42
tidak ditentukan secara baku sejak awal tetapi dapat berubah sesuai dengan pemahaman konseptual yang berkembang dalam penelitian Poerwandari, 2007.
Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 3 tiga orang.
C. METODE PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan wawancara pribadi personal interview untuk memberikan privasi yang
maksimal kepada responden sehingga memungkinkan untuk memperoleh data yang intensif dan observasi ekspresi serta gerak-gerik lebih mudah dilakukan
untuk mendukung data wawancara Rahayu Ardani, 2004. Sedangkan untuk metode wawancara, digunakan wawancara mendalam tentang makna subjektif
yang dipahami responden berkenaan dengan pengalaman kekerasan emosi dan tahapan dan proses penerimaan diri yang dialami. Wawancara mendalam lebih
seperti percakapan sehari-hari dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Wawancara mendalam memberikan kesempatan yang maksimal untuk menggali
latar belakang hidup seseorang sehingga peneliti mendapatkan gambaran dan dinamika yang hendak diteliti Banister dkk, dalam Poerwandari, 2007. Melalui
wawancara mendalam dengan pedoman umum, peneliti akan memperoleh data tentang kekerasan emosi yang terjadi serta dinamika dalam tahapan penerimaan
diri subjek.
Universitas Sumatera Utara
43
D. ALAT BANTU
Alat bantu yang digunakan dalam pengumpulan data adalah alat perekam, alat tulis, kertas, dan pedoman wawancara.
1. Tape Recorder Alat Perekam
Menurut Poerwandari 2007, sedapat mungkin wawancara perlu direkam dan dibuat transkripnya secara verbatim kata demi kata. Penggunaan alat
perekam akan mempermudah peneliti dalam mengulangi hasil wawancara dan tidak perlu sibuk mencatat jalannya wawancara. Selain itu, peneliti dapat lebih
mudah melakukan observasi selama wawancara berlangsung. Penggunaan alat perekam dilakukan setelah ada persetujuan dari responden.
2. Pedoman Wawancara Umum
Pedoman wawancara bersifat semi struktur dan tanpa bentuk pertanyaan eksplisit. Pedoman wawancara ini digunakan hanya untuk mengingatkan peneliti
mengenai aspek-aspek yang harus dibahas sekaligus menjadi daftar pengecek apakah aspek-aspek relevan telah dibahas atau belum. Pada pelaksanaannya,
pedoman wawancara ini tidak digunakan secara kaku, tidak tertutup kemungkinan untuk menanyakan hal lain yang masih berhubungan dengan topik penelitian agar
data yang didapatkan lebih lengkap dan akurat.
E. PROSEDUR PENELITIAN 1. Tahap Awal Penelitian
Pada tahap persiapan penelitian melakukan sejumlah hal yang diperlukan untuk melaksanakan penelitian yaitu sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
44
a. Mengumpulkan informasi dan teori yang berhubungan dengan kehidupan dan kesulitan yang dialami oleh individu serta dinamika yang terjadi ketika
individu mengalami kekerasan emosi. Selain dari berbagai buku dan teori yang telah diakui di masyarakat, peneliti juga mengumpulkan informasi
dengan melakukan wawancara awal pada korban kekerasan emosi untuk mendukung latar belakang peneliti melakukan penelitian.
b. Mencari subjek penelitian yang sesuai dengan karakteristik penelitian. Dalam hal ini subjek adalah individu yang pernah mengalami kekerasan emosi tetapi
memberikan respon yang berbeda terhadap kekerasan tersebut. Pada awalnya, calon subjek yang terkumpul sebanyak 6 orang tetapi karena berbagai alasan,
subjek yang digunakan dalam penelitian ini menjadi 3 orang. c. Menyusun pedoman wawancara. Pedoman wawancara disusun berdasarkan
karakteristik individu yang mengalami kekerasan emosi dalam hidupnya dan tahapan penerimaan diri sesuai dengan teori yang dipaparkan oleh Germer
2009 dalam bukunya yang berjudul The Mindful Path to Self-Compassion. d. Membuat inform concent. Inform concent diberikan sebagai tanda persetujuan
bahwa subjek bersedia untuk dijadikan narasumber dalam penelitian dengan menjaga kerahasiaan data pribadi subjek dan informasi yang tidak
berhubungan dengan penelitian e. Membangun rapport untuk membentuk emosi dan kedekatan dengan subjek
sehingga proses wawancara dan observasi dapat berjalan dengan lancar tanpa adanya ketidaknyamanan dari subjek penelitian.
Universitas Sumatera Utara
45
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Penelitian diawali dengan perkenalan serta memberi penjelasan pada subjek mengenai tujuan penelitian. Peneliti juga menjelaskan mengenai prosedur dan
kerahasiaan data penelitian. Setelah itu, wawancara dilakukan di tempat yang disepakati oleh peneliti dan subjek penelitian yang akan direkam dengan alat
bantu perekam mulai dari awal hingga akhir wawancara. a.
Jadwal wawancara Sebelum peneliti melakukan wawancara pengambilan data utama, peneliti
sudah melakukan beberapa kali pertemuan informal dengan subjek penelitian untuk menjalin rapport. Berikut jadwal pengambilan data utama untuk
penelitian: Responden I RR
Tabel 1. Jadwal wawancara responden I Wawancara ke
HariTanggal Waktu
Durasi Tempat
1 Rabu
27 Mei 2015 12.30
– 12.50 20 menit Universitas Sumatera Utara
2 Rabu
3 Juni 2015 17.30
– 18.30 60 menit Universitas Sumatera Utara
3 Jumat
12 Juni 2015 13.47
– 14.37 40 menit Universitas Sumatera Utara
Responden II RG Tabel 2. Jadwal wawancara responden II
Wawancara ke HariTanggal
Waktu Durasi
Tempat 1
Senin 08 Juni 2015
14.20 – 15.05 45 menit Universitas
Sumatera Utara 2
Selasa 16 Juni 2015
13.47 – 14.31 44 menit Universitas
Sumatera Utara 3
Kamis 25 Juni 2015
16.07 – 17.07 20 menit Universitas
Sumatera Utara 4
Minggu 12 Juli 2015
14.20 – 15.04 43 menit Medan Fair
Universitas Sumatera Utara
46
Responden III RS Tabel 3. Jadwal wawancara responden III
Wawancara ke HariTanggal
Waktu Durasi
Tempat 1
Kamis 16 Juli 2015
14.10 – 14.42 32 menit Perumahan Johor
2 Selasa
28 Juli 2015 13.14
– 13.58 44 menit Perumahan Johor
b. Tahap Pencatatan Data
Catatan peneliti dan alat bantu perekam digunakan agar data yang diperoleh dapat lebih akurat dan dapat dipertanggungajawabkan. Sebelum
wawacara dilakukan, peneliti menjelaskan tujuan penelitian dan meminta izin pada subjek untuk menggunakan alat bantu perekam selama proses
wawancara. Setelah wawancara dilakukan, peneliti membuat verbatim dari hasil wawancara tersebut dengan memindahkan hasil wawancara ke dalam
bentuk tertulis. Langkah selanjutnya adalah membuat koding berdasarkan teori yang
digunakan. Hasil koding dapat membantu peneliti dalam menganalisa dan menginterpretasikan data yang diperoleh.
c. Prosedur Analisis Data
Menurut Poerwandari 2007, terdapat beberapa tahapan dalam menganalisa data kualitatif, yaitu:
Koding Koding adalah proses membubuhkan kode-kode pada materi yang
diperoleh sebagai langkah awal sebelum dilakukan analisis data. Koding dimaksudkan agar dapat memunculkan gambaran mengenai
Universitas Sumatera Utara
47
topik yang dipelajari secara lengkap dengan cara mengorganisasi serta mensistematisasi data secara lengkap dan mendetail. Peneliti berhak
dan bertanggung jawab memilih cara koding yang dianggap paling efektif bagi data yang diperolehnya Poerwandari, 2007.
Contoh kode yang digunakan pada data dalam penelitian ini adalah R1.W1k 120-121hal 34. Maksud dari kode ini adalah kutipan
wawancara dari Responden 1, pada wawancara pertama, verbatim halaman 34, pada kolom ke 120-121.
Organisasi Data Higlen dan Finley dalam Poerwandari, 2007 menyatakan bahwa
organisasi data yang sistematis memungkinkan peneliti untuk memperoleh kualitas data yang baik, mendokumentasikan analisis
yang dilakukan, serta menyimpan data dan analisis yang berkaitan dalam penyelesaian penelitian. Hal-hal yang penting untuk disimpan
dan diorganisasikan berupa data mentah catatan lapangan dan kaset hasil rekaman, data yang sudah diproses sebagian transkip
wawancara, data yang sudah ditandai kode-kode spesifik, penjabaran kode dan kategori secara luas melalui skema, refleksi konseptual
peneliti, dokumentasi umum yang kronologis mengenai pengumpulan data dan langkah analisis, serta teks laporan yang terus menerus
diperbaiki.
Universitas Sumatera Utara
48
Analisis Tematik Analisis tematik merupakan suatu proses yang digunakan dalam
mengolah informasi kualitatif. Penggunaan analisis tematik memungkinkan peneliti menemukan „pola‟ yang tidak bisa dilihat
oleh pihak lain secara jelas. Analisis tematik merupakan proses pemberian kode terhadap informasi yang dapat menghasilkan daftar
tema, model tema atau indikator yang kompleks dan biasanya terkait dengan tema tersebut atau hal-hal di antara atau gabungan dari yang
telah disebutkan.
Tema tersebut
secara minimal
dapat mendeskripsikan fenomena dan secara maksimal memungkinkan
interpretasi fenomena. Tahapan Interpretasianalisis
Kvale dalam Poerwandari, 2007 menyatakan bahwa interpretasi mengacu pada upaya memahami data secara lebih ekstensif sekaligus
mendalam. Proses interpretasi memerlukan distansi dari data, langkah-langkah metodis dan teoritis yang jelas, dan konteks
konseptual khusus untuk memasukkan data. Ada tiga tingkatan konteks interpretasi yang diajukan oleh Kvalve, yaitu pertama konteks
interpretasi pemahaman diri „self understanding’ terjadi bila peneliti berusaha memformulasikan dalam bentuk yang lebih padat apa yang
oleh subjek penelitian sendiri pahami sebagai makna dari pernyataan- pernyataannya. Kedua, konteks interpretasi pemahaman biasa yang
kritis critical commonsense understanding terjadi bila peneliti
Universitas Sumatera Utara
49
beranjak lebih jauh dari pemahaman diri responden penelitiannya. Ketiga, konteks interpretasi pemahaman teoritis. Pada tingkat ini
kerangka teoritis tertentu digunakan untuk memahami pernyataan- pernyataan yang ada, sehingga dapat mengatasi konteks pemahaman
diri responden ataupun penalaran umum. Strategi analisis
Analisis terhadap data pengamatan sangat dipengaruhi oleh kejelasan mengenai apa yang ingin diungkap peneliti melalui pengamatan yang
dilakukan. Patton dalam Poerwandari, 2007 menjelaskan bahwa proses analisis dapat melibatkan konsep-konsep yang muncul dari
jawaban atau kata-kata subjek sendiri indigenous concepts maupun konsep yang dikembangkan atau dipilih peneliti untuk menjelaskan
fenomena yang dianalisis sensitizing concepts. Analisa yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisa studi kasus secara
mendalam pada subjek penelitian karena peneliti ingin melihat hal-hal yang melatarbelakangi berkembangnya perilaku delikuen.
Universitas Sumatera Utara
50
BAB IV HASIL DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN
Penelitian ini melibatkan 3 orang responden dimana ketiganya merupakan individu dewasa yang pernah mengalami kekerasan emosi sejak masa kecil dari
lingkungan sekitarnya.Perilaku kekerasan yang mereka alami dan respon yang diberikan selama terjadinya kekerasan tersebut berbeda-beda sesuai dengan
pengalaman masing-masing. Gambaran umum masing-masing responden dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4. Gambaran umum responden penelitian
Responden 1 Responden 2
Respoden 3 NamaInisial
RR RG
RS Jenis Kelamin
Laki-laki Laki-laki
Laki-laki Usia
22 tahun 21 tahun
32 tahun Pendidikan
akhir SMA
S1 S1
Suku bangsa Batak
Batak Jawa
Agama Katolik
Protestan Islam
Status perkawinan
Belum menikah Belum menikah
Belum menikah Pekerjaan
Mahasiswa Pengangguran
Bekerja Pelaku
kekerasan Ayah
Orang tua, teman, dan guru
Orang tua, teman, dan atasan dalam
pekerjaan
Lama pengalaman
kekerasan Sejak kecil
sampai sekarang Orang tua: sejak kecil
sampai kuliah Teman: sejak SD
sampai SMA Guru: sejak SD
sampai SMP Orang tua: sejak
kecil sampai SMA Teman: sejak kuliah
sampai sekarang Atasan: ketika
seleksi beasiswa pendidikan
Dampak kekerasan
emosi Rendah diri, sulit
berkomunikasi, menyalahkan diri
sendiri Tertekan, sulit
bersosialisasi, takut bertemu orang baru
Menyalahkan diri sendiri, merasa tidak
adil, diasingkan
Universitas Sumatera Utara
51
A. Hasil Analisis Responden I RR
1. Latar Belakang Kehidupan RR
RR adalah seorang pria berusia 23 tahun yang saat ini sedang mengerjakan tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana di salah satu universitas di Sumatera
Utara. Ia lahir dengan latar belakang suku Batak Toba tetapi sejak kecil tinggal di Batam bersama kedua orang tua dan saudara-saudaranya. Selama mengenyam
pendidikan di bangku kuliah, RR tinggal bersama abangnya di sebuah rumah kos di Medan. Setiap hari ia selalu berjalan kaki ketika pergi menuju kampus atau
memanfaatkan fasilitas umum dari kampusnya seperti bus lintas kampus karena jarak kampus yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Kegiatannya sehari-hari
juga dihabiskan di kampus untuk sekedar berkumpul dengan teman-temannya hingga larut malam.
RR merupakan anak kedua dari empat bersaudara yang semuanya berjenis kelamin laki-laki. Abang RR juga merupakan seorang mahasiswa yang berkuliah
di kampus yang sama dengannya. Orang tua RR tinggal di Batam bersama dengan adik bungsunya yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas sedangkan
adik yang pertama tinggal di asrama karena tuntutan pendidikan. Ayah RR merupakan seorang perwira militer sedangkan ibu RR merupakan seorang ibu
rumah tangga. Sejak kecil, orang tua RR mendidik ia dan saudara-saudaranya secara
bersama-sama. Akan tetapi, ayahnya lebih sedikit berkomunikasi dengan ia dan saudara-saudaranya dibandingkan dengan ibunya. Ayahnya lebih banyak bertanya
kepada ibunya mengenai perkembangan RR dan saudara-saudaranya. Ayahnya
Universitas Sumatera Utara
52
lebih cenderung bercerita mengenai masa lalunya ketika muda dan tentang keluarga besarnya atau sekedar memberikan nasihat jika ada hal-hal yang
menyangkut masa depan mereka seperti pendidikan. Selama di rumah, RR dan saudara-saudaranya memiliki pembagian tugas
dalam membantu ibunya mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Ia sendiri mendapat tugas membantu ibunya memasak. Banyaknya waktu dan kesempatan
yang dimiliki RR bersama ibunya di dapur dimanfaatkan untuk saling bercerita dengan ibunya sehingga dapat dikatakan bahwa ia memiliki hubungan yang cukup
dekat dengan ibunya. Selain itu, kebanyakan sanak-saudara RR juga bertempat tinggal di Batam. Oleh karena itu, ketika ada hari raya atau acara keluarga,
keluarga besarnya selalu berkumpul di rumah RR. Hal ini membuat ia memiliki hubungan yang akrab dengan saudara-saudaranya.
2. Data Observasi
Pertemuan dengan RR berlangsung selama beberapa kali untuk saling mengenal dan membangun kedekatan antara peneliti dengan RR. Selama
beberapa kali pertemuan dengannya, peneliti melakukan observasi terhadap gerak-gerik dan perilakunya ketika berhubungan dengan lingkungan.
Berdasarkan observasi tersebut diperoleh gambaran bahwa RR adalah memiliki penampilan yang sederhana dengan rambut keriting berwarna hitam,
kulit berwarna coklat tua, tinggi sekitar 175 cm, dan berat badan 68 kg. RR merupakan orang yang ramah. Hal ini dilihat dari sapaan yang selalu ia berikan
kepada setiap orang yang ia kenal yang berada di sekitarnya. Akan tetapi, ia
Universitas Sumatera Utara
53
memiliki kelemahan dengan caranya berkomunikasi. Ia berbicara dengan terbata- bata dan berulang-ulang ketika menyampaikan sesuatu dengan emosi yang
meluap-luap. Untuk mengatasi hal tersebut, ia menggerakkan kepala dan mengedipkan matanya dengan cepat ketika komunikasinya mulai terhambat.
