Analisa Responden RR Hasil Analisis Responden I RR

67 terjadi ini, kalau ini terjadi, apa lagi yang akan terjadi ini, jadi, y itulah harus dipikirkan dulu rentetannya...” P1.W2khal Data yang didapatkan dari wawancara sesuai dengan uraian di atas menunjukkan bahwa kekerasan emosi yang dialami oleh RR tidak lagi memberikan dampak negatif. Bahkan, kekerasan emosi tersebut sudah dipandang sebagai hal positif yang membantunya dalam pembentukan karakter dirinya. Hal ini menunjukkan bahwa RR mampu memiliki penerimaan diri walaupun dalam lingkungan yang tidak mendukung dirinya sejak masih kanak-kanak.

4. Analisa Responden RR

Sejak masa kanak-kanak, RR mengalami beberapa bentuk kekerasan emosi yang dilakukan oleh orang-orang terdekatnya. Berdasarkan pengertian Gunawan 2009 yang menyatakan bahwa kekerasan emosi merupakan bentuk perilaku yang dilakukan orang lain atau lingkungan yang merusak citra diri dan harga diri individu yang mengalaminya, ayah RR menunjukkan kekerasan emosi dalam mendidik anak yang ditunjukkan dengan sikap merendahkan dan meremehkan kemampuan anaknya, menganggap anaknya tidak dapat melakukan berbagai hal, menuntut anaknya untuk melakukan berbagai hal yang tidak sesuai dengan diri anaknya, serta mengucilkan anaknya ketika ia mengalami suatu kegagalan. Hal ini mengakibatkan RR, sebagai seorang anak, merasa kurang percaya diri, tidak mampu mempertahankan komunikasi dengan orang lain, dan tidak mampu membangun komunikasi dengan orang-orang yang baru dikenalnya. Terkadang, ia juga merasa tidak mampu melakukan berbagai hal sesuai dengan yang sudah Universitas Sumatera Utara 68 ditanamkan pada dirinya sejak masih kanak-kanak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hunt 2013 yang mengemukakan bahwa kekerasan emosi yang dialami dapat menimbulkan rasa takut, malu, isolasi sosial, dan lain sebagainya. Pada dasarnya, permasalahan yang dialami oleh RR berawal dari pola asuh orang tuanya yang mengharapkan ia dapat menjadi seorang anak yang mereka inginkan, tetapi ada kesenjangan antara gambaran orang tuanya mengenai sosok anak yang ditanamkan pada dirinya dengan pemahaman yang ia miliki. Hal ini mengakibatkan munculnya tuntutan-tuntutan dari keluarganya yang tidak sesuai dengan dirinya. Kesenjangan ini juga diakibatkan karena adanya dampak kekerasan emosi yang membuatnya tidak mampu mengungkapkan keinginan dirinya karena adanya rasa takut dan trauma dengan kekerasan yang ia alami ketika kecil Hunt, 2013 sehingga kekerasan emosi yang dialami terus berlanjut. Di sisi lain, bentuk-bentuk kekerasan emosi yang dialami juga dilakukan oleh ayahnya yang memiliki status yang lebih tinggi berdasarkan struktur keluarga sehingga ia mampu mengatakan bahwa kondisi yang dialaminya merupakan kondisi yang biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari Krumins, 2011. Akan tetapi, pemahaman yang baik mengenai dirinya dan kekhawatirannya akan masa depan yang akan ia hadapi menyebabkan ia memutuskan untuk mengungkapkan keinginan dirinya. Hal ini mampu ia lakukan karena adanya pemahaman akan kelemahan dan kelebihan yang dimiliki serta tidak menyerah secara pasif terhadap kelemahan tersebut Widyarini, 2009. Universitas Sumatera Utara 69 Pada awalnya, ia melakukan berbagai bentuk penghindaran aversion terhadap kekerasan emosi