108
“e.. kalau sekarang di keluarga abang itu.. menurut abang, itu perlakuan tidak adil atau.. ini kalau dari keluarga ke abang itu.. nggak ada, nggak ada
karena.. abang simpulkan keluarga, orang tua, kalau abang simpulkan itu a kalau sama abang itu adil.. adil
R3.W1k 416-420hal 20
Oleh karena itu, sisi positif yang telah ia dapatkan dari pengalaman kekerasan emosi yang ia alami menunjukkan bahwa RS telah menerima
pengalamannya tersebut. Bahkan, ia memanfaatkan kekerasan tersebut sebagai dorongan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
4. Analisa Responden RS
RS mengalami kekerasan emosi dari lingkungan sekitarnya, baik itu dari lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal, maupun lingkungan
pekerjaannya. Bentuk kekerasan emosi yang ia dapatkan berupa perlakuan secara tidak adil yang diberikan oleh orang tuanya dalam periode waktu tertentu Jantz
McMurray, 2013. Akibatnya, RS sering menyalahkan dirinya sendiri dan merasa telah melakukan sebuah kesalahan ketika ia menerima bentuk-bentuk kekerasan
dari lingkungannya. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Gunawan dalam Quitters Can Win 2009 bahwa kekerasan emosi yang dilakukan oleh
lingkungan dapat merusak citra diri penerima kekerasan emosi tersebut. Selain dari keluarga, RS juga mengalami kekerasan emosi dari lingkungan
pekerjaannya. Ia mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari atasannya. Akan tetapi, ia meihat hal ini sebagai suatu dorongan agar berusaha lebih keras dalam
mencapai hal-hal yang ia inginkan. Atasan RS dapat lebih mudah melakukan kekerasan emosi dengan memanipulasi dan mengontrol kondisi linkungan
Universitas Sumatera Utara
109
kantornya karena adanya kekuasaan yang dimilikinya dalam lingkungan pekerjaan. Oleh karena itu, lingkungan tempat kerja RS tidak menyadari bahwa ia
mengalami kekerasan sehingga situasi ini terus berlanjut dan hanya RS yang merasakan dampak dari kekerasan tersebut Krumins, 2011.
Selain itu, RS juga mengalami kekerasan emosi dari lingkungan tempat tinggalnya. Ia mendapatkan isolasi sosial dari teman-temannya di sekitar tempat
tinggalnya karena ia tidak mau mengikuti cara pergaulan seperti yang dilakukan teman-temannya. Hal ini ia lakukan karena cara pergaulan teman-temannya
bertolak belakang dengan pegangan hidupnya. Sejak kecil, orang tua RS selalu mengajarkan untuk menjalankan perintah agama dalam menjalani hidup. Ia juga
kerap kali mendengarkan nasihat-nasihat dari orang sekitarnya mengenai cara menjalankan hidup yang baik. Oleh karena itu, ia selalu berpegang kepada ajaran
agama yang telah ia yakini sejak kecil. Ajaran agama ia gunakan sebagai pedoman hidupnya terutama ketika ia sedang berhadapan dengan suatu masalah.
Hal inilah yang membuat RS tetap sabar ketika sedang menghadapi suatu masalah termasuk kekerasan emosi yang ia alami. Sejalan dengan pengalaman yang
dialami oleh Nick Vujicic 2010 yang juga mendapatkan penolakan dari lingkungannya menyatakan bahwa ia tetap mampu bertahan dengan penolakan
tersebut karena ia sudah mengetahui tujuan hidupnya dan memiliki keyakinan untuk mewujudkan hal tersebut tanpa mempedulikan keraguan dalam
lingkungannya. Hal inilah yang menunjukkan bahwa RS sudah memiliki penerimaan diri dengan menerima keadaan diri pada saat ini dan masa lalu yang
baik maupun yang buruk Petranto, 2005.
Universitas Sumatera Utara
110
Sesuai dengan tahapan yang dikemukakan oleh Germer 2009, RS juga mengalami tahapan-tahapan tersebut sebelum akhirnya ia mencapai penerimaan
diri yang baik. Pada awalnya, RS mengalami penolakan Aversion terhadap kekerasan emosi yang ia dapatkan dari lingkungannya. Ia merasa jengkel terhadap
individu yang melakukan kekerasan emosi terhadap dirinya tetapi ia menerima hal tersebut dan membiarkannya terjadi pada dirinya sehingga sering kali RS
menyalahkan dirinya sendiri atas pengalaman kekerasan emosi yang dialaminya. Setelah mengalami kekerasan emosi, biasanya RS melakukan koreksi diri. Selama
melakukan koreksi diri, RS juga mencari tahu informasi Curiosity dan membuat kesimpulan mengenai kondisi kekerasan yang ia alami. Dengan bantuan pegangan
hidup dan keyakinan yang ia miliki, RS melihat alasan individu melakukan kekerasan emosi tersebut sebagai sesuatu yang memiliki nilai positif. Hal ini
membuat RS mampu membangun harapan-harapan Tolerance dalam dirinya untuk mencapai keinginannya dengan dorongan berupa kekerasan emosi yang ia
alami. Pengalaman kekerasan emosi yang dipandang RS sebagai dorongan pada dirinya, membuat RS membiarkan Allowing kekerasan tersebut terus terjadi
pada dirinya karena hal tersebut tidak lagi memberikan dampak negatif terhadap dirinya melainkan sebagai sebuah dorongan untuk mencapai keinginannya
Friendship. Penilaian positif yang dimiliki RS terhadap pengalaman kekerasan emosi yang dialaminya menunjukkan bahwa RS sudah memiliki penerimaan diri
yang baik. Hal ini juga didukung dengan adanya keyakinan yang dimiliki RS dan pegangan hidup dalam menjalani kegiatannya sehari-hari.
Universitas Sumatera Utara
111
5. Rangkuman Responden RS Tabel 7. Rangkuman responden RS