31
2. Subjek dan Objek Perjanjian Kredit
Subjek perjanjian kredit adalah pihak kreditor yang berhak atas prestasi dan pihak debitor yang berkewajiban atas prestasi.
57
Dalam suatu perjanjian terdapat dua pihak atau lebih. Pihak-pihak dalam perjanjian dapat berupa manusia pribadi
naturlijk persoon dan Badan Hukum recht persoon. Objek perjanjian kredit adalah prestasi, yaitu debitor berkewajiban atas suatu
prestasi dan kreditor berhak atas suatu prestasi.
58
Menurut Pasal 1234 KUHPerdata, prestasi dapat berbentuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat
sesuatu. Terkait objek perjanjian yang merupakan salah satu syarat sahnya perikatan, diperlukan syarat-syarat antara lain:
59
a. Objeknya harus tertentu; b. Objeknya harus diperbolehkan;
c. Objeknya dapat dinilai dengan uang; d. Objeknya harus mungkin.
3. Wanprestasi
Wanprestasi adalah lalai, ingkar tidak memenuhi kewajiban dalam suatu perikatan. Untuk kelalaian ini, maka pihak yang lalai harus memberikan penggantian
rugi, biaya dan bunga.
60
57
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 1986, hlm.10.
58
Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Bandung: Mandar Maju, 1994, hlm.3.
59
Ibid., hlm.4.
60
J.C.T Simorangkir, Rudy T. Erwin, dan J.T. Prasetyo, Kamus Hukum, Jakarta: Aksara Baru, 1987, hlm.186.
Universitas Sumatera Utara
32
Menurut M. Yahya Harahap wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya.
61
Wanprestasi kelalaian atau kealpaan seorang debitor dapat berupa empat macam :
62
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya; b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat; d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat dari adanya wanpretasi adalah :
63
a. Perikatan tetap ada.
b. Kreditor masih dapat menuntut kepada debitor pelaksanaan prestasi, apabila ia
terlambat memenuhi prestasi. c.
Debitor harus membayar ganti rugi kepada kreditor Pasal 1243 KUHPerdata. d.
Beban resiko beralih untuk kerugian debitor jika halangan itu timbul setelah debitor wanprestasi, kecuali bila ada kesengajaan atau kesalahan besar dari pihak
kreditor. e.
Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditor dapat membebaskan diri dari kewajibannya untuk memberikan kontra prestasi dengan menggunakan Pasal
1266 KUHPerdata, yaitu syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam
61
M. Yahya Harahap, Op.cit., hlm.6.
62
Subekti, Op.cit., hlm.45.
63
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis BW, Jakarta: Sinar Grafika, 2002, hlm.81.
Universitas Sumatera Utara
33
persetujuan timbal
balik, manakala
salah satu
pihak tidak memenuhi
kewajibannya. Wanprestasi dalam perjanjian kredit dalam praktek biasanya dicantumkan
dalam bentuk klausul-klausul evens of default yang menentukan suatu peristiwa yang apabila terjadi, memberikan hak kepada bank untuk secara sepihak mengakhiri
perjanjian kredit dan untuk seketika dan sekaligus menagih seluruh outstanding kredit. Wanprestasi dalam perjanjian kredit merupakan suatu tindakan tidak
dilaksanakannya prestasi oleh debitor baik karena hilangnya kewenangan debitor untuk mengurus harta kekayaannya, barang jaminan, serta kelalaian debitor untuk
memenuhi ketentuan-ketentuan dalam perjanjian kredit. Penentuan wanprestasi sebagai tidak dilaksanakannya prestasi oleh debitor
disebabkan pada saat perjanjian kredit terjadi, kreditor melaksanakan prestasinya dalam bentuk pencairan dana kredit, sedang debitor mempunyai prestasi berupa
pembayaran angsuran utang pokok dan bunga menurut tata cara dan jangka waktu yang ditentukan dalam perjanjian kredit. Contoh dari peristiwa-peristiwa yang
merupakan bentuk dari wanprestasi dalam perjanjian kredit antara lain, debitor lalai atau tidak melaksanakan kewajibannya dalam membayar lunas angsuran utang pokok
atau bunga selama dua bulan berturut-turut pada waktu dan dengan cara yang telah ditetapkan dalam perjanjian kredit, jika debitor atau pemilik jaminan danatau para
penjamin kehilangan haknya untuk mengurus harta bendanya atau jika debitor
Universitas Sumatera Utara
34
dibubarkan baik atas keputusan Rapat Umum Pemegang Saham maupun keputusan pengadilan.
B. Lembaga Jaminan Dalam Perjanjian Kredit 1.
Pengertian Jaminan Kredit
Kredit dapat diberikan dengan jaminan atau tanpa jaminan. Kredit tanpa jaminan sangat membahayakan posisi bank mengingat jika debitor mengalami suatu
kemacetan maka akan sulit untuk menutupi kerugian terhadap kredit yang disalurkan, sebaliknya dengan jaminan kredit relatif lebih aman mengingat setiap kredit macet
akan dapat ditutupi oleh jaminan tersebut.