Wawancara dilaksanakan pada sore hari di salah satu warung dekat kampusnya dengan posisi duduk berhadapan dengan peneliti. Sebelum
wawancara dilakukan, RR melakukan aktivitas di kampusnya sejak pagi. Pada saat itu, ia mengenakan kaus berwarna biru tua dengan tas selempang yang juga
berwarna biru tua, celana jeans berwarna hitam, dan sepatu olahraga berwarna putih. Penampilannya terlihat sederhana dengan barang-barang yang sudah lusuh.
Sebelum memulai
wawancara, ia
mencari penjual
minuman untuk
mempersiapkan dirinya berbicara dalam waktu yang cukup lama. Selama wawancara dilakukan, ia terlihat beberapa kali mengarahkan pandangan ke
sekeliling dan memperhatikan sekitarnya sambil menikmati gorengan yang berada di depannya.
Pada awalnya, RR menjawab pertanyaan wawancara dengan candaan. Pembicaraan mulai menjadi serius ketika ia diminta untuk menceritakan
pengalamannya selama mengalami kekerasan emosi. Ia juga menggunakan intonasi suara dan terlihat gagap untuk beberapa penekanan terutama ketika
menceritakan perasaannya dan mencontohkan pembicaraan yang terjadi di masa lalu antara ia dan ayahnya. Akan tetapi, ia tidak menunjukkan kekesalan dan
kemarahan selama ia menceritakan pengalamannya di masa lalu yang biasanya ditandai dengan intonasi yang tinggi ketika menceritakan perasaannya selama
Universitas Sumatera Utara
54
mendapatkan kekerasan tersebut dari keluarganya. Hal ini menunjukkan bahwa ia tidak lagi merasakan dampak negatif dari kekerasan emosi yang ia alami. Ia juga
menggunakan mimik wajah seperti menggangguk, menggelengkan kepala, mengerutkan kening, tersenyum dan tertawa, serta menggunakan gerakan tangan
selama berceritakan untuk menunjukkan penekanan pada pengalaman kekerasan emosi yang ia ceritakan. RR juga sesekali terlihat memperbaiki posisi
kacamatanya setelah bercerita. Dari awal sampai akhir wawancara, perhatian RR sering teralihkan dengan
beberapa orang yang ia kenal berada di sekitar lokasi wawancara. Wawancara juga terputus beberapa kali karena beberapa orang yang berada di lokasi
mengajaknya berbicara pada saat wawancara sedang berlangsung dan muncul pesan di telepon genggam RR sehingga ia meminta untuk mengulang beberapa
pertanyaan. Akan tetapi, wawancara tetap berjalan hingga peneliti menghentikan wawancara atas persetujuan RR untuk dilanjutkan lain waktu.
Pertemuan selanjutnya dilakukan di sebuah pondok mahasiswa di kampus RR. Ia merupakan orang yang cukup dikenal di kampusnya. Hal ini terlihat dari
banyaknya sapaan yang diberikan kepadanya selama peneliti berjalan bersama RR mengelilingi kampusnya menuju lokasi wawancara. RR juga membalas sapaan
tersebut dengan senyum dan percakapan singkat. Selanjutnya, wawancara dilakukan di selasar kampus RR. Ia mengenakan tas
ransel, kaus berwarna hitam yang sudah pudar, celana kain dan sepatu pantofel. Sebelumnya, RR terlihat berjalan cepat menghampiri beberapa orang menuju
Universitas Sumatera Utara
55
sebuah ruangan dengan mengenakan kemeja berwarna biru muda. Ketika menghampiri peneliti, ia terlihat kelelahan dengan nafas cepat. Setelah ia
beristirahat selama beberapa menit, wawancara dilakukan dengan posisi duduk bersampingan dengan peneliti. Selama proses wawancara, pandangan RR
diarahkan ke sekeliling, ada intonasi suara dengan penekanan di beberapa bagian cerita mengenai ayahnya. Seperti sebelumnya, Ia juga aktif menggunakan mimik
wajah menggangguk, menggelengkan kepala, mengerutkan kening, tersenyum, tertawa, dan beberapa kali gerakan tangan selama wawancara berlangsung. Ia juga
terlihat beberapa kali memperbaiki posisi kacamatanya dan mengetik pada telepon genggamnya.
Proses wawancara juga terputus beberapa kali karena RR menyapa semua orang yang lewat di depannya. Namun, ia masih dapat menanggapi pertanyaan
peneliti dengan baik sehingga proses wawancara dapat berlangsung dengan lancar. Wawancara dilakukan hingga pertanyaan yang disiapkan sebelumnya
sudah terjawab semua dan beberapa orang menghampiri RR. Secara keseluruhan, tidak ada masalah serius yang menghambat proses
wawancara untuk memperoleh data. Penjelasan RR juga masih dapat diterima walaupun RR terlihat gagap dalam beberapa pertanyaan. Setiap gangguan yang
muncul di lapangan dapat segera ditangani sehingga proses wawancara dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Universitas Sumatera Utara
56
3. Wawancara
Laporan wawancara ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu rangkuman wawancara dan data dalam bentuk kutipan wawancara. Dalam setiap kutipan wawancara akan
ditambahkan kode tertentu untuk memudahkan sebab setiap kutipan bisa diinterpretasi beberapa kali. Contoh kode yang digunakan adalah R1.W1k 120-
121hal.34. Maksud dari kode ini adalah kutipan wawancara dari Responden 1,
pada wawancara pertama, verbatim halaman 34, pada kolom ke 120-121. a. Rangkuman Wawancara
Pengalaman kekerasan emosi dialami RR sejak masa kanak-kanak. Kekerasan emosi dilakukan oleh ayahnya selama mendidik anak. Pada
dasarnya, ayahnya merupakan seorang perwira militer. Didikan yang keras dalam bidang kemiliteran juga diterapkan ayahnya selama di rumah sehingga
tanpa disadari pola asuh yang diterapkan mengandung kekerasan emosi. Sejak kecil, ia sudah terbiasa mendapatkan kekerasan emosi dari ayahnya
yang merendahkan kemampuannya dan membandingkan dirinya dengan abangnya yang dinilai lebih baik. Ia juga tidak diberikan kebebasan
melakukan hal-hal yang ia inginkan termasuk dalam memilih sekolah. Selain itu, ayahnya juga selalu memarahinya jika ia tidak memberikan hal-hal yang
diinginkan ayahnya. Akibatnya, ia mengalami kebingungan dalam menentukan sikap karena
ketakutan yang dirasakan ketika ayahnya marah sehingga ia hanya terdiam dan menerima amarah ayahnya dengan rasa bersalah. Ia juga sulit
Universitas Sumatera Utara
57
mempertahankan komunikasi dengan orang lain dan kurang percaya diri ketika berhadapan dengan orang-orang yang belum ia kenal. Selain itu, RR
juga sulit mengungkapkan keinginannya karena takut dinilai salah oleh orang lain. Hal ini membuat ia tidak mampu melawan kekerasan emosi yang ia
alami terus berlangsung sejak kecil. Selama mengalami kekerasan emosi, sosok ibu menjadi penenang bagi RR
karena ibunya sering kali memberikan pemahaman mengenai tindakan ayahnya setelah memarahinya. Ia juga sering bercerita kepada ibunya untuk
mengungkapkan perasaannya. Ia menyadari bahwa ibunya berusaha mencegah kekerasan terjadi padanya ketika sanak saudaranya berkumpul di rumah.
Ibunya akan langsung mengalihkan pembicaraan ke topik lain ketika saudaranya mulai membahas mengenai kegagalan-kegagalan RR yang pada
akhirnya akan mengarah pada tindakan-tindakan kekerasan emosi berupa merendahkan kemampuannya.
Bentuk kekerasan emosi yang dilakukan oleh ayahnya ternyata tidak hanya diberikan kepada RR dan saudara-saudaranya. Ayahnya juga sering
menunjukkan perilaku intimidasi kepada teman-temannya yang datang berkunjung ke rumahnya. Ketika teman-temannya berkunjung ke rumah,
ayahnya akan datang menghampiri mereka dan menanyakan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan diri mereka. Jika ayahnya mengetahui
kegagalan dan kekurangan yang dimiliki teman-temannya, ayahnya akan merendahkan mereka pada saat itu juga dengan meremehkan kemampuannya.
Hal ini membuat teman-temannya memberikan respon yang sama ketika ia
Universitas Sumatera Utara
58
mengalami kekerasan emosi pada waktu kecil sehingga mereka merasa takut mengunjungi rumah RR dan bertemu dengan ayahnya.
Pada dasarnya, ayahnya melakukan ini untuk melihat kesiapan mental dari teman-temannya, namun ia menilai tidak semua orang terbiasa mendapatkan
perlakuan seperti yang ia terima dari ayahnya. Akhirnya, RR mengambil posisi ibunya ketika ia mendapatkan kekerasan dari ayahnya. Ia memberikan
pengertian kepada teman-temannya yang mendapatkan perlakuan intimidasi dari ayahnya mengenai tindakan tersebut sehingga mereka tidak merasa sakit
hati dengan ayahnya. Setelah cukup memahami dirinya, RR menunjukkan perlawanan ketika
orang tuanya menuntut dalam memilih jurusan yang bertolak belakang dengan keinginannya. Ia mulai mengungkapkan penolakan terhadap keinginan orang
tuanya yang tidak sesuai dengan dirinya. Ia mengatakan bahwa ia ingin mengambil jurusan hukum sedangkan orang tuanya menyuruh untuk memilih
jurusan ekonomi. Pada saat itu, kemampuannya juga kembali direndahkan oleh ayahnya yang menilai bahwa ia tidak akan mampu mewujudkan
keinginannya karena tidak sesuai dengan kemampuan yang ia miliki. Ayahnya juga mengatakan bahwa ia akan gagal jika memilih jurusan hukum karena
keterbatasan komunikasi yang dimilikinya. Meskipun begitu, RR tetap pada pendiriannya dalam menentukan jurusan yang akan ia ambil di bangku
perkuliahan. Hal ini ia lakukan karena ia sudah mengenal dirinya dan merasa mampu dalam mewujudkan keinginannya.
Universitas Sumatera Utara
59
Pertengkaran terus berlangsung secara intens selama 2 bulan antara ia dengan orang tuanya di rumah, tetapi hal ini tidak mengurangi niatnya dalam
menentukan masa depan sesuai dengan keinginannya. Ia tetap menunjukkan pendiriannya untuk memilih jurusan hukum karena ia sudah mulai
memikirkan kemungkinan buruk yang akan ia alami di masa depan jika ia tetap mengikuti keinginan orang tuanya memilih jurusan yang tidak sesuai
dengan dirinya. Akhirnya, ia meminta bantuan kepada abangnya untuk berbicara dengan
orang tuanya agar ia diizinkan untuk menentukan jurusan sesuai dengan keinginannya. Hal ini ia lakukan setelah ia mengenal ayahnya dengan cukup
baik. Ia juga menyadari bahwa tindakan ayahnya tersebut hanya merupakan sebuah cara dalam mendidik anak agar anaknya memiliki mental yang kuat.
Latar belakang ayahnya yang merupakan seorang militer dan pengetahuan mengenai didikan kakek-neneknya di kampung ketika ayahnya masih muda
yang sering diceritakan ayahnya kepadanya memberikan pemahaman bagi dirinya untuk menerima cara ayahnya dalam mendidik anak. Walaupun dulu
RR pernah menyesal memiliki orang tua seperti ayahnya, namun kini RR menyadari bahwa didikan ayahnya juga memberikan manfaat bagi
perkembangan dirinya terutama untuk membentuk mentalnya agar tidak mudah menyerah dan tidak sembarangan dalam membuat keputusan.
Bentuk kekerasan emosi yang saat ini ia terima dari ayahnya tidak lagi membuat ia memandang rendah kemampuan yang ia miliki melainkan hanya
digunakan sebagai cara untuk melihat ketahanan dirinya dalam menghadapi
Universitas Sumatera Utara
60
lingkungan yang tidak selamanya baik dan sesuai dengan dirinya. Hal ini ditunjukkan dengan respon RR yang tidak terpengaruh lagi dengan kekerasan
emosi yang ia alami di lingkungannya, bahkan ia membawa bentuk-bentuk perendahan dan ejekan yang ia dapatkan menjadi sebuah bentuk candaan. Kini
ia mampu mengatakan dengan keyakinan penuh bahwa ayahnya adalah sosok ayah yang baik walaupun bentuk-bentuk kekerasan emosi masih ia dapatkan
dari ayahnya.
b. Data Wawancara
RR mendapatkan bentuk-bentuk kekerasan emosi dari ayahnya sejak ia masih kanak-kanak. Ayahnya mendidik RR dengan keras melalui tuntutan-
tuntutan yang harus dipenuhi sesuai dengan gambaran ayahnya. RR juga selalu mendapatkan berbagai larangan yang menurut ayahnya tidak sesuai
dengan kemampuan RR sejak ia kecil hingga saat ini. Tidak jarang ayahnya juga memberikan penilaian negatif terhadap RR jika ia tidak menunjukkan
hal-hal atau sikap-sikap yang tidak sesuai dengan keinginan ayahnya. Penilaian ini tidak hanya diberikan sekali atau dua kali setelah RR tidak
mampu memenuhi keinginan ayahnya melainkan secara berkelanjutan selama jangka waktu tertentu. Bahkan, kegiatan yang dilakukan RR sehari-hari juga
disangkut-pautkan oleh orang tuanya dengan pengalamannya di masa lalu terutama dengan kegagalan yang ia alami.
Hal ini mengakibatkan RR trauma dan takut kepada ayahnya sehingga ia tidak dapat berbuat apa-apa ketika ayahnya marah. Ia hanya bisa mengurung
Universitas Sumatera Utara
61
diri di kamarnya, menangis, dan melakukan evaluasi terhadap dirinya sendiri atau pergi dari lingkungan tempat ia mendapatkan kekerasan emosi tersebut.
“Ya.. e.. paling, kalau udah males, ya sama e.. aku, misalnya kita.. ngomong disitu atau, menyela pas itu, kan otomatis nanti yang, yang
kena.. efek malunya pasti nanti bos, kan. Ntah, dibilang lagi nanti ntah didikannya kurang atau apa, jadi anak masa nggak ada sopan. Udah, nggak
ada aku, nggak ada aku bilang apa-apa, paling ya kalau, e.. kira-kira udah.. biasanya kan awal-awal kan makan, makan. Kalau udah selesai, udah
panas telinga, udah, udah.. males ininya.. e.. paling cabutlah, sama, apa.. e.. sama, sepupu-sepupu yang lain. Itupun paling ngobrol, nggak, nggak
sampe jauhlah” P1.W1khal
Pada awalnya, ibunya selalu memberikan pengertian kepada RR mengenai ayahnya dan cara didik ayahnya. Ketika sanak saudaranya sedang berkunjung
ke rumahnya dan membangun pembicaraan yang mengarah pada tindakan kekerasan emosi terhadap RR, ibunya juga menghentikan tindakan tersebut
dengan mengalihkan topik pembicaraan. RR juga sering saling bertukar cerita dengan ibunya. Namun, seiring berjalannya waktu, RR tidak lagi
mendapatkan pengertian dari ibunya ketika ia mengalami kekerasan emosi dari ayahnya. Pengetahuan dan pergaulan yang semakin luas membuat RR
menyadari adanya perbedaan antara orang tuanya dengan orang tua teman- temannya. Ia mulai mengumpulkan informasi mengenai orang tuanya. Tidak
hanya orang tua saja, ia bahkan juga menyadari bahwa setiap keluarga berbeda satu sama lain dikarenakan beberapa faktor seperti kondisi ekonomi,
latar belakang keluarga, permasalahan yang dialami dalam setiap keluarga, dan sebagainya. Hal ini membuat RR tidak lagi mempertahankan egonya
Universitas Sumatera Utara
62
sendiri melainkan mulai mempertimbangkan beberapa aspek tersebut ketika mendapat tuntutan dari keluarganya.
