Ketentuan Mengenai Perjanjian Kredit 1.

26

BAB II PENGGUNAAN OBJEK JAMINAN MILIK PIHAK KETIGA SEBAGAI

JAMINAN UTANG DEBITOR

A. Ketentuan Mengenai Perjanjian Kredit 1.

Syarat Sah Perjanjian Kredit Perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih yang masing-masing berjanji akan mentaati apa yang tersebut di persetujuan itu. 48 Perjanjian menurut Subekti adalah “suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”. 49 Perjanjian diatur dalam Buku III KUHPerdata yang mengatur tentang perikatan. Yang dimaksud dengan perikatan dalam Buku III KUHPerdata, adalah “suatu perhubungan hukum mengenai kekayaan harta benda antara dua orang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut”. Perikatan memiliki arti yang lebih luas dari perjanjian, sebab dalam Buku III KUHPerdata tersebut juga diatur perihal hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu persetujuan atau perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang melanggar hukum onrechtmatige daad dan perihal perikatan 48 W.J.S. Poerdwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1991, hlm.402. 49 Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: PT. Interasa, 1990, hlm.1. Universitas Sumatera Utara 27 yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan zaakwaarneming. 50 Mengenai syarat sah perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPerdata adalah: 51 a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; Dimaksudkan bahwa kedua subjek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat atau setuju mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan. Kedua belah pihak dalam suatu perjanjian harus mempunyai kemauan yang bebas untuk mengikatkan diri dan kemauan tersebut harus dinyatakan, baik secara tegas dengan mengucapkan kata atau tertulis, maupun secara diam-diam dengan suatu sikap atau dengan isyarat. Kemauan yang bebas sebagai syarat pertama suatu perjanjian yang sah tersebut dianggap tidak ada dan karenanya kesepakatan itu tidak sah mengikat apabila perjanjian tersebut terjadi oleh karena adanya unsur paksaan dwang, kekhilafan dwaling, atau penipuan bedrog. b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian; Dalam dunia hukum, kecakapan atau cakap hukum untuk membuat perjanjian terkait dengan subjek hukum. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum pada umumnya diukur dari suatu standar, yaitu untuk manusia natuurlijke persoon diukur dari standar usia kedewasaan meerderjarig, sedangkan untuk badan hukum recht persoon diukur dari aspek kewenangan bevoegheid. Dalam ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan tidak cakap membuat 50 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT. Intermasa, 2001, hlm.122. 51 Subekti, Hukum Perjanjian, Op.cit., hlm.17. Universitas Sumatera Utara 28 perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa, mereka yang ditaruh di bawah pengampuan, dan orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang telah dihapus dengan Surat Edaran Mahkamah Agung SEMA Nomor 3 Tahun 1963 dan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sedangkan ketentuan Pasal 330 KUHPerdata menyatakan bahwa : ”Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu telah kawin. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa. Mereka yang belum dewasa dan tidak di bawahkekuasaan orang tua, berada di bawah perwalian atas dasar dan dengan cara sebagaimana teratur dalam bagian ketiga, keempat, kelima dan keenam bab ini.” Beranjak dari penafsiran a-contrario terhadap substansi ketentuan Pasal 1330 jo. Pasal 330 KUHPerdata tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa syarat cakap bertindak bagi orang perorangan adalah telah berusia 21 tahun atau telah lebih dahulu menikah, serta tidak ditaruh di bawah pengampuan. 52 Syarat cakap melakukan perbuatan hukum bagi badan usaha yang berbadan hukum didasarkan pada kewenangan yang melekat pada pihak yang mewakilinya, karena itu badan hukum dianggap cakap untuk melakukan perbuatan hukum ketika badan hukum tersebut telah didirikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan telah mendapat pengesahan dari menteri, sehingga badan hukum ini memiliki hak- 52 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian, Asas Proporsional Dalam Kontrak Komersial, Jakarta: Kencana, 2010, hlm.184-185. Universitas Sumatera Utara 29 hak dan kewajiban-kewajiban serta dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti manusia. 53 c. Mengenai sesuatu hal tertentu; Suatu hal tertentu terkait dengan objek perjanjian atau prestasi yang wajib dipenuhi. Prestasi dalam perjanjian harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Kejelasan objek perjanjian sangat diperlukan dalam pemenuhan prestasi hak dan kewajiban. Artinya sifat dan luasnya hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak yang telah tentukan dalam perjanjian dapat dilaksanakan. d. Suatu sebab yang halal; Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Dalam pengertian ini pada benda objek hukum yang menjadi pokok perjanjian itu harus melekat hak yang pasti dan diperbolehkan menurut hukum sehingga perjanjian itu kuat. 54 Setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pihak kreditor dan debitor wajib dituangkan dalam perjanjian kredit akad kredit secara tertulis. Format dan bentuk dari perjanjian itu pada umumnya diserahkan pada bank, namun isi dari perjanjian itu harus jelas sehingga juga harus memperhatikan keabsahan dan persyaratan secara hukum. Isi perjanjian sekurang-kurangnya mencakup persetujuan para pihak, besar kredit, bunga, denda, jangka waktu kredit dan persyaratan lain yang 53 H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, The Banker Hand Book, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005, hlm.35. 54 C.S.T. Kansil, Modul Hukum Perdata, Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1995, hlm.227. Universitas Sumatera Utara 30 lazim seperti kewajiban debitor untuk menyelenggarakan pembukuan. Oleh karena format kredit biasanya dipersiapkan oleh bank maka bank harus memperhatikan ketentuan mengenai persyaratan-persyaratan dalam undang-undang agar perjanjian itu tidak menjadi batal. Seperti masalah kecakapan bertindak para pihak dalam perjanjian, klausul perjanjian yang tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum, serta perjanjian kredit tersebut tidak boleh mempunyai unsur paksaan dwang, kekeliruan dwaling atau penipuan bedrog. 55 Menurut Subekti, dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, semuanya itu pada hakekatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769 KUHPerdata. 56 Perjanjian pinjam meminjam menurut KUHPerdata mengandung makna yang luas yaitu objeknya adalah benda yang menghabis jika dipakai, termasuk didalamnya uang. Berdasarkan perjanjian pinjam meminjam ini pihak yang menerima pinjaman menjadi pemilik uang yang dipinjam dan dikemudian hari akan dikembalikan dengan jenis yang sama kepada pihak yang meminjamkan. Perjanjian kredit biasanya diikuti dengan perjanjian jaminan maka perjanjian kredit adalah perjanjian pokok atau prinsip sedangkan perjanjian jaminan adalah perjanjian ikutan atau accessoir, artinya ada dan berakhirnya perjanjian jaminan tergantung pada perjanjian pokok. 55 Ibid., hlm.235-236. 56 Subekti, Hukum Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1989, hlm.3. Universitas Sumatera Utara 31

2. Subjek dan Objek Perjanjian Kredit