Pemberesan Harta Pailit Penyelesaian Utang Perseroan Terbatas Yang Dinyatakan Pailit Yang Objek Jaminannya Milik Pihak Ketiga

77 tersebut dilakukan oleh debitor dan pihak yang melakukan perbuatan hukum tersebut mengetahui dan sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor, kecuali perbuatan hukum yang dilakukan debitor tersebut wajib dilakukan berdasarkan undang-undang maupun perjanjian. Apabila telah ada putusan pernyataan pailit maka segala pelaksanaan putusan pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan debitor yang telah dimulai sebelum pernyataan pailit harus dihentikan seketika. Demikian pula apabila terdapat suatu tuntutan hukum di Pengadilan yang diajukan terhadap debitor untuk memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit yang perkaranya sedang berjalan, maka tuntutan hukum tersebut gugur demi hukum dengan diucapkannya pernyataan pailit terhadap debitor. 114

4. Pemberesan Harta Pailit

Pemberesan harta pailit insolvency, yang dalam Pasal 178 ayat 1 Undang- undang Kepailitan disebutkan sebagai keadaan tidak mampu membayar, artinya insolvency itu terjadi demi hukum, yaitu jika tidak terjadi perdamaian dan harta pailit berada dalam keadaan tidak mampu membayar seluruh utang yang wajib dibayar. Insolvency itu terjadi dengan istilah demi hukum jika tidak terjadi perdamaian dan harta pailit berada dalam keadaan tidak mampu membayar seluruh utang yang 114 Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007, hlm.171-172. Universitas Sumatera Utara 78 wajib dibayar. Secara prosedural hukum positif, maka dalam suatu proses kepailitan, harta pailit dianggap berada dalam keadaan tidak mampu membayar jika: 115 a. Dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan perdamaian, atau b. Rencana perdamaian yang ditawarkan telah ditolak, atau c. pengesahan perdamaian ditolak berdasarkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 16 ayat 1 Undang-undang Kepailitan, Kurator harus memulai pemberesan dan menjual semua harta pailit, tanpa perlu memperoleh persetujuan atau bantuan debitor, apabila: 116 a. Usul untuk mengurus perusahaan debitor tidak diajukan dalam jangka waktu sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini, atau usul tersebut telah diajukan tetapi ditolak. b. Pengurusan terhadap perusahaan dihentikan dalam Pasal 184 ayat 1 Undang- undang Kepailitan. Akibat hukum dari insolvency perseroan pailit adalah konsekuensi hukum sebagai berikut: 117 a. Harta pailit segera dieksekusi dan dibagi kecuali ada pertimbangan tertentu misal, pertimbangan bisnis yang menyebabkan penundaan eksekusi dan penundaan pembagian akan lebih menguntungkan. 115 Sentosa Sembiring, Hukum Kepailitan Dan Peraturan Perundang-undangan Yang Terkait Dengan Kepailitan, Bandung: CV. Nuansa Aulia, 2006, hlm.136. 116 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 16 ayat 1 117 M. Hadi Subhan, Op.cit., hlm.223. Universitas Sumatera Utara 79 b. Pada prinsipnya tidak ada rehabilitasi. Hal ini dikarenakan dalam hal insolvency telah tidak terjadi perdamaian, dan aset debitor pailit lebih kecil dari kewajibannya. Dapat diketahui bahwa rehabilitasi dilakukan antara lain, apabila ada perdamaian atau utangnya dapat dibayar penuh dalam Pasal 215 Undang- undang Kepailitan. Kecuali jika setelah insolvency, kemudian terdapat harta debitor pailit, misalnya karena warisan atau menang undian, sehingga utang dapat dibayar lunas. Dengan demikian, rehabilitasi dapat diajukan berdasarkan Pasal 215 Undang-undang Kepailitan. Tindakan Kurator sesudah adanya keadaan insolvency, dengan keadaan insolvency yang sudah ada, maka: a. Dalam Pasal 188 Undang-undang Kepailitan disebutkan, Kurator melakukan pembagian kepada kreditor yang piutangnya telah dicocokkan. b. Dalam Pasal 189 ayat 1 Undang-undang Kepailitan disebutkan, penyusunan daftar pembagian atas persetujuan Hakim Pengawas. c. Perusahaan pailit dapat diteruskan atas persetujuan Hakim Pengawas. d. Dalam Pasal 189 ayat 2 Undang-undang Kepailitan disebutkan, Kurator membuat daftar pembagian yang berisi: 1 Jumlah uang yang diterima dan yang dikeluarkan. 