“Ya pasti karna.. ada pergejolakan di e.. pergejolakan di.. rumah tanga pasti ada e.. pergaulan kita juga lebih luas e.. bisa kita lihat e.. mungkin
pada saat ini kenapa keluaga orang ini bisa kayak gini, mungkin.. dari pendidikan orang tua yang diatas juga.. baik.. sedangkan kalo kulihat
bahwa, pendidikan orang tuaku dari kampung, baru sistem, sistem pengajaran, berart kita tarik lagi ke.. kakek, nenek, dan seterusnya, sistem
pengajaran dulu anaknya masih kayak gini, masih kolot jadi masih diterapkan sampai sini, ya di kampung-kampung, contoh yang di
kampung-kampung mungkin e.. kita lihat, bahwa.. sama semua yang di kampung-kampung ini, gitu sistem, apanya, sistem.. pendidikan,
pengajaran anaknya. Berarti, gak ada, contoh lain yang bisa dilihat orangtua, bahwa, ada cara lain dalam sistem mendidik anak, gitu loh, jadi,
ya itulah. Jadi, ada berbagai fakor gitu, kalo, diikut-ikuti, cara, orang apa.. yang, yang diatasku, udah.. udah apa kali, udah berkali-kali jadi,
diapainlah, ditarik lagi ke diri sendiri, gitu. Dengan, e.. apa.. faktor,
keluarga.” P1.W2khal
Walaupun RR telah memiliki informasi mengenai orang tuanya, bentuk- bentuk kekerasan emosi masih juga ia dapatkan dari ayahnya. Ketika ia
mengalami kegagalan dan tidak mampu mewujudkan keinginan orang tuanya, ia kerap kali direndahkan dan disalahkan oleh orang tuanya. Hal ini
tampak ketika RR gagal masuk kelas IPA sesuai keinginannya dan keinginan orang tuanya. RR dapat menerima keadaan tersebut ketika teman-temannya
menyambutnya dengan baik saat pertama ia memasuki kelas IPS. Ia juga menyadari bahwa ia dapat lebih bahagia di kelas IPS karena ia dapat
berkumpul kembali dengan teman-temannya. Selain itu, RR juga menyadari bahwa ia lebih mudah mewujudkan keinginannya menjadi seorang sosialita
jika ia berada di kelas IPS. Pergaulan RR juga semakin luas jika ia berada di kelas IPS karena adanya perbedaan paradigma di sekolahnya antara murid
Universitas Sumatera Utara
63
kelas IPA dengan murid kelas IPS. Namun, berbeda dengan teman-teman RR, orang tuanya selalu menyalahkan RR selama kurang lebih enam bulan
ketika ia gagal masuk kelas IPA. Pemahaman akan dirinya akhirnya membuat RR membentuk harapan dalam dirinya sendiri ketika ia selalu
dipermasalahkan oleh orang tuanya. Ia meyakini bahwa ia mampu memiliki masa depan yang baik seperti yang diinginkan kedua orang tuanya walaupun
dengan caranya sendiri. “Nggak ada ngapa-ngapain. Paling, ya.. ya.. kek mana sih dibilang, udah
lihat aja, pasti aku berhasil, nanti kalo papa, mati, pasti aku berhasil, katanya kan. Ini mungkin karena pemikiran papa sama mama yang masih
kolot. Padahal IPS itu.. ya udah, gitu kan. Jadi, nggak masalah bagiku kan. Udah kan, kucoba, biarpun pemikiran orang tuaku yang kayak gitu kan.
Jadi, ya.. ya itu paling, paling, udah aman-aman aja, bahwa, aku harus bisa sukses dari IPS, karena, mungkin, inilah jalanku, bukan dari IPA kan,
yang katanya aku udah di bawah.. udah” P1.W1khal
Hingga suatu hari, RR dituntut untuk mengikuti keinginan orang tuanya dalam menentukan masa depannya, baik setelah lulus maupun dalam memilih
jurusan dalam perkuliahan. Ayahnya menyuruh RR memilih jurusan ekonomi setelah lulus dari bangku sekolah karena menganggap lapangan kerja sarjana
ekonomi lebih luas dan sesuai dengan kemampuan RR sebagai seorang yang teliti. Namun, RR menolak permintaan tersebut karena bertolak belakang
dengan dirinya yang telah ia pahami. Bahkan, ia sudah membayangkan masa depannya jika ia mengikuti keinginan orang tuanya memilih jurusan
ekonomi. Ia menyadari jika ia mengikuti keinginan orang tuanya maka ia tidak akan mampu mewujudkan keinginannya menjadi seorang sosialita
hingga akhirnya ia sendiri tidak mampu mencapai kesuksesan dirinya. oleh
Universitas Sumatera Utara
64
karena itu, ia memutuskan untuk mengungkapkan keinginannya memilih jurusan hukum yang lebih sesuai dengan dirinya. Hal ini mendapat penolakan
keras dari orang tua RR terutama ayahnya. Ayahnya menganggap RR tidak akan mampu menjadi seorang pengacara seperti keinginan RR karena ia tidak
memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik. Bahkan, ayahnya sebenarnya tidak yakin RR mampu bertahan dan memiliki karir yang baik
jika RR menjadi seorang sarjana ekonomi. Akan tetapi, RR tetap pada pendiriannya untuk memilih jurusan hukum
ketika kuliah. Ia lalu mencari cara agar mendapatkan izin dari orang tuanya untuk memilih jurusan hukum. Ia mencari jalan keluar untuk tetap dapat
mewujudkan keinginannya dengan menghubungi abangnya yang menurutnya dapat membantunya memberikan penjelasan kepada orang tuanya bahwa ia
hanya ingin memilih jurusan hukum, bukan ekonomi. Hal ini ia lakukan karena menurut RR pendapat abangnya lebih mudah diterima oleh orang
tuanya. Setelah meminta bantuan kepada abangnya, akhirnya RR mendapatkan izin dari kedua orang tuanya untuk memilih jurusan hukum
sesuai dengan keinginannya dengan syarat ia tetap memasukkan pilihan jurusan ekonomi. Akan tetapi, RR tidak mengindahkan syarat yang diberikan
oleh orang tuanya sehingga ia hanya memilih jurusan hukum dalam pilihan ujian masuk yang ia ikuti.
Pada akhirnya, RR membiarkan kekerasan emosi terjadi begitu saja selama ia berada bersama dengan keluarganya. Bentuk kekerasan yang ia
terima dalam didikan orang tuanya tidak lagi mempengaruhi pembentukan
Universitas Sumatera Utara
65
dirinya. Ia menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang biasa terjadi dalam kehidupannya. Hal ini terjadi karena ia juga mulai memahami tindakan
tersebut bukan sebagai sesuatu yang dilakukan untuk menjatuhkan dirinya. Pemahaman akan orang tuanya membuat RR membiarkan kekerasan emosi
tersebut terjadi pada dirinya tanpa memberikan efek negatif terhadap perkembangannya.
“...Terakhir, itulah.. e.. berantamlah aku sama orang tua, gitu, selama.. dua bulananlah. Terus, selalu, selalulah, misalnya.. lagi, lagi duduk.. sama kan,
kalo makan malam kan duduk sama, kan, apa gitu, selalu di.. dianggap, dikucilkanlah. Jadi, dibilanglah, diingat-ingatin lagi kalo aku IPS, kenapa
nggak dulu masuk IPA, e.. kenapa.. sekarang, pilihan yang bisa kuambil cuman dikit, dan terus, e.. disuruh masuk ekonomi nggak mau, bandel
kali, katanya kan. Ya udahlah, lanjut, lanjut, lanjut, kurasa udah.. suasana di rumah udah.. nggak enak kan, kek gitu terus di rumah, gitu terus
dibahasnya, ya udahlah ku.. kuhubungilah abangku kan, nah maksudnya ya minta tolonglah, udah malas aku ngomong sama orang tua,
kubilangkan, disuruh masuk ekonomi padahal aku maunya masuk hukum, ya kan. Ya itulah, terakhir, e.. jadi.. pendapat abangku itu lebih, lebih apa..
lebih diterima dari pendapatku. Jadi, ya itulah, makanya aku hubungi, abangku, untuk ngebantu gitu. Nah, terakhir berdebat, berdebat, berdebat,
mereka kan. Rupanya, langsung, dari abangku itu.. di.. diijinkanlah aku
ngambil, nyoba.. hukum” P1.W1khal
“Ya itulah.. ah, mana bisanya kau itu, bukan kaunya itu, bukan, bukan.. bukan bidangmu itu, mana bisa kau disitu. Ah kaya gitulah pokoknya,
pokoknya dia bilang, aku.. apa.. mana bisa aku disitu. Ya karena aku udah dari kecil kayak gitu-gitu yang.. yang dibilang kayak gitu, ah mana
bisanya si ini, mana bisanya si ini, makanya, nggak tau aku, itu.. sistem.. sistem dia untuk mendidik anak atau.. memang, memang.. e.. dia
nganggap anaknya nggak bisa. Itu juga, gara-gara dari kecil itu, dari kecil, gara-gara dari kecil udah di.. remeh-remehkan kayak.. udah semacam
biasa aja, udah.. pokoknya kayak, ya.. bagian itu terskiplah, jadi kan..
gitulah” P1.W1khal
RR akhirnya menerima tindakan yang dilakukan ayahnya dan melihat tindakan tersebut sebagai sesuatu yang membantu pembentukan dirinya untuk
Universitas Sumatera Utara
66
menjadi lebih baik. Ia melihat bahwa tindakan tersebut dilakukan hanya sebatas untuk memperkuat mental anak-anaknya agar siap dalam menghadapi
lingkungan nanti yang tidak selamanya sesuai dengan mereka. Bahkan, tindakan intimidasi yang dilakukan oleh ayahnya kepada teman-temannya
juga dilihat sebagai tindakan yang dilakukan ayahnya untuk melihat kesiapan mental teman-temannya karena hal tersebut juga akan mempengaruhi
perkembanganya. Kini ia mampu mengatakan bahwa ayahnya adalah sosok ayah yang baik yang menginginkan yang terbaik untuk masa depan RR
dengan caranya sendiri. “...dari kecil berkembang-berkembang aja gitu. Ya taulah anak kecil kan,
masih ada.. ego kuat kali. Kayak ini loh.. masih ini.. kayak, anak kecil yang nangis-nangis pengen minta permen.. ya.. ada.. e.. ya, itulah.. masih
ego anak-anak masih terasa, itu, aku pengennya ini, ya aku kan gak dikasih orang tuaku, ya, kalo anak kecil gak dikasih kan, nganggepnya kan
jahat, pasti kan.. ya.. bukannya.. ya.. bukannya.. tapi kalo sekarang kan kita mikir.. ya bisa.. mempertimbangkan, macam-macam aspek yang ada
di.. kayak bagaimana kelompok kita, kemampuan kita, ekonomi kita, ya banyak kan aspek-aspek yang bisa kita lihat, ya itu.. kayak itu.. ya.. e.. bisa
berpikir lebih luaslah rasanya e.. semua yang diakukan itu baik.. gak
cuma.. e.. menjatuhkan.. anaknya ya.. gitulah” P1.W2khal
“E.. positif, positif sih.. lumayan banyak sih jadi kan kita.. aku kan.. juga.. dari.. dari diam, banyak melihat, mungkin kan dari.. dari.. cuma dari
gestur tubuh aja kan udah tau sifap orang itu kek gini, gini, gini. Dari.. dari.. mendengar percakapan orang itu kan, oh semakin banyak dengar
percakapan itu kan, oh kita bisa tau, gimana.. orang itu, gimana sifatnya, gimana karakternya, gimana dia suka mendominasi atau nggak, yang
kayak gitu bisa tau itu. Ya, itulah. Pertama ya, nggak, misalnya ada yang keras gitu.. nggak, cepat ngeluh, gitu.. ya ada masalah ya harus dihadapin,
ada masalah harus dihadapin. Sama, kalau cari solusi itu, ya nggak, nggak.. harus dipikirkan dulu kalau mau cari solusi ini, ya, kata bos ku itu,
jangan cuma dipikirkan satu langkah, harus dipikirkan juga dua atau tiga, empat langkah ke depan, jadi harus dipikirkan kalau misal yang kulakukan
ini apa yang akan terjadi ini, kalau ini yang terjadi, apa lagi yang akan
Universitas Sumatera Utara
67
terjadi ini, kalau ini terjadi, apa lagi yang akan terjadi ini, jadi, y itulah harus dipikirkan dulu rentetannya...”
P1.W2khal
Data yang didapatkan dari wawancara sesuai dengan uraian di atas menunjukkan bahwa kekerasan emosi yang dialami oleh RR tidak lagi
memberikan dampak negatif. Bahkan, kekerasan emosi tersebut sudah dipandang sebagai hal positif yang membantunya dalam pembentukan
karakter dirinya. Hal ini menunjukkan bahwa RR mampu memiliki penerimaan diri walaupun dalam lingkungan yang tidak mendukung dirinya
sejak masih kanak-kanak.
4. Analisa Responden RR
Sejak masa kanak-kanak, RR mengalami beberapa bentuk kekerasan emosi yang dilakukan oleh orang-orang terdekatnya. Berdasarkan pengertian Gunawan
2009 yang menyatakan bahwa kekerasan emosi merupakan bentuk perilaku yang dilakukan orang lain atau lingkungan yang merusak citra diri dan harga diri
individu yang mengalaminya, ayah RR menunjukkan kekerasan emosi dalam mendidik anak yang ditunjukkan dengan sikap merendahkan dan meremehkan
kemampuan anaknya, menganggap anaknya tidak dapat melakukan berbagai hal, menuntut anaknya untuk melakukan berbagai hal yang tidak sesuai dengan diri
anaknya, serta mengucilkan anaknya ketika ia mengalami suatu kegagalan. Hal ini mengakibatkan RR, sebagai seorang anak, merasa kurang percaya diri, tidak
mampu mempertahankan komunikasi dengan orang lain, dan tidak mampu membangun komunikasi dengan orang-orang yang baru dikenalnya. Terkadang, ia
juga merasa tidak mampu melakukan berbagai hal sesuai dengan yang sudah
Universitas Sumatera Utara
68
ditanamkan pada dirinya sejak masih kanak-kanak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hunt 2013 yang mengemukakan bahwa kekerasan emosi yang
dialami dapat menimbulkan rasa takut, malu, isolasi sosial, dan lain sebagainya. Pada dasarnya, permasalahan yang dialami oleh RR berawal dari pola asuh
orang tuanya yang mengharapkan ia dapat menjadi seorang anak yang mereka inginkan, tetapi ada kesenjangan antara gambaran orang tuanya mengenai sosok
anak yang ditanamkan pada dirinya dengan pemahaman yang ia miliki. Hal ini mengakibatkan munculnya tuntutan-tuntutan dari keluarganya yang tidak sesuai
dengan dirinya. Kesenjangan ini juga diakibatkan karena adanya dampak kekerasan emosi yang membuatnya tidak mampu mengungkapkan keinginan
dirinya karena adanya rasa takut dan trauma dengan kekerasan yang ia alami ketika kecil Hunt, 2013 sehingga kekerasan emosi yang dialami terus berlanjut.
Di sisi lain, bentuk-bentuk kekerasan emosi yang dialami juga dilakukan oleh ayahnya yang memiliki status yang lebih tinggi berdasarkan struktur keluarga
sehingga ia mampu mengatakan bahwa kondisi yang dialaminya merupakan kondisi yang biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari Krumins, 2011.
Akan tetapi, pemahaman yang baik mengenai dirinya dan kekhawatirannya akan masa depan yang akan ia hadapi menyebabkan ia memutuskan untuk
mengungkapkan keinginan dirinya. Hal ini mampu ia lakukan karena adanya pemahaman akan kelemahan dan kelebihan yang dimiliki serta tidak menyerah
secara pasif terhadap kelemahan tersebut Widyarini, 2009.
Universitas Sumatera Utara
69
Pada awalnya, ia melakukan berbagai bentuk penghindaran aversion terhadap kekerasan emosi yang ia alami dengan cara menahan perasaan tidak
menyenangkan yang ia dapatkan setelah mengalami kekerasan emosi dari ayahnya dengan cara menangis dan pergi meninggalkan tempat kekerasan terjadi
Germer, 2009. Walaupun ia menahan perasaan tidak menyenangkan tersebut, ia tetap tidak dapat menerima bentuk perlakuan kekerasan dari ayahnya. Akan
tetapi, setelah mengalami bentuk kekerasan dari ayahnya, ia mendapatkan pemahaman dari ibunya mengenai perlakuan ayahnya. Selain itu, ia juga
mendapatkan penerimaan yang baik dari teman-temannya bagaimanapun kondisi dan situasi yang sedang dialaminya. Hal ini cukup membantunya mengurangi
perasaan tidak menyenangkan dan menerima tindakan ayahnya sehingga ia menganggap perlakuan kekerasan tersebut sebagai sesuatu yang biasa walaupun
ia tetap tidak dapat menerima perlakuan tersebut. Selain pemahaman dari ibunya, ia juga mendapatkan pemahaman dari ayah dan keluarga besarnya. Ayahnya
sering bercerita mengenai masa lalu dan didikan dari kakek-neneknya. Hal ini membuatnya lebih mudah dalam memahami perlakuan orang tuanya. Pola pikir
yang semakin matang juga membuat ia mulai mempertimbangkan berbagai hal yang dapat memungkinkan terjadinya kekerasan yang ia alami. Ia mulai
memahami berbagai hal yang dapat menyebabkan kekerasan emosi yang terjadi dalam dirinya.