yang ia alami dengan cara menahan perasaan tidak menyenangkan yang ia dapatkan setelah mengalami kekerasan emosi dari ayahnya dengan cara menangis dan pergi meninggalkan tempat kekerasan terjadi Germer, 2009. Walaupun ia menahan perasaan tidak menyenangkan tersebut, ia tetap tidak dapat menerima bentuk perlakuan kekerasan dari ayahnya. Akan tetapi, setelah mengalami bentuk kekerasan dari ayahnya, ia mendapatkan pemahaman dari ibunya mengenai perlakuan ayahnya. Selain itu, ia juga mendapatkan penerimaan yang baik dari teman-temannya bagaimanapun kondisi dan situasi yang sedang dialaminya. Hal ini cukup membantunya mengurangi perasaan tidak menyenangkan dan menerima tindakan ayahnya sehingga ia menganggap perlakuan kekerasan tersebut sebagai sesuatu yang biasa walaupun ia tetap tidak dapat menerima perlakuan tersebut. Selain pemahaman dari ibunya, ia juga mendapatkan pemahaman dari ayah dan keluarga besarnya. Ayahnya sering bercerita mengenai masa lalu dan didikan dari kakek-neneknya. Hal ini membuatnya lebih mudah dalam memahami perlakuan orang tuanya. Pola pikir yang semakin matang juga membuat ia mulai mempertimbangkan berbagai hal yang dapat memungkinkan terjadinya kekerasan yang ia alami. Ia mulai memahami berbagai hal yang dapat menyebabkan kekerasan emosi yang terjadi dalam dirinya. Keingintahuan curiosity terhadap kekerasan emosi yang ia alami membuatnya melihat sisi lain dari pengalaman tersebut. Dalam kesehariannya, ayahnya sering bercerita kepada anak-anaknya mengenai pengalamannya di masa Universitas Sumatera Utara 70 lalu, ketika ia muda, dan bagaimana kakek-neneknya mendidik ayah dan saudara- saudaranya ketika masih muda. Hal ini dilakukan agar ia dan saudara-saudaranya mampu bersyukur mengenai kehidupan yang mereka jalani sekarang. Berbekal dari pemahaman yang diberikan ibunya mengenai kekerasan yang ia terima dan cerita mengenai pengalaman masa lalu ayahnya, ia mulai mempertimbangkan manfaat dari kekerasan emosi yang diberikan ayahnya. Dalam hal ini, kebiasaan keluarga RR dalam bercerita mengenai masa lalu mereka membantunya memahami tindakan kekerasan emosi yang ia alami sehingga makna positif dari pengalaman tersebut lebih mudah ia berikan. Berdasarkan pengetahuan yang ia miliki mengenai kehidupan ayahnya dan keluarga besarnya membuatnya mengubah pola pikirnya mengenai pengalaman kekerasan emosi yang ia dapatkan. RR mulai melihat bahwa kekerasan emosi yang ia terima dari ayahnya merupakan cara ayahnya untuk menguatkan mentalnya agar ia siap menghadapi kehidupan. Tindakan kekerasan digunakan karena ayahnya tidak memiliki perbandingan mengenai pola asuh yang ia terima ketika masih muda dengan pola asuh lainnya. Ayahnya hanya melihat pola asuh yang diterapkan oleh kakek-nenek RR ketika ayahnya muda sehingga cara tersebut juga diterapkan pada RR dan saudara-saudaranya. Pada dasarnya, tahapan ini dilakukan sebagai usaha untuk mengurangi perasaan tidak menyenangkan yang ia alami dengan menggunakan proses kognitif. Akan tetapi, dengan adanya perubahan pola pikir dalam melihat tindakan kekerasan yang dialami dari sisi positif membantu RR dalam menerima kekerasan Universitas Sumatera Utara 71 tersebut sebagai bagian dari hidupnya untuk mempersiapkan diri agar mampu menjalani hidup dengan lebih baik bukan karena penolakan