64
Bank dalam memberikan kredit harus melakukannya berdasarkan analisis pemberian kredit yang memadai agar kredit-kredit yang diberikan oleh bank tersebut
tidak mudah menjadi non-performing loan atau kredit macet. Apabila kredit-kredit yang diberikan oleh suatu bank banyak mengalami kredit macet, maka sudah tentu
akan melumpuhkan kemampuan bank dalam melaksanakan kewajibannya terhadap para nasabah penyimpan dana. Kemampuan bank untuk dapat membayar kembali
simpanan dari masyarakat itu tergantung dari kemampuan bank untuk memperoleh pembayaran kembali kredit-kredit yang diberikan oleh bank kepada para nasabah
debitornya. Berdasarkan penjelasan Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998
64
Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002, hlm.113.
Universitas Sumatera Utara
35
selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan yang Diubah, yang menyebutkan bahwa untuk memperoleh jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas
kemampuan dan kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh
bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari
nasabah debitor, yang kemudian dikenal dengan sebutan The five C of credit analysis atau prinsip 5 C’s, yang meliputi:
65
a. Penilaian watak character; b. Penilaian kemampuan capacity;
c. Penilaian terhadap modal capital; d. Penilaian terhadap agunan collateral;
e. Penilaian terhadap prospek usaha nasabah debitor condition of economy.
Menurut ketentuan Pasal 2 ayat 1 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 2369KEPDIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit,
bahwa yang dimaksud jaminan adalah “suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitor untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Agunan menurut
Pasal 1 butir 23 adalah “jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitor kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit”.
66
Ini berarti jaminan kredit yang dimaksud Undang-Undang Perbankan yang Diubah bukanlah jaminan kredit yang
selama ini dikenal dengan sebutan collateral sebagai bagian dari 5 C’s, istilah collateral oleh Undang-Undang Perbankan yang Diubah diartikan dengan istilah
65
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001, hlm.246-248.
66
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana, 2008, hlm.73.
Universitas Sumatera Utara
36
agunan, maka arti dari jaminan pemberian kredit tersebut telah mengalami pergeseran, sehingga tidak sesuai lagi dengan pengertian yang lazim dikenal selama
ini.
67
Menurut Sutarno, jaminan kredit adalah “segala sesuatu yang mempunyai nilai mudah untuk diuangkan yang diikat dengan janji sebagai jaminan untuk
pembayaran dari utang debitor berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat antara kreditor dengan debitor”.
68
Jaminan kredit menurut Djuhaendah Hasan sebagai suatu sarana perlindungan bagi keamanan kreditor yaitu kepastian akan pelunasan utang
debitor atas pelaksanaan suatu prestasi oleh debitor atau oleh penjamin debitor.
69
Undang-Undang dalam hal ini KUHPerdata telah memberikan sarana perlindungan bagi para kreditor melalui jaminan secara umum sebagaimana yang tercantum dalam
Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata. Rachmadi Usman memberikan pengertian jaminan kredit sebagai suatu sarana
perlindungan keamanan kreditor, yaitu kepastian akan pelunasan utang debitor atas pelaksanaan suatu prestasi oleh debitor atau oleh penjamin debitor.
70
Sedangkan Hasanudin Rahman mengemukakan pengertian jaminan sebagai tanggungan yang
diberikan oleh debitor dan atau pihak ketiga kepada kreditor karena pihak kreditor
67
Rachmadi Usman, Op.cit., hlm.282-283.
68
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Bandung: Alfabeta, 2003, hlm.142
69
Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal, Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 1996, hlm.233.
70
Rachmadi Usman, Op.cit., hlm.61.
Universitas Sumatera Utara
37
mempunyai suatu kepentingan bahwa debitor harus memenuhi kewajibannya dalam suatu perikatan.
Dari pengertian jaminan kredit tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa suatu jaminan dalam perjanjian kredit, tidak lain adalah suatu upaya untuk
mengantisipasi resiko yang mungkin timbul dalam tenggang waktu antara pencairan dan pelunasan kredit tersebut. Keberadaan jaminan kredit merupakan persyaratan
guna memperkecil resiko bank dalam menyalurkan kredit, jika investasi yang dibiayai bank mengalami kegagalan atau tidak sesuai dengan perhitungan semula,
maka pihak bank dapat menarik kembali dana yang disalurkan dengan memanfaatkan jaminan tersebut. Oleh karena itu jaminan kredit haruslah:
71
a. Secured, artinya jaminan kredit tersebut dapat diadakan pengikatannya secara yuridis formal, sesuai dengan hukum dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Sehingga apabila di kemudian hari terjadi wanprestasi dari debitor, bank telah mempunyai alat bukti yang sempurna dan lengkap untuk menjalankan
tindakan hukum. b. Marketable, artinya apabila jaminan kredit tersebut harus, perlu, dan dapat
dieksekusi, jaminan tersebut dapat dengan mudah dijual atau diuangkan untuk melunasi utang debitor.
71
H.R. Daeng Naja, Op.cit., hlm.209.
Universitas Sumatera Utara
38
2. Jaminan Perorangan