Keingintahuan curiosity terhadap kekerasan emosi yang ia alami membuatnya melihat sisi lain dari pengalaman tersebut. Dalam kesehariannya,
ayahnya sering bercerita kepada anak-anaknya mengenai pengalamannya di masa
Universitas Sumatera Utara
70
lalu, ketika ia muda, dan bagaimana kakek-neneknya mendidik ayah dan saudara- saudaranya ketika masih muda. Hal ini dilakukan agar ia dan saudara-saudaranya
mampu bersyukur mengenai kehidupan yang mereka jalani sekarang. Berbekal dari pemahaman yang diberikan ibunya mengenai kekerasan yang ia terima dan
cerita mengenai pengalaman masa lalu ayahnya, ia mulai mempertimbangkan manfaat dari kekerasan emosi yang diberikan ayahnya.
Dalam hal ini, kebiasaan keluarga RR dalam bercerita mengenai masa lalu mereka membantunya memahami tindakan kekerasan emosi yang ia alami
sehingga makna positif dari pengalaman tersebut lebih mudah ia berikan. Berdasarkan pengetahuan yang ia miliki mengenai kehidupan ayahnya dan
keluarga besarnya membuatnya mengubah pola pikirnya mengenai pengalaman kekerasan emosi yang ia dapatkan. RR mulai melihat bahwa kekerasan emosi
yang ia terima dari ayahnya merupakan cara ayahnya untuk menguatkan mentalnya agar ia siap menghadapi kehidupan. Tindakan kekerasan digunakan
karena ayahnya tidak memiliki perbandingan mengenai pola asuh yang ia terima ketika masih muda dengan pola asuh lainnya. Ayahnya hanya melihat pola asuh
yang diterapkan oleh kakek-nenek RR ketika ayahnya muda sehingga cara tersebut juga diterapkan pada RR dan saudara-saudaranya.
Pada dasarnya, tahapan ini dilakukan sebagai usaha untuk mengurangi perasaan tidak menyenangkan yang ia alami dengan menggunakan proses
kognitif. Akan tetapi, dengan adanya perubahan pola pikir dalam melihat tindakan kekerasan yang dialami dari sisi positif membantu RR dalam menerima kekerasan
Universitas Sumatera Utara
71
tersebut sebagai bagian dari hidupnya untuk mempersiapkan diri agar mampu menjalani hidup dengan lebih baik bukan karena penolakan dari lingkungannya.
Hal ini membuat ia memutuskan untuk mengungkapkan keinginan dirinya. Walaupun ia telah mengungkapkan keinginannya dirinya, RR tetap mendapatkan
penolakan dari keluarganya yang menganggap ia tidak akan mampu menjalani hal-hal yang ia inginkan. Akan tetapi, dengan pengetahuan yang ia miliki
mengenai kekerasan emosi yang ia dapatkan dari keluarganya membuat ia tetap bertahan pada keinginannya tersebut dan menerima penolakan tersebut tetapi
dengan menanamkan pada dirinya bahwa perasaan tidak menyenangkan tersebut akan hilang dengan sendirinya dan ia masih memiliki harapan dan mampu
mewujudkan keinginannya tolerance. Pengetahuan yang ia miliki mengenai kekerasan emosi yang ia alami juga
membuatnya memahami bahwa perasaan tidak menyenangkan yang ia rasakan sebagai akibat dari kekerasan emosi tersebut akan hilang dengan sendirinya.
Bahkan, ia berharap dapat membuktikan bahwa ia dapat melawan ketakutan ayahnya mengenai masa depannya dan mewujudkan keinginannya.
Sekarang RR terus mencoba mewujudkan keinginannya walaupun bentuk- bentuk kekerasan emosi masih ia dapatkan dalam lingkungan keluarganya. Hal ini
dapat ia lakukan karena ia sudah terbiasa dengan bentuk-bentuk kekerasan emosi yang ia dapatkan allowing. Dengan harapan yang ia miliki bahwa perasaan tidak
menyenangkan yang ia rasakan akan hilang dengan sendirinya, ia membiarkan perasaan tidak menyenangkan yang ia alami datang dan pergi begitu saja sehingga
Universitas Sumatera Utara
72
hal tersebut tidak lagi memberikan dampak negatif terhadap dirinya. Ia membuka perasaannya terhadap kekerasan tersebut dan membiarkannya hingga ia tidak lagi
merasakan perasaan tidak menyenangkan. Pada akhirnya RR memaklumi kekerasan emosi yang ia alami bahkan ia
dapat melihat kekerasan tersebut sebagai sesuatu yang dapat membangun perkembangan kepribadiannya menjadi lebih baik friendship. Ia mampu
menyatakan bahwa pelaku kekerasan emosi yang selama ini ia alami memiliki tujuan yang baik dalam membantunya membentuk karakter dirinya menjadi lebih
baik. Hal ini menunjukkan bahwa RR memiliki penerimaan diri yang tinggi karena mampu menerima keadaan diri saat ini dan masa lalu yang baik maupun
yang buruk Petranto, 2005 sesuai dengan tahapan yang dikemukakan oleh Germer 2009.
Terdapat beberapa hal yang membantu RR dalam mencapai tahap terakhir dalam penerimaan diri terhadap kekerasan emosi yang ia alami yaitu pemahaman
yang baik mengenai dirinya sehingga ia mampu menentukan pilihan yang sesuai dengan dirinya untuk membangun masa depannya. Dengan adanya pemahaman
tersebut, ia juga mampu membangun harapan yang realistis berdasarkan kemampuan dan kelemahan dirinya sehingga ia dapat mewujudkan keinginan
tersebut dengan usaha yang ia lakukan. Akan tetapi, ia tetap mampu mencapai penerimaan diri walaupun ia mengalami hambatan lingkungan dan stres
emosional sebagai dampak dari kekerasan emosi yang ia alami, serta pola asuh yang tidak baik berupa kekerasan emosi dan tekanan yang kerap kali ia dapatkan
dari keluarganya Hurlock, 1974. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman
Universitas Sumatera Utara
73
mengenai dirinya dan kekerasan emosi yang ia miliki lebih mengambil peran penting dalam membantunya mencapai penerimaan diri.
5. Rangkuman Responden RR Tabel 5. Rangkuman responden RR
Pelaku kekerasan emosi
Ayah Keluarga besar
Intensitas Kekerasan menjadi bagian
dalam mendidik anak sejak kecil hingga saat ini
Kekerasan terjadi dalam momen tertentu ketika
keluarga besarnya berkumpul
Bentuk kekerasan emosi
diremehkan dan dianggap tidak mampu melakukan
sesuatu, direndahkan kemampuannya karena
keterbatasan yang dimiliki, dilarang
mewujudkan keinginannya karena dianggap terlalu
muluk-muluk, dituntut melakukan hal-hal yang
tidak ia inginkan Direndahkan,
dipermalukan, dan disalahkan atas
pencapaiannya di sekolah
Dampak kekerasan emosi
Menyalahkan diri sendiri, merasa tidak mampu, takut
membangun hubungan, ragu-ragu, tidak mampu
mempertahankan komunikasi
Merasa kesal, malu, dan gagal
Tahapan untuk mencapai
penerimaan diri Aversion:
penghindaran dilakukan beberapa kali dalam peristiwa kekerasan emosi yang berbeda dengan cara menahan
perasaan tidak menyenangkan, merenungi diri sendiri, dan pergi saat terjadi kekerasan
Curiosity: RR mulai mempertanyakan alasan tindakan kekerasan
emosi yang ia alami. Ia melakukan perbandingan dengan
kondisi keluarga
teman-temannya dan
mendapatkan kesimpulan bahwa kekerasan terjadi karena ayahnya seorang militer dan cara didik yang
digunakan merupakan cara didik yang dulu diterapkan kepada ayahnya sehingga RR mendapatkan pola asuh
otoritarian Tolerance:
Universitas Sumatera Utara
74
Dengan informasi yang dimiliki mengenai kekerasan emosi yang terjadi, RR membangun harapan bahwa ia
dapat menunjukkan kesuksesannya kepada orang tuanya jika ia mewujudkan keinginannya dan perasaan
tidak menyenangkan yang ia alami akan hilang dengan sendirinya sehingga ia tetap bertahan dengan kondisi
kekerasan
tersebut dan
berusaha mewujudkan
keinginannya Allowing:
RR kemudian
membiarkan perasaan
tidak menyenangkan tersebut datang dan pergi begitu saja
dan tetap bertahan dengan kondisinya Friendship:
Pada akhirnya, RR tidak lagi merasakan dampak negatif dari kekerasan yang ia alami. Ia justru dapat
melihat bahwa didikan ayahnya yang keras membantu memperkuat mentalnya dan lebih berhati-hati dalam
mengambil keputusan.
Hambatan dalam
tahap penerimaan
diri -
-
Faktor yang
mendukung pencapaian
penerimaan diri Adanya pengarahan dari ibu untuk memahami
kekerasan yang dialami, pemahaman mengenai dirinya sendiri baik secara kelebihan dan kekurangan, serta
teman-teman yang memberikan dukungan kepada RR ketika mengalami kegagalan
B. Hasil Analisis Responden II RG
1. Latar Belakang Kehidupan RG
RG adalah seorang pria berusia 21 tahun. Ia berlatar belakang suku Batak Toba tetapi sejak kecil ia tinggal berpindah-pindah antara Jakarta dan Medan
mengikuti orang tuanya membangun usaha. Saat ini, orang tuanya tinggal di Cibubur sedangkan ia tinggal di Medan untuk mengenyam pendidikan di bangku
kuliah. Selama berada di Medan, ia tinggal di rumah saudaranya. Ia pernah meminta pindah dari rumah saudaranya karena cukup jauh dari kampusnya, tapi
Universitas Sumatera Utara
75
karena lingkungan kos yang ia tempati saat itu tidak begitu nyaman, orang tuanya menyuruhnya untuk kembali tinggal di rumah saudaranya.
RG merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Abangnya saat ini masih berstatus mahasiswa di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta, sedangkan
adik perempuannya juga masih duduk di bangku kuliah semester 2 di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta. Kedua orang tuanya bekerja sebagai
wiraswasta dengan membuka usaha mandiri. Ketika duduk di bangku sekolah dasar, ia pernah pindah ke Medan karena
usaha kedua orang tuanya yang saat itu berada di Jakarta harus ditutup sejak dikeluarkannya undang-undang baru mengenai usaha mandiri. Akan tetapi, karena
usaha kedua orang tuanya tidak berkembang selama di Medan, mereka memutuskan untuk kembali ke Jakarta dan memulai usaha lainnya. Hal ini
membuat ia beberapa kali harus menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Akan tetapi, kepribadiannya yang kurang bersosialisasi menyebabkan ia kurang
mempedulikan perbuatan yang ditunjukkan lingkungan sosial kepada dirinya dan lebih berfokus pada keluarganya. Meskipun begitu, dampak dari kekerasan emosi
yang diberikan oleh lingkungan tetap dapat ia rasakan. Selain itu, pekerjaan kedua orang tuanya yang membuka usaha mandiri juga menyebabkan mereka lebih
banyak menghabiskan waktu di rumah bersama dengan anak-anaknya yang tanpa disadari menerapkan pola asuh yang mengandung kekerasan emosi.
Universitas Sumatera Utara
76
2. Data Observasi
Pertemuan dengan RG berlangsung selama beberapa kali untuk membangun kedekatan kembali antara peneliti dengan RG. Selama beberapa kali pertemuan
dengannya, peneliti melakukan observasi terhadap perilakunya ketika berhubungan dengan lingkungan.
Berdasarkan observasi tersebut diperoleh gambaran bahwa RG adalah seorang pria yang memiliki rambut berwarna hitam, kulit berwarna coklat muda,
memakai kaca mata, dan tinggi sekitar 170 cm dengan berat badan sekitar 65 kg. Dalam menjalankan rutinitasnya sehari-hari, ia menggunakan kendaraan pribadi
ketika hendak melakukan aktivitas yang menuntut mobilitas. Ia juga lebih banyak menghabiskan waktu melakukan kegiatan yang ia sukai yaitu membaca buku atau
menonton film. Akan tetapi, terkadang ia juga mengunjungi kampusnya ketika temannya meminta bantuan. Selama beberapa pertemuan dengan RG, ia lebih
sering terlihat melakukan aktivitasnya sendiri tanpa melibatkan orang sekitar terutama jika ia belum mengenal orang di sekitarnya. Ia juga terlihat enggan
memulai pembicaraan dengan orang yang belum ia kenal yang berada di sekitarnya.
Wawancara dilaksanakan di taman tengah Fakultas Psikologi USU atas permintaan RG. Ia dan peneliti duduk saling berhadapan selama proses
wawancara berlangsung. Pada saat itu, ia mengenakan kemeja lengan panjang yang digulung berwarna biru muda dan celana jeans dengan sobekan di bagian
lutut. Ia juga mengenakan sepatu berwarna biru tua dan sebuah tas ransel. Sebelum bertemu dengan peneliti, ia baru saja mengunjungi kampusnya. Oleh
Universitas Sumatera Utara
77
karena itu, pakaiannya cukup rapi seperti ketika akan mengikuti perkuliahan. Selama melakukan proses wawancara, ia merokok agar lebih santai dalam
bercerita. Pada awalnya, ia takut untuk merokok karena ia tidak mengenal peraturan di lingkungan tempat wawancara berlangsung tetapi setelah
dipersilahkan untuk merokok, ia menjadi lebih santai. Ia juga tidak peduli dengan orang lain di sekitarnya yang tidak ia kenal. Hal ini terlihat ketika wawancara
tengah berlangsung, beberapa orang menghampiri atau sekedar menyapa peneliti. Akan tetapi, RG tetap pada aktivitasnya dan tidak tertarik untuk memperhatikan
orang-orang tersebut. Bahkan, ia terlihat menunduk dan melakukan aktivitas sendiri ketika ada orang yang tidak ia kenal mendatangi lokasi wawancara.
Wawancara diawali dengan pendekatan kembali antara peneliti dan RG dengan saling menceritakan kondisi selama mengikuti perkuliahan dan
perkembangan saat ini. Selama wawancara, RG lebih berfokus pada peneliti sambil menikmati rokoknya. Sejak awal wawancara, ia aktif menggunakan
intonasi suara untuk beberapa penekanan terutama ketika menceritakan pengalaman kekerasan yang ia dapatkan. Pada awalnya, ia menolak untuk
menceritakan pengalaman kekerasan emosi yang ia dapatkan dari teman- temannya dengan alasan bahwa hal tersebut merupakan pengalaman yang
memalukan dan ia malu untuk menceritakannya, tetapi, pada akhirnya ia tetap menceritakan pengalaman tersebut dengan jaminan kerahasiaan. Ia juga masih
menunjukkan intonasi suara yang tinggi ketika menceritakan perasaannya terhadap kekerasan yang ia dapatkan dari teman-temannya. Hal ini menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
78
bahwa ia masih belum menerima pengalaman tersebut sebagai bagian dari dirinya.
Di sisi lain, RG terlihat menjawab pertanyaan dengan santai dan sesekali membawa ke dalam candaan. Ia juga aktif menggunakan mimik wajah ketika
mencontohkan pembicaraan yang sudah lampau dan gerak-gerik seperti menggangguk, menggelengkan kepala, mengerutkan kening, tersenyum, dan
tertawa, serta gerakan tangan. Ia juga terlihat memperbaiki posisi kacamatanya beberapa kali. Selama menjawab pertanyaan, ia terlihat berusaha keras mencoba
mengingat pengalaman masa lalunya selama beberapa kali. Hal ini terlihat jelas terutama ketika ia menceritakan tentang pengalaman kekerasan yang ia dapatkan
dari teman-temannya. Bahkan, RG terlihat enggan untuk mengingat dan menceritakan pengalaman tersebut.
Akan tetapi, ia dapat dengan lancar menceritakan pengalaman kekerasan yang ia dapatkan dari orang tua dan gurunya tanpa ada intonasi yang tinggi dan
keengganan ketika menceritakan pengalaman tersebut. Sesekali ia juga tertawa dan membawa pembicaraan dalam candaan sehingga proses wawancara dapat
berlangsung tanpa ada kecanggungan antara peneliti dan partisipan. Wawancara selanjutnya dilakukan pada tempat yang sama yaitu taman tengah
Fakultas Psikologi USU. Pada pertemuan ini, RG mengenakan kemeja dengan motif kotak-kotak berwarna coklat muda. Ia juga masih mengenakan celana jeans
yang sobek pada bagian lutut dan sepatu olahraga. Pertemuan dilakukan pada sore hari karena sebelumnya ia memiliki janji untuk membantu temannya. Pada
Universitas Sumatera Utara
79
pertemuan kali ini, ia membawa temannya tersebut untuk ikut selama wawancara walaupun tidak memberikan komentar apapun. Wawancara diawali dengan
obrolan yang dilakukan antara peneliti, RG, dan temannya. Setelah itu, teman RG mempersilahkan untuk melakukan wawancara tanpa ada keterlibatan dirinya.