dari lingkungannya. Hal ini membuat ia memutuskan untuk mengungkapkan keinginan dirinya. Walaupun ia telah mengungkapkan keinginannya dirinya, RR tetap mendapatkan penolakan dari keluarganya yang menganggap ia tidak akan mampu menjalani hal-hal yang ia inginkan. Akan tetapi, dengan pengetahuan yang ia miliki mengenai kekerasan emosi yang ia dapatkan dari keluarganya membuat ia tetap bertahan pada keinginannya tersebut dan menerima penolakan tersebut tetapi dengan menanamkan pada dirinya bahwa perasaan tidak menyenangkan tersebut akan hilang dengan sendirinya dan ia masih memiliki harapan dan mampu mewujudkan keinginannya tolerance. Pengetahuan yang ia miliki mengenai kekerasan emosi yang ia alami juga membuatnya memahami bahwa perasaan tidak menyenangkan yang ia rasakan sebagai akibat dari kekerasan emosi tersebut akan hilang dengan sendirinya. Bahkan, ia berharap dapat membuktikan bahwa ia dapat melawan ketakutan ayahnya mengenai masa depannya dan mewujudkan keinginannya. Sekarang RR terus mencoba mewujudkan keinginannya walaupun bentuk- bentuk kekerasan emosi masih ia dapatkan dalam lingkungan keluarganya. Hal ini dapat ia lakukan karena ia sudah terbiasa dengan bentuk-bentuk kekerasan emosi yang ia dapatkan allowing. Dengan harapan yang ia miliki bahwa perasaan tidak menyenangkan yang ia rasakan akan hilang dengan sendirinya, ia membiarkan perasaan tidak menyenangkan yang ia alami datang dan pergi begitu saja sehingga Universitas Sumatera Utara 72 hal tersebut tidak lagi memberikan dampak negatif terhadap dirinya. Ia membuka perasaannya terhadap kekerasan tersebut dan membiarkannya hingga ia tidak lagi merasakan perasaan tidak menyenangkan. Pada akhirnya RR memaklumi kekerasan emosi yang ia alami bahkan ia dapat melihat kekerasan tersebut sebagai sesuatu yang dapat membangun perkembangan kepribadiannya menjadi lebih baik friendship. Ia mampu menyatakan bahwa pelaku kekerasan emosi yang selama ini ia alami memiliki tujuan yang baik dalam membantunya membentuk karakter dirinya menjadi lebih baik. Hal ini menunjukkan bahwa RR memiliki penerimaan diri yang tinggi karena mampu menerima keadaan diri saat ini dan masa lalu yang baik maupun yang buruk Petranto, 2005 sesuai dengan tahapan yang dikemukakan oleh Germer 2009. Terdapat beberapa hal yang membantu RR dalam mencapai tahap terakhir dalam penerimaan diri terhadap kekerasan emosi yang ia alami yaitu pemahaman yang baik mengenai dirinya sehingga ia mampu menentukan pilihan yang sesuai dengan dirinya untuk membangun masa depannya. Dengan adanya pemahaman tersebut, ia juga mampu membangun harapan yang realistis berdasarkan kemampuan dan kelemahan dirinya sehingga ia dapat mewujudkan keinginan tersebut dengan usaha yang ia lakukan. Akan tetapi, ia tetap mampu mencapai penerimaan diri walaupun ia mengalami hambatan lingkungan dan stres emosional sebagai dampak dari kekerasan emosi yang ia alami, serta pola asuh yang tidak baik berupa kekerasan emosi dan tekanan yang kerap kali ia dapatkan dari keluarganya Hurlock, 1974. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman Universitas Sumatera Utara 73 mengenai dirinya dan kekerasan emosi yang ia miliki lebih mengambil peran penting dalam membantunya mencapai penerimaan diri. 5. Rangkuman Responden RR Tabel 5. Rangkuman responden RR