Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

11 Permasalahan-permasalahan yang dibahas dalam penelitian-penelitian tersebut berbeda dengan permasalahan-permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Dengan demikian penelitian ini adalah asli baik dari segi substansi maupun dari permasalahan, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis, teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu terjadi. 14 Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui. 15 Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan didalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut. Teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori tanggung jawab hukum sebagaimana dikemukakan oleh Hans kelsen : 14 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986, hlm.122. 15 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 1994, hlm.80. Universitas Sumatera Utara 12 “Suatu konsep yang berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa ia memikul tanggung jawab hukum, berarti bahwa ia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan hukum yang bertentangan. Biasanya yakni dalam hal sanksi ditujukan kepada pelaku langsung, seseorang bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri.” 16 Lebih lanjut menurut Hans Kelsen, tiap-tiap manusia memiliki kebebasan, tetapi dalam hidup bersama ia memikul tanggung jawab menciptakan hidup bersama yang tertib, oleh karena itu dibutuhkan pedoman-pedoman yang objektif yang harus dipatuhi secara bersama pula. Pedoman inilah yang disebut hukum. Jika hukum telah menentukan pola perilaku tertentu, maka setiap orang seharusnya berperilaku sesuai pola yang ditentukan itu. 17 Tanggung jawab hukum terkait dengan konsep hak dan kewajiban hukum. Konsep kewajiban biasanya dilawankan dengan konsep hak, istilah hak yang dimaksud di sini adalah hak hukum legal right. Penggunaan linguistik telah membuat dua perbedaan hak yaitu jus in rem dan jus in personam. Jus in rem adalah hak atas suatu benda, sedang jus in personam adalah hak yang menuntut orang lain atas suatu perbuatan atau hak atas perbuatan orang lain. Pembedaan ini sesungguhnya juga bersifat ideologis berdasarkan kepentingan melindungi kepemilikan privat dalam 16 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni dengan judul buku asli “General Theory of Law and State” alih bahasa Somardi, Jakarta: Rumidi Pers, 2001, hlm.65. 17 Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak, dan Markus Y. Hage, Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Yogyakarta: Genta Publishing, 2010, hlm.127. Universitas Sumatera Utara 13 hukum perdata. Jus in rem tidak lain adalah hak atas perbuatan orang lain untuk tidak melakukan tindakan yang mengganggu kepemilikan. 18 Suatu hak hukum menimbulkan kewajiban hukum orang lain. Kreditor memiliki suatu hak hukum untuk menuntut bahwa debitor harus membayar sejumlah uang, jika debitor diwajibkan secara hukum atau memiliki kewajiban hukum untuk membayar sejumlah uang. Sebagaimana dimaksud oleh Hans Kelsen yang dikutip oleh Jimly Asshiddiqie : “Pernyataan bahwa saya memiliki hak melakukan perbuatan tertentu, mungkin hanya memiliki makna negatif, yaitu bahwa saya tidak diwajibkan untuk melakukan suatu perbuatan. Namun demikian, saya secara hukum tidak bebas melakukan apa yang ingin saya lakukan jika orang lain tidak diwajibkan secara hukum membiarkan saya melakukan apa yang ingin saya lakukan. Kebebasan hukum saya selalu terkait dengan urusan hukum orang lain. Hak hukum saya selalu merupakan kewajiban hukum orang lain.” 19 Terkait dengan teori tanggung jawab hukum, dalam suatu peristiwa hukum utang piutang antara kreditor dan debitor menimbulkan adanya hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak. Pihak kreditor berkewajiban untuk menyerahkan sejumlah dana untuk kepentingan debitor, pihak debitor memiliki kewajiban untuk mengembalikan sejumlah dana yang digunakannya kepada kreditor. Apabila debitor mengalami kemunduran usaha yang menyebabkannya tidak dapat mengembalikan dana yang seharusnya dikembalikan kepada kreditor maka langkah terakhir yang dapat ditempuh adalah dengan menggunakan lembaga kepailitan sebagai upaya terakhir penyelesaian utang-utangnya. 18 Jimly Asshiddiqie, dan M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Jakarta: Sekretariat Jenderal Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006, hlm.66-67. 19 Ibid. Universitas Sumatera Utara 14 Lembaga kepailitan sebagai upaya penyelesaian utang debitor menggunakan lembaga kepailitan ini sesuai pendapat Rudhy A. Lontoh yang dikutip oleh J. Djohansah, “Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitor yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh Pengadilan, dan selanjutnya seluruh harta debitor tersebut dibagikan kepada para kreditor.” 