Selama proses wawancara berlangsung, RG terlihat membuka kacamatanya. Ia juga menggunakan intonasi suara untuk beberapa penekanan dalam menceritakan
pengalaaman kekerasan emosi yang ia alami dan ketika mencontohkan pembicaraan yang sudah lampau serta menggunakan mimik wajah seperti
menggangguk, menggelengkan kepala, mengerutkan kening, tersenyum, dan tertawa, dan gerakan tangan untuk mendukung ceritanya.
Pada wawancara ini, lebih banyak menekankan pada konfirmasi ulang atas apa yang sudah diceritakannya pada wawancara sebelumnya. Oleh karena itu, ia
hanya sesekali terlihat berusaha mengingat pengalamannya di masa lalu. Akan tetapi, ia tetap membawa pembicaraan dalam candaan dan tertawa seperti
sebelumnya. Pada wawancara berikutnya ia juga tetap enggan menceritakan pengalaman kekerasan yang ia dapatkan dari teman-temannya. Hal ini
menunjukkan bahwa ia masih belum menerima sisi positif dari pengalaman tersebut. Ia juga sesekali bertanya kepada temannya untuk memastikan ingatannya
sehingga teman RG ikut memberikan respon terhadap jawaban RG walaupun hanya dengan mimik wajah.
Wawancara berlangsung cukup singkat dibandingkan dengan wawancara sebelumnya. Setelah wawancara selesai, peneliti berbincang-bincang dengan
teman RG. Pada saat ini terlihat bahwa ia tidak mempedulikan lingkungan
Universitas Sumatera Utara
80
sekitarnya karena ketika peneliti berbincang dengan teman RG, ia hanya sibuk memainkan bungkus rokok dan mancis yang berada di depannya dan sesekali ikut
merespon obrolan hanya jika diminta pendapatnya. Secara keseluruhan, tidak ada masalah serius yang menghambat proses
wawancara untuk memperoleh data. Penjelasan RG juga cukup jelas dan singkat dalam beberapa pertanyaan terutama ketika diminta untuk bercerita. Oleh karena
itu, peneliti memberikan beberapa pertanyaan untuk sebuah pengalaman yang diceritakan untuk melengkapi data yang diberikan. Setiap gangguan yang muncul
di lapangan dapat segera ditangani sehingga proses wawancara dapat berjalan sebagaimana mestinya.
3. Wawancara
Laporan wawancara ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu rangkuman wawancara dan data dalam bentuk kutipan wawancara. Dalam setiap kutipan wawancara akan
ditambahkan kode tertentu untuk memudahkan sebab setiap kutipan bisa diinterpretasi beberapa kali. Contoh kode yang digunakan adalah R1.W1k 120-
121hal.34. Maksud dari kode ini adalah kutipan wawancara dari Responden 1, pada wawancara pertama, verbatim halaman 34, pada kolom ke 120-121.
a. Rangkuman Wawancara
RG mengalami kekerasan emosi sejak masa kanak-kanak. Ia mendapatkan hal tersebut dari lingkungannya, baik di lingkungan rumah yang ia dapatkan
dari kedua orang tuanya maupun di lingkungan sekolah yang ia dapatkan dari teman-teman dan gurunya.
Universitas Sumatera Utara
81
Didikan orang tuanya yang ketat dan disiplin membuatnya sering kali tertekan terutama untuk hal-hal yang berhubungan dengan waktu. Hal ini
disebabkan karena orang tuanya sering memarahinya jika ia tidak melakukan tugasnya tepat waktu terutama pada waktu-waktu yang telah ditetapkan orang
tuanya sepeti waktu tidur, waktu belajar, dan lain sebagainya. Selain itu, ia juga kerap kali dimarahi jika mendapatkan nilai yang kurang memuaskan
orang tuanya di sekolah. Hal ini membuat ia melakukan aktivitas sehari-hari dengan penuh tekanan agar tidak mendapatkan hukuman dari orang tuanya. Ia
juga diarahkan orang tuanya untuk memilih hal-hal yang sesuai dengan orang tuanya seperti menentukan masuk jurusan ketika di SMA dan perkuliahan
tanpa mempertimbangkan keinginannya sendiri. Di sisi lain, RG juga mengalami kekerasan dari teman-teman dan gurunya.
Ketika ia masih duduk di bangku sekolah dasar, ia sudah menjadi korban bully teman-temannya. Ia pernah ditempeleng dan ditendang. Ia juga kerap
kali mendapat ejekan dari teman-temanya karena ia tidak pernah melawan teman-temannya ketika melakukan kekerasan terhadap dirinya. Hal ini
merupakan dampak dari sifatnya yang lebih individualis sehingga apapun yang ia dapatkan dari lingkungan dan tidak mempengaruhi dirinya, tidak
menjadi fokus utama untuk diselesaikan. Selain itu, ia juga pernah mendapatkan guru yang keras dalam mengajar
selama di sekolah dasar. Guru tersebut marah jika ada murid yang tidak mengerjakan tugas atau tidak dapat menjawab pertanyaan yang diberikan. Ia
Universitas Sumatera Utara
82
pernah direndahkan di depan kelas di hadapan teman-temannya karena tulisannya berbeda dari teman-temannya yang lain.
Pengalaman kekerasan ini, membuat RG selalu berusaha menghasilkan yang terbaik karena adanya tekanan tersebut hingga bertahun-tahun walaupun
kekerasan tersebut sudah tidak lagi diberikan oleh lingkungannya. Pada awalnya, ia sering menangis setelah mendapatkan kekerasan dari
lingkungannya. Hal ini juga membuatnya takut untuk bertemu dengan orang yang belum ia kenal karena adanya trauma dengan teman-teman yang
menjadikannya korban kekerasan. Ia juga lebih memilih menjauh dari teman- temannya yang melakukan kekerasan terhadap dirinya.
Akan tetapi, pengalaman kekerasan yang ia alami tidak lagi memberikan dampak negatif yang cukup besar kepada RG karena ia hanya berfokus untuk
kesuksesannya di sekolah agar ia dapat memberikan nilai yang baik sehingga tidak mendapatkan hukuman dari kedua orang tuanya. Selain itu, adanya
pembelaan dari salah seorang teman yang belum ia kenal ketika ia mendapatkan ejekan dari temannya membuat ia akhirnya berani melawan
teman-temannya yang memberikan kekerasan. Pengalaman dengan teman- temannya yang memiliki penyesuaian yang baik selama di lingkungan sekolah
membuatnya menyadari dan mulai mengubah caranya menjalani kehidupan sosial dengan lingkungan luarnya. Ia tidak lagi diam jika diberikan perlakuan
kekerasan seperti yang sudah pernah ia alami. Bahkan, ia akan membantu individu lain yang juga mengalami kekerasan seperti yang pernah ia alami
ketika masa kanak-kanak.
Universitas Sumatera Utara
83
Pemahaman mengenai dirinya sendiri juga membuat RG mulai berani untuk berbicara kepada orang tuanya mengenai keinginannya memilih sesuai
dengan potensi yang ia miliki. Akan tetapi, beberapa hal yang menjadi pertimbangannya membuat ia akhirnya tetap melanjutkan perkuliahan sesuai
dengan yang sudah ia jalani dan tetap akan mengembangkan potensinya dengan cara yang menurutnya tidak bertentangan dengan orang tuanya.
Selain itu, ia juga tidak lagi tertekan dengan didikan orang tuanya mengenai disiplin waktu yang sejak dulu melekat pada dirinya. Perbedaan
tugas dan waktu yang ia jalani selama di bangku perkuliahan membuatnya mulai memberanikan diri untuk menyesuaikan waktu yang ia miliki dengan
kebutuhannya tanpa adanya rasa tertekan seperti dulu. Kini ia tidak melihat didikan yang diberikan orang tuanya sebagai sebuah tekanan dalam dirinya,
melainkan sebuah dorongan untuk dapat berprestasi lebih baik. Bahkan ia bersyukur orang tuanya mendidiknya dengan disiplin karena dengan begitu ia
tidak mengalami kesulitan menjalani bangku perkuliahan walaupun ia tidak memiliki dasar pada bidang ilmu tersebut.
b. Data Wawancara
RG mengalami kekerasan emosi sejak kecil dari lingkungannya baik dalam keluarga maupun dalam lingkungan sekolah. Didikan kedua orang tua
RG yang ketat dan disiplin membuat RG selalu tertekan dalam menjalani rutinitasnya sehari-hari. Hal ini membuat RG sering menangis selama masa
kanak-kanak. Ia menangis setiap kali ia tidak dapat menjalankan aturan yang telah ditetapkan oleh orang tuanya. Selain itu, RG juga selalu waspada
Universitas Sumatera Utara
84
terhadap tindakannya agar ia tidak melakukan kesalahan sehingga ia dapat terhindar dari hukuman yang diberikan oleh orang tuanya.Namun, didikan
orang tuanya yang melekat sejak kecil dalam diri RG, membuatnya selalu merasa bersalah dan menangis jika ia melakukan kesalahan walaupun orang
tuanya tidak memberikan hukuman. Hal ini membuat RG selalu berhati-hati dalam mengerjakan tugasnya dan berusaha untuk mendapatkan hasil yang
maksimal agar tidak mendapatkan hukuman dari orang tuanya. Di sisi lain, RG juga mendapatkan bentuk-bentuk kekerasan dari teman-
temannya di sekolah. Cara pergaulan teman-temannya yang tidak sesuai dengan diri RG membuatnya menjadi bahan ejekan teman-temannya. Selain
itu, sikap RG yang tidak pernah memberikan perlawanan terhadap perilaku teman-temannya, membuat RG menjadi korban kekerasan teman-temannya
secara berkelanjutan selama ia masih bersekolah di tempat yang sama. Selain dari teman-temannya, RG juga mengalami kekerasan dari gurunya. Ia pernah
dipermalukan di depan teman-temannya karena kemampuannya. Iajuga pernah direndahkan dan dihukum di hadapan teman-temannya karena cara
menulisnya yang berbeda dengan teman-temannya. Hal ini membuat RG merasa bersalah dan malu dengan dirinya sendiri karena perbedaan tersebut
namun ia tetap menjalani hukuman yang diberikan oleh gurunya. “Kalau gua buat kesalahan, gua nangis hahaa kalau dimarahin, gua nangis”
R2.W1k 33-34hal 1
“Ya gitu, mau gimana lagi coba? Soalnya gua nggak tipe-tipe.. kalau ada masalah nih, gua nggak mau ngomong. Apa lagi masalah kayak gini, ya
pasti gua diemin aja. Toh juga gua tahan disini” R2.W4k 120-123hal 82
Universitas Sumatera Utara
85
“Sempat dulu, waktu e.. setahun gua disini kan gua.. kesel kan gua. Apaan sih ini USU nggak jelas haha terakhir gua pernah marah sama bapak gua,
kan bapak yang nyuruh gua masuk sini. Terakhir gua yang dimarahin haha
itu kan bukan bapak paksa katanya gitu gimana dong.. gitu” R2.W4k 292-297hal 90
Pada dasarnya, RG menyadari bahwa ia lebih menyukai kegiatan yang dilakukan secara individual dari pada berkelompok sehingga RG jarang
bersosialisasi dengan teman-temannya. Selain itu, RG juga menyadari bahwa kekurangannya dalam memulai hubungan dengan orang lain membuatnya
tetap menjadi korban kekerasan teman-temannya. Ketidakmampuannya dalam memberikan perlawanan terhadap tindakan teman-temannya juga
membuat RG tetap mendapatkan perlakuan kekerasan dari teman-temannya secara berkelanjutan. Namun, walaupun sudah mengetahui penyebab ia
mendapatkan kekerasan dari teman-temannya, RG tetap tidak memberikan perlawanan. Hal ini ia lakukan karena ia merasa perlawanan yang ia berikan
tidak akan membuat teman-temannya menghentikan kekerasan yang mereka lakukan terhadap dirinya karena sejak awal RG telah mengamati perilaku
teman-temannya hingga akhirnya ia menyadari bahwa perlakuan yang ia dapatkan dari teman-temannya memang merupakan cara pergaulan yang
berkembang di lingkungannya pada saat itu. “Pas gue sadar ya.. hem.. sebenernya, waktu SD kan gue lihat temen gue
mainannya gitu, cuman dia.. bukan tipe orang yang kayak gua, ngerti nggak? Ya kalau dilece, dia bales gitulah. Sebenarnya disitu gua udah
sadar kalau orang Medan sebenarnya itu kayak gitu kan, di Medan. Terus
pas SMP, kena gua, cuman ya udah gua udah tahu.” R2.W4k 148-154hal 83
Meskipun ketidaknyamanannya terhadap perlakuan yang ia dari lingkungannya membuat RG takut untuk bertemu dengan orang yang belum
Universitas Sumatera Utara
86
pernah ia kenal, RG tetap lebih memilih untuk bertahan dengan kekerasan yang dilakukan oleh teman-temannya dari pada harus bertemu dengan orang
yang belum pernah ia kenal sebelumnya. Namun, dibalik pertahanan yang ia lakukan, ternyata RG meyakini bahwa ia memiliki kemungkinan untuk tidak
lagi bertemu dengan teman-temannya ketika ia naik kelas dan memiliki nilai yang jauh berbeda dengan teman-temannya. Dengan adanya harapan ini, RG
tidak lagi mempedulikan perlakuan yang ia terima dari teman-temannya, melainkan fokus pada nilainya di sekolah. Hal ini ia lakukan juga sebagai
cara agar tidak mendapatkan hukuman dari orang tuanya di rumah. “Gua karena tuntutan sekolah lah. Gua harus sekolah, gimana gua lulus,
ya.. gimana pun gua harus tahan di sekolah itulah, mau gimana juga” R2.W4k 109-111hal 82
“Oh iya juga. Tapi kan ada changes dia nggak ketemu gua lagi kalau misa
lnya gua beda kelas. Gua mikirnya gitu” R2.W1k 538-540hal 25
RG menyadari orang tuanya memberikan hukuman ketika ia tidak mengikuti aturan dan tidak menghasilkan prestasi yang baik. Oleh karena itu,
RG tetap menekankan pada dirinya bahwa ia harus mengikuti aturan sesuai dengan yang telah ditetapkan orang tuanya dan menunjukkan prestasi yang
baik di sekolah. Hal ini juga ia lakukan karena ia mengetahui bahwa didikan orang tuanya bertujuan agar ia dapat disiplin terhadap waktu dan selalu
berusaha untuk menghasilkan yang terbaik dalam mempersiapkan masa depannya. RG menyadari bahwa hukuman hanya diberikan ketika ia
melakukan kesalahan, dengan demikian ia meyakini bahwa orang tuanya mengetahui hal-hal yang terbaik untuk masa depan RG. Selain itu, ketika RG
Universitas Sumatera Utara
87
mengungkapkan keinginannya yang berbeda dengan keinginan orang tuanya, RG juga tidak berhenti ketika orang tuanya menolak keinginannya. Ia tetap
mengutarakan keinginannya dan mencari tahu penilaian orang tuanya terhadap keinginannya dan keinginan kedua orang tuanya. Jika hal tersebut
masuk akal bagi RG, maka ia akan mengikuti arahan orang tuanya. Namun, jika hal tersebut kurang masuk akal, ia akan mencari cara untuk mewujudkan
keinginannya tanpa harus mendapat penolakan dari orang tuanya. Setelah beberapa kali RG berdiskusi dengan orang tuanya setelah ia
mengutarakan keinginannya, RG menyadari bahwa tuntutan yang selama ini diberikan oleh orang tuanya merupakan cara agar ia tidak gegabah dalam
mengambil keputusan sehingga ia tidak menyesal di kemudian hari. Oleh karena itu, RG membiarkan tekanan yang ada pada dirinya dan tetap
menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Hal ini terjadi karena RG memiliki keyakinan bahwa orang tuanya mengetahui pilihan yang terbaik untuk RG
dalam menentukan masa depannya. Keyakinan ini diperkuat juga karena RG pada dasarnya masih memiliki keraguan dan belum memiliki pengetahuan
yang cukup mengenai pilihan yang ia tentukan sesuai dengan keinginannya. “Ngikutin yang disuruhlah karena gua mikir e.. kan biasanya yang nyuruh
gua, orang tua kan, ya.. lebih bagus menurut merekalah dari pada gua ngerjain apa yang gua mau. Gitu gua mikirnya”
R2.W4k 235-238hal 87
Pada akhirnya, RG menjalani aktivitasnya sehari-hari tanpa tekanan seperti yang ia alami dulu. Hal ini terjadi karena RG mampu melihat sisi
positif dari cara didik orang tuanya sejak dulu. Ia mengakui bahwa cara didik orang tuanya yang dulu memberikan tekanan pada diri RG sejak kecil, kini
Universitas Sumatera Utara
88
membuat RG semakin mudah dalam melaksanakan tugas-tugasnya terutama ketika ia dihadapkan pada hal-hal baru. Ia merasakan tekananan yang selama
ini ia alami memberikan bermanfaat yang besar dalam menjalankan pendidikannya di bangku kuliah walaupun ia tidak memiliki dasar pada
bidang ilmu yang ia ambil. Bahkan RG mampu bersaing dengan teman- temannya yang sejak SMA sudah memiliki dasar pada bidang ilmu ekonomi.
