dan debitor, dan dalam statusnya masing-masing mempunyai kewajiban silang di mana kewajiban tersebut sudah jatuh tempo dan dapat dibayarkan, dihapuskan karena bekerjanya hukum baik dengan sendirinya atau setelah diajukan pemberitahuan dari satu pihak kepada pihak yang 103 Muhamad Djumhana, Op.cit., hlm.430. 104 Johannes Ibrahim, Op.cit., hlm.118. Universitas Sumatera Utara 68 lain. Setiap pengimpasan pinjaman hanya dapat menghasilkan satu atau dua solusi, pertama, semua kewajiban kedua belah pihak hapus, kedua, semua kewajiban salah satu pihak hapus dengan meninggalkan saldo yang harus dibayar oleh pihak yang lain. b. Akta Penyelesaian Pinjaman. Penyelesaian kredit bermasalah dapat juga dilakukan melalui pembuatan akta penyelesaian utang-piutang, yaitu dengan dibuatnya suatu perjanjan baru mengenai penyelesaian utang. Konsep penyelesaian utang melalui pembuatan perjanjian kredit baru ini dikembalikan kepada kehendak kedua belah pihak untuk menutup perjanjian. Penyelesaian kredit menggunakan lembaga kepailitan melalui Pengadilan Niaga ditempuh apabila upaya penyelamatan kredit melalui restrukturisasi atau penyelesaian secara damai sudah diupayakan secara maksimal tetapi belum memberikan hasil yang positif atau debitor tidak menunjukkan itikad baik. Dalam praktek perbankan di PT. Bank Bukopin Tbk, terhadap debitor yang dipandang masih mempunyai prospek usaha dan itikad baik dalam menyelesaikan kewajibannya, penyelamatan kredit dapat dilakukan dengan cara : 105 a. Rescheduling penjadwalan kembali; Adalah upaya penyelamatan kredit dengan melakukan perubahan syarat- syarat kredit berkenaan dengan jadwal pembayaran kembali atau jangka waktu pelunasan termasuk jumlah setoran pelunasan danatau pembayaran bunga kredit. 105 Hasil wawancara dengan Dian Oktria, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk Cabang Medan, tanggal 15 Juli 2013 Universitas Sumatera Utara 69 Dasar pertimbangan bagi pihak PT. Bank Bukopin Tbk melakukan rescheduling adalah masih adanya keyakinan dari pihak PT. Bank Bukopin Tbk bahwa debitor hanya mengalami kesulitan likuiditas sementara, debitor masih kooperatif serta masih beritikad baik dan masih memiliki prospek usaha. Bentuk rescheduling yang dilakukan oleh PT. Bank Bukopin Tbk kepada debitor adalah perpanjangan jangka waktu pelunasan hutang. Rescheduling ini dilakukan oleh PT. Bank Bukopin Tbk kepada debitor selama jangka waktu 12 dua belas bulan. Apabila rescheduling ini belum memberikan hasil, maka PT. Bank Bukopin Tbk melakukan tindakan selanjutnya, yaitu reconditioning. b. Reconditioning persyaratan kembali Adalah tindakan penyelamatan kredit dengan cara melakukan perubahan atas sebagian atau seluruh syarat yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran angsuran danatau jangka waktu kredit saja, namun perubahan tersebut tanpa memberikan tambahan kredit atau perubahan maksimum saldo kredit. Tindakan reconditioning ini diberikan oleh PT. Bank Bukopin Tbk kepada debitor yang dianggap masih mempunyai itikad baik untuk melunasi kewajibannya. Tindakan ini dilakukan oleh PT. Bank Bukopin Tbk karena debitor mengalami kekurangan modal kerja dan jaminan yang dikuasai PT. Bank Bukopin Tbk cukup untuk mengcover utang kreditnya. Pada saat pelaksanaan reconditioning ini, kolektibilitas kredit menjadi diragukan dan mengarah pada kolektibilitas macet. Oleh karena itu bentuk reconditioning yang dilakukan oleh PT. Bank Bukopin Tbk kepada Universitas Sumatera Utara 70 debitor adalah memberikan keringanan tunggakan bunga kepada debitor dengan nilai yang menurut pertimbangan dan perhitungan pihak PT. Bank Bukopin Tbk merupakan yang paling menguntungkan baginya. Reconditioning ini dilakukan oleh PT. Bank Bukopin Tbk kepada debitor selama jangka waktu 12 dua belas bulan. Rescheduling dan Reconditioning atas suatu kredit merupakan tindakan yang dilakukan PT. Bank Bukopin Tbk dalam upaya memperbaiki posisi kredit dan keadaan keuangan debitor yang menuju ke arah macet dengan jalan mendudukkan kembali kredit tersebut dengan persyaratan-persyaratan baru yang lebih disesuaikan dengan kondisi debitor tanpa mengurangi keamanan posisi PT. Bank Bukopin Tbk. Tujuan yang ingin dicapai dengan pelaksanaan rescheduling dan reconditioning ini adalah : 1 Memperbaiki keadaan kredit debitor yang menuju ke arah macet sehingga aktif kembali dan dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya, tanpa harus mengeksekusi obyek jaminan untuk penyelesaian kreditnya. 2 Perbaikan pinjaman, yang berarti mencari upaya yang dapat menyehatkan keuangan debitor sehingga memungkinkan terdapatnya sumber-sumber baru bagi pengembalian kredit disamping memberikan kesempatan kepada debitor untuk kembali berusaha secara aktif. 3 Membina debitor dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan kedua belah pihak. 4 Apabila reconditioning ini belum memberikan hasil juga, maka PT. Bank Bukopin Tbk melakukan tindakan selanjutnya, yaitu restructuring. Universitas Sumatera Utara 71 c. Restructuring penataan kembali; Adalah tindakan penyelamatan dengan melakukan perubahan persyaratan- persyaratan perjanjian kredit berupa pemberian tambahan kredit atau melakukan perubahan atas sebagian atau seluruh tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru. Dasar pertimbangan bagi pihak PT. Bank Bukopin Tbk melakukan restructuring adalah masih adanya keyakinan dari pihak PT. Bank Bukopin Tbk bahwa debitor masih mempunyai itikad baik, prospek usaha debitor masih bisa berjalan baik, debitor mengalami kesulitan keuangan dan beban bunga yang diberikan terlalu berat. Bentuk restructuring yang dilakukan oleh PT. Bank Bukopin Tbk kepada debitor adalah perubahan tingkat suku bunga dan perhitungannya. Faktor-faktor yang mendukung untuk dapat dilaksanakannya restructuring adalah dalam hal usaha debitor masih baik, sarana produksi masih baik, pengelolaan usaha ada pada tingkat professional dan hal ini merupakan faktor penentu debitor bahwa dapat meningkatkan kemampuan debitor untuk membayar kembali kredit yang diterimanya. Tindakan restructuring ditempuh karena pembiayaan terhadap obyek kredit melebihi kemampuan debitor over financing dan obyek jaminan hak tanggungan yang dikuasai PT. Bank Bukopin Tbk masih dapat mengcover hal tersebut. Restructuring ini dilakukan oleh PT. Bank Bukopin Tbk kepada debitor selama jangka waktu 12 dua belas bulan. Universitas Sumatera Utara 72