20 Lembaga kepailitan merupakan suatu sistem yang mengatur bagaimanakah hukum harus bertindak manakala seorang debitor tidak dapat membayar utang- utangnya dan bagaimana pertanggung-jawaban debitor tersebut dalam hubungannya dengan harta kekayaan yang masih ada atau akan dimilikinya. Menurut Sutan Remy Sjahdeini, tujuan kepailitan antara lain : 1. Melindungi para Kreditor Konkuren. 2. Menjamin pembagian harta kekayaan debitor diantara para kreditornya. 3. Mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kepentingan para kreditor. 4. Menghukum pengurus yang karena kesalahannya telah mengakibatkan perusahaan insolvensi. 21 Lembaga Kepailitan ini diharapkan berfungsi sebagai lembaga alternatif untuk penyelesaian kewajiban-kewajiban debitor terhadap kreditor secara lebih efektif, efisien, dan proporsional. Mengapa lembaga kepailitan ini dibutuhkan dalam penyelesaian kewajiban-kewajiban debitor terhadap para kreditor M. Hadi Shubhan mengatakan bahwa : 20 J. Djohansah, Pengadilan Niaga Di Dalam Penyelesaian Utang Melalui Pailit, Bandung: Alumni, 2001, hlm.23. 21 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan, Memahami, Faillissementsverordening Juncto Undang-Undang No.4 Tahun 1998, Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2002, hlm.38-40. Universitas Sumatera Utara 15 “Dalam hal debitor mempunyai banyak kreditor dan harta kekayaan debitor tidak cukup untuk membayar lunas semua kreditor, maka para kreditor akan berlomba dengan segala cara, baik yang sesuai dengan prosedur hukum maupun yang tidak sesuai dengan prosedur hukum, untuk mendapatkan pelunasan tagihannya terlebih dahulu. Kreditor yang datang belakangan sudah tidak dapat lagi pembayaran karena harta debitor sudah habis diambil oleh kreditor yang lebih dahulu. Hal ini sangat tidak adil dan merugikan baik kreditor maupun debitor sendiri. Berdasarkan alasan tersebut, timbullah lembaga kepailitan yang mengatur tata cara yang adil mengenai pembayaran tagihan-tagihan para kreditor.” 22 Penelitian pelunasan utang debitor pailit yang objek jaminannya milik pihak ketiga didasarkan kepada tanggung jawab hukum debitor terhadap pelunasan utang- utangnya kepada kreditor pemegang hak tanggungan. Hal ini sesuai dengan salah satu ciri-ciri dari hak tanggungan bahwa hak tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan droit de preference dimana apabila debitor cidera janjiwanprestasi, maka kreditor pemegang hak tanggungan berhak untuk menjual objek jaminan melalui lelang dan mengambil pelunasan piutangnya, dengan hak mendahului dari kreditor lainnya. 23 Dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata disebutkan bahwa, “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”, hal ini berarti bahwa semua perjanjian yang dibuat menurut hukum atau secara sah, sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, adalah mengikat sebagai undang-undang terhadap para pihak. 24 Menurut ahli-ahli Hukum Perdata, 22 M. Hadi Shubhan, Op.Cit., hlm.4. 23 Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Edisi Revisi, Bandung: CV. Mandar Maju, 2010, hlm.336. 24 Mariam Darus Badrulzaman, et.al., Kompilasi Hukum Perikatan, Dalam Rangka Menyambut Masa Purna Bakti Usia 70 Tahun, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001, hlm.82. Universitas Sumatera Utara 16 debitor yang tidak memenuhi kewajibannya dihukum untuk membayar ganti rugi, biaya dan bunga kepada kreditor. 25 Setiap debitor mempunyai kewajiban menyerahkan prestasi kepada kreditor, dalam bahasa asing kewajiban itu disebut Schuld. Di samping itu, seorang debitor juga memiliki kewajiban lain yaitu guna pelunasan utang, debitor kewajiban untuk membiarkan harta kekayaannya diambil oleh kreditor sebanyak utang debitor, apabila debitor tidak memenuhi kewajiban membayar utang kepada kreditor. 26 Berdasarkan uraian tersebut dapat digambarkan bahwa walaupun debitor berbentuk badan hukum perseroan terbatas yang memiliki kedudukan mandiri dan tanggung jawab terbatas namun penggunaan objek jaminan milik organ perseroan terbatas sebagai jaminan utang dimungkinkan dalam ketentuan perundang-undangan. Masalah timbul ketika perseroan terbatas tersebut dipailitkan. Pemasukkan benda jaminan milik pihak ketiga ke dalam harta boedel pailit bertentangan dengan teori dan ajaran badan hukum perseroan terbatas yang secara tegas memisahkan harta yang dimiliki sendiri dan dipisahkan dari kekayaan para pemilik dan pengurus perseroan. Namun demikian berdasarkan teori tanggung jawab hukum, maka pihak ketiga pemilik objek jaminan tidak dapat menolak harta kekayaannya yang dijadikan objek jaminan utang perseroan terbatas untuk dimasukkan dalam boedel pailit dan dijual lelang dalam upaya penyelesaian utang perseroan terbatas. 25 Ibid., hlm.13. 26 Ibid., hlm.8. Universitas Sumatera Utara 17

2. Konsepsi