Selain itu, RG juga merasa menjadi disiplin dengan waktu sehingga ia dapat memanfaatkan waktu yang dimilikinya dengan sebaik mungkin.
“Ada, gua di ajarin disiplin sampai gua kuliah gua nyadar itu berguna” R2.W4k 486-487hal 99
“Terus kan itu kan masih, masih basic kan pengantar jadi gua sampai semester 5, 6, 7, 8 itu kayak nggak kesusahan soalnya kan gua udah.. ini
basicnya tinggal melengkapi. Jadi gua nggak nyesel gua disitu” R2.W4k 495-498hal 99
Berdasarkan data wawancara tersebut, dapat dikatakan bahwa RG mencapai tahap friendship dalam penerimaan diri ketika ia sudah dapat
menerima pengalaman baik maupun pengalaman buruk yang ia alami di masa lalu. Bahkan, RG dapat melihat sisi positif dari pengalaman buruknya di
masa lalu.
4. Analisa Responden RG
Sejak masa kanak-kanak, RG mengalami beberapa bentuk kekerasan emosi yang terjadi di dalam keluarganya maupun di lingkungan sosialnya.
Krumins 2011 menyatakan bahwa individu yang memiliki kekuasaan dapat lebih mudah melakukan kekerasan emosi dengan mengontrol dan
memanipulasi situasi sehingga individu lain tidak menyadari telah terjadi
Universitas Sumatera Utara
89
kekerasan dalam situasi tersebut. Hal inilah yang dialami olehnya, didikan orang tua yang disiplin membuat ia menekan dirinya untuk selalu menghindari
kesalahan agar tidak mendapatkan hukuman dari orang tuanya. Kerasnya didikan mengenai kedisiplinan membuat ia beranggapan bahwa ia harus
melakukan semua hal sesuai dengan standar-standar yang telah ditetapkan orang tuanya. Hukuman dan amarah yang selalu ditunjukkan orang tuanya
ketika ia melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan orang tuanya membuat ia menekan dirinya sendiri dalam melakukan berbagai kegiatan.
Bahkan, tekanan ini tetap ia berikan walaupun orang tuanya tidak lagi memberikan hukuman kepada dirinya.
Selain itu, RG juga mengalami bentuk kekerasan emosi dari teman- temannya di lingkungan sekolah terutama dari temannya yang memiliki status
sosial lebih tinggi dan diakui di lingkungan sekolah Henslin, 2007. Hal ini juga membuat lingkungannya tidak menyadari bahwa ia sedang mengalami
bentuk-bentuk kekerasan dari orang tua dan teman-temannya. Akibatnya, ia merasa takut untuk bertemu dengan orang yang belum ia kenal karena adanya
ketakutan bahwa orang yang belum ia kenal juga akan memberikan kekerasan emosi terhadap dirinya seperti yang ia dapatkan dari lingkungannya. Di sisi
lain, ia juga merasa malu pada dirinya karena ia tidak mampu melawan kekerasan tersebut. Ia merasa dirinya lemah dan tidak berdaya dalam melawan
kekerasan emosi yang terjadi pada dirinya sehingga menyebabkan ia merespon kekerasan emosi yang ia alami dengan menahan sendiri perasaan
tidak menyenangkan yang ia rasakan tanpa memberikan perlawanan. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
90
membuatnya selalu berusaha untuk menghindari teman-teman yang pernah melakukan kekerasan terhadap dirinya Hunt, 2013.
Permasalahan yang ia alami pada dasarnya dikarenakan karakteristik dirinya yang individualis atau dengan kata lain ia lebih nyaman melakukan
aktivitas sendirian dari pada bersama dengan orang lain sehingga ia tidak memberikan perlawanan terhadap tindakan kekerasan yang diberikan
lingkungannya. Kenyamanannya dengan berbagai hal yang ia lakukan sendiri membuat ia beranggapan bahwa lingkungan sosialnya tidak memberikan efek
apapun terhadap kemampuan dan kinerja dirinya sehingga ia tidak menganggap kekerasan emosi yang diberikan oleh teman-temannya tidak
perlu ditangani dengan serius walaupun ia tetap mendapatkan perasaan yang tidak menyenangkan dari tindakan teman-temannya tetapi ia lebih memilih
untuk menahan perasaan tidak menyenangkan tersebut. Hal ini juga berawal dari kebiasaannya sejak kecil yang selalu dituntut untuk menahan perasaan
tidak menyenangkan yang ia dapatkan ketika ia mengalami kekerasan emosi dari orang tuanya. Ia merasa bahwa kemampuannya dalam menahan perasaan
yang tidak menyenangkan sudah cukup untuk bertahan dalam situasi kekerasan emosi yang ia hadapi. Dengan kesadaran akan karakteristik
pribadinya yang individualis dan kemampuan dirinya, ia memutuskan untuk tetap menjalankan aktivitasnya seperti biasa tanpa mempedulikan
lingkungannya. Data yang didapatkan mengenai RG menunjukkan bahwa ia cenderung
melakukan pembedaan terhadap kekerasan emosi yang ia dapatkan dari orang
Universitas Sumatera Utara
91
tuanya, gurunya, dan teman-temannya. Ia melihat kekerasan emosi yang ia dapatkan dari orang tua dan gurunya dapat mengarahkannya pada hal-hal yang
lebih baik dalam prestasi yang mampu ia capai, tetapi, kekerasan emosi yang didapatkan dari teman-temannya masih dilihat sebagai hambatan dalam
mengembangkan dirinya yang menyebabkan ia merasa malu pada dirinya sendiri. Hal ini menunjukkan adanya penerimaan diri pada dirinya terhadap
kekerasan emosi yang ia dapatkan dari orang tua dan gurunya walaupun ia mengalami hambatan dalam lingkungan sosial dan stres emosional yang
merupakan faktor yang dapat menghambat individu mencapai tahap penerimaan diri Hurlock, 1974; Widyarini, 2009.
Sesuai dengan tahapan penerimaan diri yang dikemukakan oleh Germer 2009, penerimaan diri RG diawali dengan penghindaran aversion baik
pada kekerasan emosi yang berasal dari teman-temannya maupun kekerasan emosi yang berasal dari orang tua dan gurunya. Pada awalnya ia menahan
perasaan tidak menyenangkan yang ia rasakan setelah mengalami kekerasan emosi dengan cara menangis dan tidak memberikan perlawanan selama
kekerasan tersebut dilakukan, kemudian ia mempelajari situasi dimana ia mendapatkan bentuk kekerasan dari lingkungannya curiosity dan membuat
dugaan bahwa jika ia tidak melakukan kesalahan maka ia tidak akan mengalami kekerasan. Selama berada pada tahap penghindaran, tidak banyak
yang dapat dilakukan olehnya karena sudah menjadi kebiasaannya untuk menahan perasaan tidak menyenangkan yang ia rasakan.
Universitas Sumatera Utara
92
Penahanan ini pada dasarnya dilakukan sebagai bentuk upaya untuk menghindari perasaan tidak menyenangkan akibat dari kekerasan emosi yang
ia alami. Selain kebiasaan menahan rasa sakit, ia juga terbiasa mengamati lingkungan sekitarnya dan interaksi mereka. Hal ini ia gunakan untuk
mengumpulkan berbagai informasi mengenai kekerasan emosi yang ia alami sehingga ia mampu mengubah pandangan terhadap kekerasan emosi tersebut
dengan menggunakan proses kognitif. Dalam proses ini, ia membuat berbagai kemungkinan dan kesimpulan seperti didikan dan tuntutan yang diberikan
orang tuanya yang keras dilakukan agar ia dapat menjadi anak yang disiplin dan memiliki prestasi yang baik. Ia juga melakukan uji coba terhadap
kemungkinan yang ia ciptakan seperti jika ia dapat menghasilkan prestasi yang baik seperti dengan tuntutan orang tuanya, maka ia tidak akan merasakan
perasaan tidak menyenangkan. Selain itu, pengamatannya terhadap lingkungan sekitarnya membuat RG
menyadari bahwa teman-temannya melakukan bentuk kekerasan karena budaya di lingkungannya tempat tinggalnya menunjukkan adanya tindakan
kekerasan dalam menjalani pergaulan sehingga bentuk kekerasan sudah dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Meskipun ia memahami bahwa
lingkungannya melakukan tindak kekerasan terhadap dirinya karena karakteristik dirinya yang tidak menyukai aktivitas sosial sehingga kekerasan
emosi terus berlanjut terhadap dirinya, ia tetap malu terhadap dirinya selama mendapatkan kekerasan emosi dari teman-temannya. Ia merasa malu karena ia
tidak dapat melakukan apapun untuk melawan kekerasan tersebut, berbeda
Universitas Sumatera Utara
93
dengan teman-temannya yang lain yang juga mengalami kekerasan emosi tetapi berani untuk melawan dan memasukkan hal tersebut ke dalam cara
pergaulan mereka. Pemahaman yang baik tentang lingkungan dan dirinya cukup membantu
RG menahan perasaan tidak menyenangkan yang ia dapatkan dari lingkungannya sehingga mendukungnya dalam melewati tahap penerimaan
diri Hurlock, 1974. Hal ini membuat RG tetap bertahan dengan kondisinya dengan keyakinan bahwa orang tuanya memiliki rencana yang baik untuk
masa depannya. Pemahaman ini membuat ia tidak mempermasalahkan kekerasan emosi yang ia dapatkan dari teman-temannya dan mengubah
fokusnya untuk mewujudkan tuntutan orang tuanya memiliki prestasi yang baik selama di sekolah. Dengan keyakinan ini, ia juga membentuk harapan
bahwa perasaan tidak menyenangkan yang ia rasakan sebagai akibat dari kekerasan emosi yang dialami dari orang tuanya akan hilang dengan
sendirinya jika ia dapat memenuhi tuntutan dari mereka tolerance. Di sisi lain, harapan yang ia bangun selama mengalami tindakan
kekerasan emosi dalam lingkungan sekolahnya ternyata juga merupakan tindakan penghindaran yang ia lakukan agar tidak mendapatkan kekerasan
emosi dari orang tuanya. Ia menyadari bahwa dengan mendapatkan nilai yang baik maka ia akan terhindar dari kekerasan yang akan ia dapatkan dari orang
tuanya. Hal ini membuat RG akhirnya menjadikan hal tersebut untuk mendorongnya agar ia mampu mencapai dan menunjukkan prestasi yang baik
Universitas Sumatera Utara
94
di sekolah sehingga perasaan tidak menyenangkan yang ia rasakan akan hilang dengan sendirinya.
Dengan adanya harapan tersebut, maka RG membiarkan allowing perasaan tidak menyenangkan yang ia dapatkan selama mengalami kekerasan
emosi dari orang tuanya lewat begitu saja. Hal ini membuat ia tetap membiarkan kekerasan emosi terjadi pada dirinya. Ia terbuka dengan perasaan
tidak menyenangkan yang ia rasakan dari kekerasan emosi yang ia alami karena adanya keyakinan bahwa perasaan tersebut akan hilang dengan
sendirinya. Sekarang, RG mampu melihat sisi positif friendship dari kekerasan emosi
yang ia alami pada masa kanak-kanak yang diberikan guru dan orang tuanya. Ia menyadari bahwa cara didik orang tuanya membantunya dalam
menghadapi perkuliahan dengan lancar yang telah ia jalani walaupun tanpa memiliki dasar pada bidang ilmu tersebut. Bahkan, RG telah menyusun
rencana selanjutnya dalam menjalani kehidupan dengan memanfaatkan potensi dirinya yang telah ia sadari tanpa harus melawan keinginan orang
tuanya. Akan tetapi, ketika ia sedang mulai membangun harapan ketika ia
mengalami kekerasan dalam lingkungan sosialnya, secara tidak sadar RG mengubah fokusnya hanya pada kekerasan yang ia alami dalam keluarganya
sehingga tahapan penerimaan yang ia jalani ketika mengalami kekerasan emosi dari teman-temannya belum sampai pada kondisi di mana ia menyadari
Universitas Sumatera Utara
95
adanya manfaat dari kekerasan yang ia alami. Hal ini membuat RG tidak dapat membiarkan perasaan tidak menyenangkan yang ia dapatkan dari
lingkungan sosialnya muncul lagi pada dirinya sehingga ia lebih memilih untuk menghindari teman-teman yang pernah melakukan tindakan kekerasan
terhadap dirinya. Meskipun begitu, ketakutannya terhadap lingkungan baru sudah berkurang ketika ia merasa mendapat penerimaan dari salah seorang
temannya yang membantunya ketika sedang mengalami kekerasan emosi. Sesuai dengan pernyataan Hurlock 1974 yang mengemukakan bahwa
identifikasi dengan individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik dapat membantu individu dalam menerima dirinya sehingga ia tetap mampu
bertahan dan melawan kekerasan emosi yang ia alami dari lingkungan sosialnya pada saat ini.
Hal ini terjadi karena ia berpendapat bahwa ia lebih nyaman melakukan aktivitas sendiri dari pada aktivitas sosial sehingga ia tidak perlu untuk
mencari tahu lebih lanjut dan mengurangi kekerasan emosi yang ia dapatkan dari teman-temannya. Ia juga beranggapan bahwa dorongan yang ia dapatkan
dari orang tuanya sudah cukup membantunya dalam mengembangkan dirinya. Sebagai akibatnya, ia tetap merasa malu dan belum dapat menerima
pengalaman dan kondisi dirinya ketika mengalami kekerasan emosi di masa lalu.
Universitas Sumatera Utara
96
5. Rangkuman Responden RG Tabel 6. Rangkuman responden RG
Pelaku kekerasan
emosi Orang tua
Guru Teman di
sekolah Intensitas
Kekerasan menjadi bagian dalam mendidik
anak sejak kecil hingga saat ini ketika RG
berinteraksi dengan orang tuanya
Kekerasan terjadi selama di sekolah
ketika gurunya mengajar
Kekerasan terjadi di sekolah sejak
RG kelas 5 SD sampai 3 SMA
Bentuk kekerasan
emosi Dihukum dan dimarahi
setiap RG melakukan hal-hal yang tidak
sesuai dengan keinginan orang tuanya
seperti tidak tidur tepat waktu atau ketika RG
tidak menunjukkan prestasi di sekolah. RG
juga dituntut untuk melakukan sesuatu
sesuai dengan keinginan orang tuanya
tanpa mempertimbangkan
keinginan RG Dipermalukan di
depan teman- temannya yang
lain, dimarahi dan dihukum jika
tidak dapat menjawab
pertanyaan yang diberikan
Diejek, dipermalukan,
dan diremehkan selama berada di
sekolah
Dampak kekerasan
emosi Menyalahkan diri
sendiri, takut melakukan berbagai
hal baru, merasa tertekan
Merasa malu, menyalahkan diri
sendiri, merasa tertekan
Merasa malu, takut bertemu
dengan orang baru, menjauhi
lingkungan sosialnya
Tahapan untuk mencapai
penerimaan diri
Aversion: Tahap penghindaran dilakukan RG dengan
menahan perasaan tidak menyenangkan yang ia dapatkan setelah mengalami
kekerasan emosi. RG juga pernah mencoba untuk melawan orang tuanya ketika dituntut
melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan dirinya
Curiosity: RG mencari tahu penyebab didikan orang
tuanya
yang keras
dan melakukan
Aversion: Tahapan ini juga
dilakukan RG
dengan menahan perasaan
tidak menyenangkan
yang ia dapatkan setelah
mengalami kekerasan emosi
dari
teman-
Universitas Sumatera Utara
97
rasionalisasi bahwa orang tuanya memiliki pengalaman yang lebih banyak sehingga
mereka lebih mengetahui tindakan yang terbaik untuk RG. Pada akhirnya, RG juga
mengetahui
alasan gurunya
mempermalukan dan memarahinya. Tolerance:
Dengan kesimpulan dan rasionalisasi yang ia lakukan mengenai kekerasan yang ia
alami, RG memilih untuk bertahan dengan kekerasan yang ada. Ia mambangun harapan
bahwa ia akan menjadi orang sukses dengan didikan orang tuanya dan berharap bahwa
kekerasan yang ia dapatkan akan hilang jika ia mampu menunjukkan prestasi yang baik
Allowing: RG kemudian membiarkan perasaan tidak
menyenangkan tersebut datang dan pergi begitu saja dan tetap bertahan dengan
kondisinya karena adanya harapan bahwa perasaan tidak menyenangkan akan hilang
dengan sendirinya dan ia dapat memiliki masa depan yang lebih baik
Friendship: Pada akhirnya, RR tidak lagi merasakan
dampak negatif dari kekerasan yang ia alami. Ia dapat merasakan manfaat dari
tindakan yang dilakukan oleh orang tua dan gurunya. RG menyatakan bahwa cara didik
orang
tuanya membantunya
dalam mengatur waktu selama ia tidak tinggal di
rumah bersama orang tuanya tetapi tetap dapat hidup teratur dan menghasilkan
prestasi yang baik walaupun RG tidak memiliki dasar pada bidang yang ia tekuni
temannya Curiosity:
RG mencari tahu mengenai
tindakan kekerasan yang
dilakukan oleh teman-temannya
dengan cara mengamati
perilaku dan kebiasaan di
lingkungan sekitarnya
Tolerance: Setelah
mengetahui alasan kekerasan
yang ia dapatkan, RG mengubah
fokusnya pada kekerasan yang
ia dapatkan dari orang tua dan
gurunya Allowing:
Dengan harapan bahwa ia dapat
menghasilkan nilai yang baik,
RG membiarkan kekerasan emosi
terjadi pada dirinya
Friendship: -
Hambatan dalam
tahap penerimaan
diri Tekanan yang masih dirasakan walaupun
RG sudah tidak tinggal bersama orang tuanya dan sudah mendapatkan guru yang
tidak melakukan kekerasan dalam mendidik muridnya
RG tidak memberikan
makna positif terhadap
kekerasan yang ia alami dari
teman-temannya
Faktor yang
mendukung pencapaian
penerimaan Adanya pemahaman mengenai diri sendiri
dan keinginannya
sehingga ia
lebih berfokus pada hal tersebut. RG juga
merasakan manfaat langsung dari didikan Salah seorang
teman membela RG ketika
menerima
Universitas Sumatera Utara
98
diri orang tua dan gurunya terhadap prestasinya
kekerasan emosi sehingga ia
merasa diterima dan tidak lagi
memikirkan kekerasan yang
ia alami dari teman-temannya
yang lain
C. Hasil Analisis Responden III RS
1. Latar Belakang Kehidupan RS
RS adalah seorang pria berusia 32 tahun yang saat ini sedang bekerja di salah satu lembaga sosial. Ia merupakan seorang Pujakesuma yang memiliki suku Jawa
tetapi sejak lahir ia tinggal di Medan bersama orang tuanya. Selama menjalani pekerjaannya sehari-hari, RS menggunakan motor sebagai kendaraannya menuju
kantornya yang terletak di salah satu perumahan di Johor. RS merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Adik RS saat ini sudah
menjadi seorang ibu rumah tangga dan tinggal bersama suaminya.Sedangkan RSmasih tinggal bersama dengan kedua orang tuanya karena ia belum menikah.