2 Nama-nama kreditor dan jumlah tagihannya yang telah disahkan. 3 pembayaran-pembayaran yang akan dilakukan terhadap tagihan-tagihan itu. Universitas Sumatera Utara 80 e. Dalam Pasal 189 ayat 3 Undang-undang Kepailitan disebutkan, bagi para kreditor yang konkuren, harus diberikan bagian yang ditentukan oleh Hakim Pengawas. f. Dalam Pasal 189 ayat 4 Undang-undang Kepailitan disebutkan, untuk kreditor yang mempunyai hak istimewa, juga mereka yang hak istimewanya dibantah, dan pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, sejauh mereka tidak dibayar menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, dapat dilakukan dari hasil penjualan benda terhadap mana mereka mempunyai hak istimewa atau yang diagunkan kepada mereka. g. Dalam Pasal 189 ayat 5 Undang-undang Kepailitan disebutkan, bagi mereka kreditor yang didahulukan maka untuk kekurangannya mereka berkedudukan sebagai kreditor konkuren. h. Dalam Pasal 190 Undang-undang Kepailitan disebutkan, untuk piutang-piutang yang diterima dengan syarat, diberikan prosentase-prosentase dari seluruh jumlah piutang. i. Dalam Pasal 191 Undang-undang Kepailitan disebutkan, biaya-biaya kepailitan dibebankan kepada tiap-tiap bagian dari harta pailit, kecuali yang menurut Pasal 55 telah dijual sendiri oleh kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik atau hak agunan atas kebendaan lainnya. Dalam hal setelah pembagian hasil eksekusi harta pailit, maka tidak serta merta keadaan atau posisi hukum debitor bebas dari segala tuntutan. Apabila ternyata masih terdapat bagian harta pailit, yang sewaktu diadakan pemberesan tidak diketahui Universitas Sumatera Utara 81 maka atas perintah pengadilan, kurator membereskan dan membaginya berdasarkan daftar pembagian yang terdahulu. Selanjutnya kreditor memperoleh kembali hak eksekusi terhadap harta debitor mengenai piutang mereka yang belum dibayar. Ada dua cara untuk berakhirnya proses kepailitan, yaitu : 118 a. Dengan pembayaran kembali semua piutang-piutang para kreditor atau dengan tercapainya perdamaian akkoord dalam rapat pencocokan piutang verification, maka proses kepailitan berakhir, atau b. Dalam pelaksanaan, harta kekayaan debitor tidak mencukupi untuk pembayaran kembali semua piutang kreditor. Jika dalam rapat pencocokan piutang tidak tercapai perdamaian, debitor dalam keadaan insolvency tidak mampu membayar. Sebagai lanjutan dari insolvency, maka proses sitaan umum berjalan. Penjualan aset debitor dimungkinkan, karena dalam tahapan insolvency, sitaan konservatoir atas harta kekayaan debitor berubah sifatnya menjadi sitaan eksekutorial. Dalam keadaan demikian kepailitan berakhir berakhir dengan disusun dan dilaksanakan daftar pembagian mengikat dari hasil sitaan atau hasil penjualan harta kekayaan debitor. Dengan demikian, sebagai konsekuensi hukum dengan berakhirnya kepailitan tersebut baik melalui cara pertama atau dengan cara yang kedua, debitor pailit memperoleh kembali wewenangnya untuk melakukan tindakan pengurusan dan pemilikan daden van beheer er daden van eigendom. Bagi kreditor dan para 118 Martiman Prodjohamidjojo, Proses Kepailitan Menurut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Tentang Kepailitan, Bandung: Mandar Maju, 1999, hlm.83. Universitas Sumatera Utara 82 kreditor-kreditor yang piutang-piutang yang belum dibayar lunas, para kreditor tetap mempunyai hak menuntut. Oleh karena itu, jika debitor di kemudian hari memperoleh harta lagi, maka kreditor-kreditor ini masih mempunyai hak untuk menuntut pemenuhan kembali sisa piutangnya tersebut. 119 C. Penyelesaian Kredit Bermasalah Melalui Eksekusi Objek Jaminan 1. Pengertian Eksekusi Objek Jaminan Subekti mengartikan istilah eksekusi sebagai “pelaksanaan” putusan. 120 Pengertian eksekusi yang disampaikan oleh Subekti ini didukung pula oleh Retno Wulan Susantio yang mengalihkan istilah eksekusi kedalam Bahasa Indonesia menjadi istilah “pelaksanaan” putusan. 