B. Penyelesaian Kredit Bermasalah Melalui Lembaga Kepailitan 1. Pengertian dan Syarat-Syarat Pailit

Pailit adalah suatu keadaan, dimana seorang debitor tidak mempunyai kemampuan lagi untuk melakukan pembayaran atas utang-utangnya kepada kreditor, dan pernyataan pailit atas debitor tersebut harus dimintakan pada pengadilan. Pengertian kepailitan yang diberikan oleh undang-undang, tercantum dalam ketentuan Pasal 1 UU Kepailitan, yaitu: “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.” Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan financial distress dan usaha debitor yang telah mengalami kemunduran. Sedangkan kepailitan merupakan putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitor pailit, baik yang telah ada maupun yang akan ada di kemudian hari. Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas dengan tujuan utama menggunakan hasil penjualan harta kekayaan tersebut untuk membayar seluruh utang debitor pailit tersebut secara proporsional prorate parte dan sesuai dengan struktur kreditor. 106 Kepailitan merupakan suatu jalan keluar yang bersifat komersial untuk keluar dari persoalan utang piutang yang menghimpit seorang debitor, dimana debitor 106 M. Hadi Shubhan, Op.cit., hlm.1. Universitas Sumatera Utara 73 tersebut sudah tidak mempunyai kemampuan lagi untuk membayar utang-utang tersebut kepada para kreditornya. Sehingga, bila keadaan ketidakmampuan untuk membayar kewajiban yang telah jatuh tempo tersebut disadari oleh debitor, maka langkah untuk mengajukan permohonan penetapan status pailit terhadap dirinya voluntary petition for self bankruptcy menjadi suatu langkah yang memungkinkan, atau penetapan status pailit oleh pengadilan terhadap debitor tersebut bila kemudian ditemukan bukti bahwa debitor tersebut memang telah tidak mampu lagi membayar utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih involuntary petition for bankruptcy. 107 Lembaga kepailitan ini diharapkan berfungsi sebagai lembaga alternatif untuk penyelesaian kewajiban-kewajiban debitor terhadap kreditor secara lebih efektif, efisien, dan proporsional. Kepailitan adalah merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari prinsip paritas creditorium dan prinsip pari passu prorate parte dalam rezim hukum harta kekayaan vermogensrechts. Prinsip paritas creditorium berarti bahwa semua kekayaan debitor baik yang berupa barang bergerak ataupun barang tidak bergerak maupun harta yang sekarang telah dipunyai debitor dan barang-barang di kemudian hari akan dimiliki debitur terikat kepada penyelesaian kewajiban debitor. 108 Sedangkan prinsip pari passu prorate parte berarti bahwa harta kekayaan tersebut merupakan jaminan bersama untuk para kreditor dan hasilnya harus dibagikan secara proporsional antara mereka, kecuali apabila antara para kreditor itu ada yang menurut 107 Ricardo Simanjuntak, Esensi Pembuktian Sederhana, Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2005, hlm.55-56. 108 Kartini Mulyadi, dalam Rudhi A. Lontoh, Op.cit., hlm.168. Universitas Sumatera Utara 74 Undang-undang harus didahulukan dalam menerima pembayaran tagihannya. 109 Permohonan pailit terhadap debitor yang memenuhi syarat, sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat 1 UU Kepailitan, yang menyatakan bahwa ”Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih dari kreditornya.” Dengan memenuhi syarat yang ditentukan di atas, maka permohonan pailit atas debitor tersebut, dapat diajukan oleh satu atau lebih kreditornya ke Pengadilan Niaga, yang merupakan badan peradilan yang berwenang untuk memproses, memeriksa dan mengadili perkara kepailitan. Apabila permohonan pailit tersebut dikabulkan maka Pengadilan Niaga akan mengeluarkan putusan yang menyatakan debitor tersebut dalam keadaan pailit.

2. Prosedur Permohonan Pailit