Sejak kecil, RS menjalani kehidupan dengan cara sederhana. Bahkan, ia sudah membantu orang tuanya dengan mencari pekerjaan sampingan sejak ia menjalani
pendidikan di bangku perkuliahan. Oleh karena itu, RS harus membagi waktunya antara pekerjaan dengan kuliah yang ia jalani. Setelah lulus kuliah, RS
memutuskan untuk mencari pekerjaan tetap yang dapat memberikan masa depan yang lebih baik. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya ia mendapatkan
pekerjaan tetap yang ia geluti hingga saat ini.
Universitas Sumatera Utara
99
2. Data Observasi
Selama melakukan pertemuan dengan RS, peneliti melakukan observasi terhadap RS dan perilaku ketika berhubungan dengan lingkungannya. Peneliti
juga melakukan pendekatan dengan lingkungan RS untuk mencari informasi mengenai perilaku RS sehari-hari.
Berdasarkan observasi tersebut diperoleh gambaran bahwa RS adalah seorang pria dengan penampilan sederhana. Ia memiliki rambut lurus berwarna coklat tua,
kulit berwarna coklat, dengan tinggi sekitar 165 cm, dan berat badan 50 kg. Saat ini ia masih tinggal bersama kedua orang tuanya. Sehari-hari, RS bekerja di salah
satu lembaga yang terletak di Komplek Perumahan yang terletak di daerah Johor dengan menggunakan sebuah motor. RS tidak mengalami hambatan dalam
komunikasi, hanya saja beberapa kali ia meminta untuk mengulang pertanyaan dan tidak jadi memberikan jawaban. Selama pertemuan dengan RS, ia terlihat
menyapa orang yang ia kenal yang berada di sekitarnya. Wawancara dilaksanakan di sebuah ruangan dalam kantor RS pada waktu
istirahat siang. Sebelum wawancara dilakukan, RS masih bekerja di meja kerjanya. Ketika peneliti datang, ia beribadah dan menyiapkan ruangan untuk
melakukan wawancara. Pada saat itu, RS mengenakan kemeja berwarna coklat tua yang didalamnya terdapat kaus dan celana kain tanpa alas kaki. Penampilan RS
terlihat sederhana walaupun ia sedang bekerja. Selama wawancara, RS mengarahkan
pandangan ke
sekelilingnya sambil
memegang telepon
genggamnya. Ia juga menggunakan intonasi suara untuk beberapa penekanan dan ketika mencontohkan pembicaraan yang sudah lampau serta menggunakan mimik
Universitas Sumatera Utara
100
wajah seperti menggangguk, menggelengkan kepala, mengerutkan kening, tersenyum, dan tertawa, dan gerakan tangan.
Pada awalnya, RS menjawab pertanyaan dengan cukup singkat dan beberapa informasi dirahasiakan. Namun, setelah beberapa pertanyaan mengenai
pengalamannya di masa lalu, RS dapat dengan lancar menceritakan pengalamannya saat ini. Wawancara sempat terputus beberapa kali karena
beberapa orang yang berada di lokasi wawancara berbicara pada RS dan peneliti di tengah wawancara yang sedang berlangsung. Namun, wawancara tetap
dilanjutkan sampai peneliti menghentikan wawancara karena data secara keseluruhan sudah didapatkan.
Secara keseluruhan, tidak ada masalah serius yang menghambat proses wawancara untuk memperoleh data. Penjelasan RS juga masih dapat digali secara
keseluruhan walaupun pada awalnya RS enggan memberikan informasi yang berkaitan dengan pekerjaannya. Setiap gangguan yang muncul di lapangan dapat
segera ditangani sehingga proses wawancara dapat berjalan sebagaimana mestinya.
3. Wawancara
Laporan wawancara ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu rangkuman wawancara dan data dalam bentuk kutipan wawancara. Dalam setiap kutipan wawancara akan
ditambahkan kode tertentu untuk memudahkan sebab setiap kutipan bisa diinterpretasi beberapa kali. Contoh kode yang digunakan adalah R1.W1k 120-
Universitas Sumatera Utara
101
121hal 34. Maksud dari kode ini adalah kutipan wawancara dari Responden 1, pada wawancara pertama, verbatim halaman 34, pada kolom ke 120-121.
a. Rangkuman Wawancara
Pengalaman kekerasan emosi dialami RS sejak masa kanak-kanak. Perbedaan jenis kelamin antara RS dengan adiknya membuat RS
mendapatkan perbedaan perlakuan dari kedua orang tuanya.Selain itu, RS juga mendapatkan kekerasan emosi dari lingkungan teman-temannya dan
atasannya di kantor. Sejak kecil, RS sudah terbiasa mendapatkan kekerasan emosi dari kedua
orang tuanya dengan memberikan perlakuan yang berbeda antara ia dan adiknya. Beberapa kali, orang tua RS memberikan fasilitas kepada adiknya
tetapi tidak memberikan hal yang sama kepadanya. Selain itu, adik RS juga kerap kali dimanja oleh kedua orang tuanya sedangkan dirinya dituntut untuk
menjalani tanggung jawab sebagai seorang anak laki-laki yang seharusnya membantu kedua orang tuanya. Akibatnya, ia merasa jengkel kepada orang
tuanya karena adanya perbedaan tersebut. RS juga kerap kali menyalahkan dirinya atas perbedaan perlakuan yang diberikan oleh kedua orang tuanya.
Beberapa spekulasi ia hasilkan dari perbedaan yang ia dapatkan tersebut mulai dari orang tuanya yang lebih menyayangi adiknya karena adiknya merupakan
anak perempuan bungsu hingga kemungkinan-kemungkinan bahwa ia sudah melakukan berbagai kesalahan sehingga membuat orang tuanya tidak
memberikan fasilitas yang sama seperti yang diberikan kepada adiknya.
Universitas Sumatera Utara
102
Selama mengalami bentuk-bentuk kekerasan emosi dalam lingkungan keluarga, RS tidak mendapatkan pertolongan dari orang lain. Namun,
keyakinannya akan kebaikan dan tuntunan yang ia dapatkan dalam ajaran agamanya membuat RS tetap bertahan dengan perbedaan perlakuan yang ia
alami dan tetap menjalani kehidupan sesuai dengan tuntunan dalam ajaran agama yang ia miliki. Keyakinan ini membuat RS menyadari akan pentingnya
nilai-nilai kehidupan yang ia jalani. Selain itu, ia juga memaklumi tindakan- tindakan yang dilakukan orang tuanya terhadap dirinya sebagai suatu
dorongan agar ia dapat menjadi lebih baik dalammenjalani hidup. Kekerasan emosi ternyata tidak hanya dialami RS di dalam lingkungan
keluarganya melainkan juga di dari teman-teman di lingkungan rumahnya. Keyakinan dan pemahaman diri RS terlihat ketika ia disisihkan oleh
lingkungan sosial sekitar tempat tinggalnya. Ia juga tidak dilibatkan dalam berbagai kegiatan yang berlangsung di lingkungan tempat tinggalnya. Hal ini
terjadi karena adanya perbedaan antara RS dengan teman-temannya sehingga ia disisihkan oleh lingkungannya. Teman-teman RSmerupakan pengguna
narkoba sedangkan RSmenolak untuk ikut dalam pergaulan dengan teman- temannya dan memilih untuk hidup sesuai dengan ajaran agama yang
diyakininya sebagai sesuatu yang baik. Oleh karena itu, ia membiarkan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh teman-temannya di lingkungan
tempat tinggalnya dengan harapan bahwa ia dapat menjalani kehidupan sesuai dengan pegangan hidup yang dimilikinya. Pertemuannya dengan teman-
Universitas Sumatera Utara
103
temannya yang berbeda dengan dirinya membuat RS semakin memahami siapa dirinya dan tujuannya dalam menjalani kehidupan.
Selain itu, RS juga mengalami bentuk kekerasan emosi di lingkungan tempat kerjanya. Ia mendapatkan kekerasan emosi yang dilakukan oleh
atasannya. RS mendapatkan perlakuan yang tidak adil ketika kantor tempat ia bekerja sedang melaksanakan seleksi untuk pendidikan lanjutan. Pada
awalnya, RS dan beberapa rekannya mengikuti ujian tahap pertama. Mereka memberikan hasil yang baik dengan lulus pada tahapan pertama. Namun
ketika tahap selanjutnya akan dilaksakan, RS tidak diikutsertakan oleh atasannya dengan alasan bahwa RS akan diikutsertakan pada gelombang
berikutnya. RS melihat bahwa ada kesenjangan antara dirinya dengan rekan- rekannya karena RS memiliki pengalaman kerja yang lebih lama
dibandingkan rekannya yang diikutsertakan pada ujian tahap selanjutnya. Hal ini sempat membuat RS bertanya-tanya dan mengkoreksi dirinya untuk
memahami alasan atasannya tidak mengikutsertakan dirinya dalam ujian tahap kedua. Namun, berdasarkan keyakinan dan pemahaman RSmengenai
atasannya, ia meyakini bahwa atasannya akan mengikutsertakan dirinya pada tahapan selanjutnya. Bahkan, RS melihat hal ini sebagai suatu kesempatan
untuk memperbaiki kemampuan dirinya sehingga ia mampu menyelesaikan tahapan-tahapan selanjutnya.
Sekarang RS tidak lagi merasakan dampak dari kekerasan emosi yang ia alami. Saat ini RS menjalani aktivitasnya sehari-hari sesuai dengan
keyakinannya dalam menjalani kehidupan. Ia bahkan dapat melihat kekerasan
Universitas Sumatera Utara
104
emosi sebagai dorongan agar ia lebih berusaha untuk mendapatkan sesuatu yang ia inginkan.
b. Data Wawancara
Kekerasan emosi dialami oleh RS dari lingkungan sekitarnya baik dari lingkungan keluarga, tempat tinggal, maupun lingkungan tempat ia bekerja.
Pada awalnya, RSmerasa jengkel ketika ia mengalami kekerasan dari lingkungan sekitarnya. Bahkan, ia kerap kali menyalahkan diri sendiri atas
kondisi yang ia alami. Ia meyakini bahwa bentuk-bentuk kekerasan yang ia dapatkan merupakan akibat dari kesalahan yang telah ia lakukan walaupun ia
sendiri tidak mengetahui kesalahan tersebut. Hal ini membuat RS menerima dan membiarkan kekerasan terjadi pada dirinya.
“Itu.. ya.. abang bisa apa ya istilahnya.. abang bisa.. koreksi diri, ya mungkin itu.. entah abang e.. kurang rajin di rumah atau mungkin.. e..
mungkin ada bandel atau gimana” R3.W1k 266-269hal 13
“Ya mungkin e.. belum waktunya atau gimana, nggak tahulah. Ya itu termasuk abang.. itu, itu ya.. inilah haha itu abang merasa diremehkan. Ya
mungkin dianggap abang lebih rendah atau gimana, mungkin abang dianggap loadingnya, IQ nya lambat atau gimana. Ya.. ya abang sih e..
untuk.. untuk kasus tadi abang.. abang merasa jengkel ada, ya abang juga berusaha mengkoreksi diri abanglah, ya mungkin abang ada yang salah
atau mungkin abang ada kurang atau gimana.” R3W2k 265-274hal 36
Walaupun RS menyalahkan dirinya, ia tidak berlarut-larut dalam kondisi tersebut. RS langsung melakukan koreksi diri setiap kali ia mengalami
kekerasan maupun ketika iamerasa bahwa dirinya telah membuat suatu kesalahan. Hal ini ia lakukan agar ia dapat memperbaiki diri dan tidak
Universitas Sumatera Utara
105
mengalami hal yang sama di kemudian hari. Selain itu, RS juga melakukan koreksi diri untuk membantunya memahami tindakan-tindakan orang
terhadap dirinya. Ketika melakukan koreksi diri, RS juga mencari tahu mengenai pelaku kekerasan dan alasan terjadinya kekerasan tersebut. Hal ini
terlihat ketika RS mendapatkan perlakuan yang berbeda di keluarganya. RS menyadari bahwa perlakuan yang berbeda dialami oleh RS dalam
keluarganya agar ia melakukan usaha jika menginginkan sesuatu karena sejak kecil RS diajarkan untuk selalu berusaha.Ketika RS disisihkan oleh teman-
temannya, ia juga mencari informasi mengenai teman-temannya yang ternyata merupakan sekelompok pengguna narkoba.
“Ya itu tadi, pernah juga menyimpulkan ya.. mungkin orang tua lebih sayang ke si adik mungkin karena juga adik anak paling kecil atau gimana
kan, atau mungkin oh mungkin aku ada bandel gimana kan jadinya.. merasa jengkel ada dan juga mengkoreksi diri juga”
R3.W1k 298-302hal 14 Pengetahuan yang dimiliki RS mengenai situasi dan kondisi ketika ia
mengalami kekerasan emosi membuat RS memaklumi tindakan yang dilakukan orang lain terhadap dirinya. Koreksi diri yang dilakukannya setiap
kali ia mengalami kekerasan emosi membuat RS membentuk harapan dalam dirinya bahwa ia mampu menjalani kehidupan dengan baik sesuai dengan
keyakinan yang dimilikinya. Selain itu pemahaman RS akan nilai-nilai kehidupan yang ia miliki membuat RS yakin untuk mewujudkan harapannya.