121 Pendapat kedua ahli ini dapat dijadikan sebagai perbandingan, bahkan hampir semua penulis telah membakukan istilah “pelaksanaan” putusan sebagai kata ganti eksekusi executie. Pelaksanaan putusan sebagai kata ganti eksekusi dianggap telah tepat. 122 Sebab jika bertitik tolak tolak dari ketentuan Bab Kesepuluh Bagian Kelima HIR atau Titel Keempat Bagian Keempat RBg, pengertian eksekusi sama dengan tindakan “menjalankan putusan” ten uitvoer legging van vonnisen. 123 Menjalankan putusan pengadilan, tiada lain daripada melaksanakan isi putusan pengadilan, yakni melaksanakan secara paksa putusan pengadilan dengan 119 Sentosa Sembiring, Op.cit., hlm.85. 120 Subekti, Op.cit., hlm.128. 121 Retno Wulan Sutantio Iskandar Oeripkartawinata, Op.cit., hlm.111. 122 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, hlm.6. 123 Ibid. Universitas Sumatera Utara 83 bantuan kekuatan umum apabila pihak yang kalah tereksekusi atau pihak tertugat tidak mau menjalankannya secara sukarela vrijwilig, voluntary. 124 Putusan pengadilan yang dapat dimintakan eksekusi oleh pihak yang menang adalah putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Dengan catatan apabila pihak yang kalah tidak dengan sukarela mau melaksanakan amar putusan yang bersangkutan, sedangkan yang dapat dimintakan eksekusi adalah hanya putusan yang amarnya menghukum condemnatoir, sementara amar putusan declaratoir dan konstitutif tidak dapat dimintakan eksekusi. Adapun putusan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut berupa : 125 a. Putusan pengadilan tingkat pertama yang tak dimintakan banding atau kasasi karena telah diterima oleh kedua belah pihak; b. Putusan pengadilan tingkat banding yang tidak dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung; c. Putusan pengadilan tingkat kasasi dari Mahkamah Agung atau putusan peninjauan kembali dari Mahkamah Agung; d. Putusan verstek dari pengadilan tingkat pertama yang tidak diverzet; e. Putusan hasil perdamaian dari semua pihak yang berperkara. Pelaksanaan eksekusi yang sudah berkekuatan hukum tetap harus tuntas, artinya seluruh amar putusan eksekusi yang bersangkutan harus dilaksanakan semuanya. Dalam hal ini maka harus diikuti dengan penyerahan barang-barang uang 124 Ibid. 125 Wildan Suyuthi, Sita dan Eksekusi Praktek Kepustakaan Pengadilan, Jakarta: PT. Tatanusa, 2004, hlm.61. Universitas Sumatera Utara 84 objek hasil eksekusi kepada pihak-pihak yang berhak. Termasuk dalam hal ini adalah penulisan berita acara secara lengkap yang disertai dengan tandatangan serah terima oleh para pihak dan saksi-saksi. Selanjutnya melengkapi penyerahan fisiknya pada hari, tanggal, bulan dan tahun tertentu. Eksekusi merupakan tindakan paksa yang dilakukan pengadilan dengan bantuan kekuatan umum, guna menjalankan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Selama putusan belum memperoleh kekuatan hukum tetap, upaya dan tindakan eksekusi belum berfungsi. Eksekusi baru berfungsi sebagai tindakan hukum yang sah dan memaksa terhitung sejak tanggal putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan pihak tergugat tidak mau menaati dan memenuhi putusan secara sukarela. 126 Eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara merupakan aturan dan tatacara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara. Eksekusi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah dari pelaksanaan tata tertib beracara yang terkandung dalam Herzien Inlandsch Reglement HIR atau Rechtsreglement voor de Buitengewesten RBG. 127 Dalam kamus hukum, eksekusi adalah pelaksanaan putusan pengadilan, pelaksanaan putusan hakim atau pelaksanaan hukuman badan pengadilan, penyitaan dan penjualan barang seseorang atau lainnya karena berhutang. 128 126 M. Yahya Harahap, Op.cit., hlm.8. 127 Ibid., hal. 1 128 Sudarno, Kamus Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 1992, hlm.114. Universitas Sumatera Utara 85

2. Kedudukan Kreditor Yang Dijamin Dengan Lembaga Jaminan