Hal ini terlihat jelas ketika RS mendapatkan perlakuan yang berbeda dari kedua orang tuanya. Ia membangun harapan bahwa ia mampu mendapatkan
perlakuan yang sama seperti adiknya bahkan lebih baik dari adiknya jika ia
Universitas Sumatera Utara
106
mau berusaha memberikan hasil yang terbaik bagi orang tuanya. Selain itu, harapan RS untuk mendapatkan keinginannya dengan usaha juga diperkuat
dari ajaran agama yang ia yakini. Dengan keyakinan ini, RS juga membangun harapan agar ia dapat lulus ujian tes pada gelombang selanjutnya seperti yang
sudah dijanjikan oleh atasan RS sehingga dalam kekerasan emosi yang ia alami, RS tetap dapat melanjutkan aktivitasnya seperti biasa. Bahkan, hal ini
justru mendorongnya untuk semakin berusaha dalam mewujudkan harapannya. Sedangkan dalam lingkungan teman-teman RS yang juga
memberikan kekerasan terhadap dirinya, ia membentuk harapan bahwa dengan pergaulan yang menurutnya lebih baik dan sesuai dengan
keyakinannya, RS berharap dapat memiliki kehidupan yang lebih baik dibandingkan dengan teman-temannya yang menjalani pergaulan dengan cara
yang berbeda. “e.. kalau menurut abang sih, itu tadi koreksi diri. E.. abang yakin dengan
mengkoreksi diri abang yakin akan dapat sesuatu yang abang inginkan. Contohlah, menurut abang ini ya.. misal abang pingin dibelikan kereta
baru misalnya kan, e untuk.. e.. agar dapat dikasih ini tadi, kalau kita sekolahnya bagus, nggak melenceng gitu kan, nggak bandel, sekolahnya
bagus, rajin, nggak suka bolos, abang yakin bisa dapat itu” R3.W1k 381-388hal 18
Dengan harapan-harapan yang ia bangun selama mendapatkan kekerasan dari lingkungan sekitarnya, RS akhirnya membiarkan kekerasan tersebut
terjadi pada dirinya. Ia tetap menjalani aktivitas seperti biasa walaupun perasaan tidak menyenangkan yang ia dapatkan selama mengalami kekerasan
emosi masih ia rasakan. Namun, hal ini tidak menghalangi RS untuk terus berusaha mencapai harapan-harapannya untuk dapat lebih baik dalam
Universitas Sumatera Utara
107
menjalani hidup. Bahkan, dalam beberapa saat RS tidak lagi merasakan perasaan negatif dari kekerasan emosi yang ia alami di lingkungannya. Hal
ini terjadi karena RS memiliki informasi mengenai kekerasan yang terjadi pada dirinya dan hanya berfokus pada usahanya untuk mencapai hal-hal yang
ia inginkan. Oleh karena itu, RS sudah memaklumi kekerasan emosi yang ia alami dari lingkungan sekitarnya dan membiarkannya terjadi tanpa
menghambat dirinya dalam mencapai tujuannya. “Kalau menurut abang e.. menurut abang itu kan disisihkan, menurut
abang itu tingkat masalahnya itu kecil karena menurut abang itu kawan kan nggak cuma satu, nggak cuma mereka aja, kan masih banyak kawan
yang lain yang e.. orangnya lurus-lurus gitu kan, nggak mau melenceng-
melenceng, ya gitu. Menurut abang gitu sih” R3.W2k 85-91hal 28
Pada akhirnya, pengalaman kekerasan emosi yang dialami RS dapat ia maklumi sebagai sesuatu yang wajar dilakukan oleh setiap orang. Hal ini ia
yakini karena RS menyadari bahwa setiap orang pernah melakukan kesalahan terlepas dari latar belakang dan tujuan terjadinya kesalahan tersebut. Namun,
kini RS tidak hanya memaklumi pengalaman kekerasan emosi yang pernah ia alami. Ia juga dapat melihat sisi positif dari pengalaman kekerasan emosi
tersebut. RS kini melihat bentuk-bentuk kekerasan emosi yang ia alami merupakan sebuah dorongan agar RS semakin keras berusaha dalam
mencapai hal-hal yang ia inginkan termasuk dalam mewujudkan harapan- harapan yang telah ia bentuk selama ini. Pengalaman kekerasan emosi juga
membantu RS dalam memahami kehidupan yang sedang ia jalankan sesuai dengan ajaran yang ia yakini.
Universitas Sumatera Utara
108
“e.. kalau sekarang di keluarga abang itu.. menurut abang, itu perlakuan tidak adil atau.. ini kalau dari keluarga ke abang itu.. nggak ada, nggak ada
karena.. abang simpulkan keluarga, orang tua, kalau abang simpulkan itu a kalau sama abang itu adil.. adil
R3.W1k 416-420hal 20
Oleh karena itu, sisi positif yang telah ia dapatkan dari pengalaman kekerasan emosi yang ia alami menunjukkan bahwa RS telah menerima
pengalamannya tersebut. Bahkan, ia memanfaatkan kekerasan tersebut sebagai dorongan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
4. Analisa Responden RS
RS mengalami kekerasan emosi dari lingkungan sekitarnya, baik itu dari lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal, maupun lingkungan
pekerjaannya. Bentuk kekerasan emosi yang ia dapatkan berupa perlakuan secara tidak adil yang diberikan oleh orang tuanya dalam periode waktu tertentu Jantz
McMurray, 2013. Akibatnya, RS sering menyalahkan dirinya sendiri dan merasa telah melakukan sebuah kesalahan ketika ia menerima bentuk-bentuk kekerasan
dari lingkungannya. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Gunawan dalam Quitters Can Win 2009 bahwa kekerasan emosi yang dilakukan oleh
lingkungan dapat merusak citra diri penerima kekerasan emosi tersebut. Selain dari keluarga, RS juga mengalami kekerasan emosi dari lingkungan
pekerjaannya. Ia mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari atasannya. Akan tetapi, ia meihat hal ini sebagai suatu dorongan agar berusaha lebih keras dalam
mencapai hal-hal yang ia inginkan. Atasan RS dapat lebih mudah melakukan kekerasan emosi dengan memanipulasi dan mengontrol kondisi linkungan
Universitas Sumatera Utara
109
kantornya karena adanya kekuasaan yang dimilikinya dalam lingkungan pekerjaan. Oleh karena itu, lingkungan tempat kerja RS tidak menyadari bahwa ia
mengalami kekerasan sehingga situasi ini terus berlanjut dan hanya RS yang merasakan dampak dari kekerasan tersebut Krumins, 2011.
Selain itu, RS juga mengalami kekerasan emosi dari lingkungan tempat tinggalnya. Ia mendapatkan isolasi sosial dari teman-temannya di sekitar tempat
tinggalnya karena ia tidak mau mengikuti cara pergaulan seperti yang dilakukan teman-temannya. Hal ini ia lakukan karena cara pergaulan teman-temannya
bertolak belakang dengan pegangan hidupnya. Sejak kecil, orang tua RS selalu mengajarkan untuk menjalankan perintah agama dalam menjalani hidup. Ia juga
kerap kali mendengarkan nasihat-nasihat dari orang sekitarnya mengenai cara menjalankan hidup yang baik. Oleh karena itu, ia selalu berpegang kepada ajaran
agama yang telah ia yakini sejak kecil. Ajaran agama ia gunakan sebagai pedoman hidupnya terutama ketika ia sedang berhadapan dengan suatu masalah.
Hal inilah yang membuat RS tetap sabar ketika sedang menghadapi suatu masalah termasuk kekerasan emosi yang ia alami. Sejalan dengan pengalaman yang
dialami oleh Nick Vujicic 2010 yang juga mendapatkan penolakan dari lingkungannya menyatakan bahwa ia tetap mampu bertahan dengan penolakan
tersebut karena ia sudah mengetahui tujuan hidupnya dan memiliki keyakinan untuk mewujudkan hal tersebut tanpa mempedulikan keraguan dalam
lingkungannya. Hal inilah yang menunjukkan bahwa RS sudah memiliki penerimaan diri dengan menerima keadaan diri pada saat ini dan masa lalu yang
baik maupun yang buruk Petranto, 2005.
Universitas Sumatera Utara
110
Sesuai dengan tahapan yang dikemukakan oleh Germer 2009, RS juga mengalami tahapan-tahapan tersebut sebelum akhirnya ia mencapai penerimaan
diri yang baik. Pada awalnya, RS mengalami penolakan Aversion terhadap kekerasan emosi yang ia dapatkan dari lingkungannya. Ia merasa jengkel terhadap
individu yang melakukan kekerasan emosi terhadap dirinya tetapi ia menerima hal tersebut dan membiarkannya terjadi pada dirinya sehingga sering kali RS
menyalahkan dirinya sendiri atas pengalaman kekerasan emosi yang dialaminya. Setelah mengalami kekerasan emosi, biasanya RS melakukan koreksi diri. Selama
melakukan koreksi diri, RS juga mencari tahu informasi Curiosity dan membuat kesimpulan mengenai kondisi kekerasan yang ia alami. Dengan bantuan pegangan
hidup dan keyakinan yang ia miliki, RS melihat alasan individu melakukan kekerasan emosi tersebut sebagai sesuatu yang memiliki nilai positif. Hal ini
membuat RS mampu membangun harapan-harapan Tolerance dalam dirinya untuk mencapai keinginannya dengan dorongan berupa kekerasan emosi yang ia
alami. Pengalaman kekerasan emosi yang dipandang RS sebagai dorongan pada dirinya, membuat RS membiarkan Allowing kekerasan tersebut terus terjadi
pada dirinya karena hal tersebut tidak lagi memberikan dampak negatif terhadap dirinya melainkan sebagai sebuah dorongan untuk mencapai keinginannya
Friendship. Penilaian positif yang dimiliki RS terhadap pengalaman kekerasan emosi yang dialaminya menunjukkan bahwa RS sudah memiliki penerimaan diri
yang baik. Hal ini juga didukung dengan adanya keyakinan yang dimiliki RS dan pegangan hidup dalam menjalani kegiatannya sehari-hari.
Universitas Sumatera Utara
111
5. Rangkuman Responden RS Tabel 7. Rangkuman responden RS
Pelaku kekerasan
emosi Orang tua
Teman di lingkungan rumah
Atasan kerja
Intensitas Kekerasan menjadi
bagian dalam mendidik anak sejak
kecil hingga adik RS menikah
Kekerasan terjadi sejak SMA hingga
saat ini ketika RS bertemu dengan
teman-temannya Kekerasan terjadi
di kantor sejak beberapa bulan
lalu ketika RS mengikuti ujian
untuk beasiswa lanjut sekolah
Bentuk kekerasan
emosi Diberikan perlakuan
yang berbeda antara dirinya dengan
adiknya Dikucilkan,
dijauhi, dan tidak diajak
berpartisipasi pada setiap
kegiatan di lingkungan
rumahnya Tidak
diikutsertakan dalam seleksi
beasiswa lanjut sekolah pada
tahap lanjutan padahal RS
memenuhi kualifikasi.
Dijanjikan akan diikutsertakan
pada tahap selanjutnya tetapi
tidak ada kabar hingga saat ini
Dampak kekerasan
emosi Merasa tidak adil dan
menyalahkan diri sendiri
Merasa ditolak dan menyalahkan
diri sendiri Merasa malu,
kesal, dan menyalahkan diri
sendiri
Tahapan untuk mencapai
penerimaan diri Aversion:
Tahap penghindaran dilakukan dengan menahan perasaan tidak menyenangkan yang dirasakan RS selama mengalami
kekerasan emosi Curiosity:
Dengan menahan perasaan tidak menyenangkan tersebut, RS melakukan koreksi diri dan membuat berbagai kemungkinan
alasan
terjadinya kekerasan
pada dirinya.
RS juga
menggunakan ajaran-ajaran yang ia dapatkan dari agamanya untuk merasionalisasi dan menemukan alasan terjadinya
kekerasan emosi Tolerance:
Dengan alasan tersebut, RS tetap menjalani kehidupan seperti
Universitas Sumatera Utara
112
biasa. Bahkan, ia lebih baik dalam mengimplementasikan ajaran agamanya sehingga perasaan menyakitkan yang ia
rasakan mulai berkurang Allowing:
Dengan harapan yang dibentuk dan keinginannya untuk menjalani kehidupan sesuai dengan pedoman hidupnya, RS
mulai membiarkan perasaan tidak menyenangkan sebagai dampak dari kekerasan emosi yang ia jalani terjadi begitu saja
Friendship: Pada akhirnya, RS tidak lagi merasakan dampak negatif dari
kekerasan tersebut. Ia menyatakan bahwa kekerasan emosi yang ia alami mendorongnya untuk selalu melakukan koreksi
diri dan menjalani kehidupan sesuai dengan pedoman hidupnya
Hambatan dalam
tahap penerimaan diri
-
Faktor yang
mendukung pencapaian
penerimaan diri Ajaran agaman yang digunakan sebagai pedoman hidup RS
membantunya dalam memberikan makna positif terhadap tindak kekerasan emosi yang ia alami sehingga dampak negatif
dari kekerasan tersebut tidak menghambatnya dalam waktu yang lama
Universitas Sumatera Utara
113
D. Rangkuman analisa antar responden
Berdasarkan analisa masing-masing responden yang telah dilakukan sebelumnya, maka penjelasan lebih ringkas mengenai pengalaman hidup masing-
masing responden dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 8. Rangkuman analisa No
Keterangan RR
RG RS
1 Pelaku
dan bentuk
kekerasan yang
diberikan Ayah:
Sejak kecil merendahkan
kemampuannya dan
menyalahkan ketika tidak
mampu memenuhi
tuntutan ayahnya
Orang tua: sejak kecil
menerapkan cara didik yang
disiplin dan ketat
Orang tua: sejak kecil RS merasa
perlakuan orang tuanya tidak adil
antara dirinya dengan adik perempuannya.
Teman: ketika di
bangku sekolah dasar teman-
teman menghina dan
mengejek terutama jika
RG tidak membalasnya
Teman: sejak RS tidak ingin
bergabung mengikuti pergaulan teman-
temannya, ia merasa dikucilkan dan tidak
dilibatkan dalam berbagai kegiatan.
Guru: sejak RG
pindah sekolah ke Medan
ketika SD dan gurunya
memperhatikan bentuk tulisan
yang berbeda Atasan:
sejak selesi beasiswa sekolah, RS tidak
diikutsertakan untuk mengikuti tahap
selanjutnya walaupun ia memenuhi syarat.
2. Kekerasan
yang dialami Penghinaan
mengenai keterbatasan
yang dimiliki, perendahan
kemampuan, tidak diberikan
kebebasan dalam
Orang tua: pemberian
hukuman jika RG tidak
melakukan aktivitasnya
tepat waktu sesuai dengan
yang telah Orang tua: pemberian
perlakuan yang berbeda terhadap RS
dan adiknya Teman: pengucilan
dan pengabaian ketika RS menolak
mengikuti kegiatan teman-temannya
Universitas Sumatera Utara
114
menentukan jalan hidupnya
ditetapkan oleh orang tuanya
atau jika RG menunjukkan
prestasi yang buruk
Guru: penghinaan
terhadap kemampuan RG
di depan teman- temannya
Teman: penghinaan,
perendahan, pengucilan RG
selama di sekolah
Atasan: pemberian perlakuan yang tidak
adil dengan tidak mengikutsertakan RS
dalam seleksi beasiswa pendidikan
walaupun ia memenuhi persyaratan
3. Dampak dari
kekerasan yang dialami
Kesulitan dalam membangun
komunikasi dengan orang
lain, menyalahkan
diri sendiri, merasa tidak
mampu melakukan
berbagai kegiatan
Tekanan selama menjalankan
aktivitas sehari- hari, takut
bertemu dengan orang baru,
kesulitan dalam bersosialisasi
Menyalahkan diri sendiri, merasa tidak
mampu melakukan berbagai kegiatan
4. Tahapan
dalam penerimaan
diri Aversion:
menangis atau menyalahkan
diri sendiri setelah
mendapat kekerasan
Curiosity: mendapat
pemahaman dari lingkungan
mengenai latar belakang
perbedaan sikap individu
Tolerance: Aversion:
menangis dan menyalahkan
diri jika tidak melakukan
kegiatan sesuai dengan yang
diinginkan orang tuanya
membiarkan teman dan
gurunya melakukan
kekerasan Curiosity:
Menyadari Aversion:menyalahkan
diri sendiri ketika mengalami kekerasan,
membiarkan kekerasan terjadi
walaupun tidak menyukai perlakuan
tersebut Curiosity:
Melakukan koreksi diri dan mencari
informasi tentang kekerasan yang terjadi
dan tindakan yang harus ditampilkan
berdasarkan pedoman
Universitas Sumatera Utara
115
membentuk harapan bahwa
ia mampu memiliki
mental yang kuat dan tetap
mewujudkan keinginannya
Allowing: membiarkan
kekerasan terjadi pada
dirinya karena sudah tidak
memberikan dampak negatif
Friendship: mengetahui
manfaat dari kekerasan
emosi yang terjadi dan
menganggap kekerasan
sebagai bantuan dalam
membangun karakter diri
yang lebih baik manfaat dari
kekerasan yang diberikan oleh
orang tua Tolerance:
Membangun harapan bahwa
ia dapat memiliki
prestasi yang baik dengan
caranya sendiri Allowing:
Membiarkan jika orang
tuanya menolak keinginannya
atau melakukan kekerasan
dalam mendidiknya
Friendship: Menggunakan
penolakan orang tuanya
terhadap keinginannya
sebagai motivasi untuk
menghasilkan prestasi yang
lebih baik hidupnya hingga pada
akhirnya membuat kesimpulan sendiri
mengenai kekerasan tersebut
Tolerance: Membangun harapan
untuk mendapatkan yang ia inginkan
Allowing: Membiarkan
kekerasan terjadi pada dirinya tanpa perasaan
jengkel dan marah Friendship:
Menganggap kekerasan yang terjadi
sebagai suatu dorongan untuk
mencapai keinginannya
E. Pembahasan