Latar Belakang Kehidupan RG

74 Dengan informasi yang dimiliki mengenai kekerasan emosi yang terjadi, RR membangun harapan bahwa ia dapat menunjukkan kesuksesannya kepada orang tuanya jika ia mewujudkan keinginannya dan perasaan tidak menyenangkan yang ia alami akan hilang dengan sendirinya sehingga ia tetap bertahan dengan kondisi kekerasan tersebut dan berusaha mewujudkan keinginannya Allowing: RR kemudian membiarkan perasaan tidak menyenangkan tersebut datang dan pergi begitu saja dan tetap bertahan dengan kondisinya Friendship: Pada akhirnya, RR tidak lagi merasakan dampak negatif dari kekerasan yang ia alami. Ia justru dapat melihat bahwa didikan ayahnya yang keras membantu memperkuat mentalnya dan lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan. Hambatan dalam tahap penerimaan diri - - Faktor yang mendukung pencapaian penerimaan diri Adanya pengarahan dari ibu untuk memahami kekerasan yang dialami, pemahaman mengenai dirinya sendiri baik secara kelebihan dan kekurangan, serta teman-teman yang memberikan dukungan kepada RR ketika mengalami kegagalan

B. Hasil Analisis Responden II RG

1. Latar Belakang Kehidupan RG

RG adalah seorang pria berusia 21 tahun. Ia berlatar belakang suku Batak Toba tetapi sejak kecil ia tinggal berpindah-pindah antara Jakarta dan Medan mengikuti orang tuanya membangun usaha. Saat ini, orang tuanya tinggal di Cibubur sedangkan ia tinggal di Medan untuk mengenyam pendidikan di bangku kuliah. Selama berada di Medan, ia tinggal di rumah saudaranya. Ia pernah meminta pindah dari rumah saudaranya karena cukup jauh dari kampusnya, tapi Universitas Sumatera Utara 75 karena lingkungan kos yang ia tempati saat itu tidak begitu nyaman, orang tuanya menyuruhnya untuk kembali tinggal di rumah saudaranya. RG merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Abangnya saat ini masih berstatus mahasiswa di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta, sedangkan adik perempuannya juga masih duduk di bangku kuliah semester 2 di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta. Kedua orang tuanya bekerja sebagai wiraswasta dengan membuka usaha mandiri. Ketika duduk di bangku sekolah dasar, ia pernah pindah ke Medan karena usaha kedua orang tuanya yang saat itu berada di Jakarta harus ditutup sejak dikeluarkannya undang-undang baru mengenai usaha mandiri. Akan tetapi, karena usaha kedua orang tuanya tidak berkembang selama di Medan, mereka memutuskan untuk kembali ke Jakarta dan memulai usaha lainnya. Hal ini membuat ia beberapa kali harus menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Akan tetapi, kepribadiannya yang kurang bersosialisasi menyebabkan ia kurang mempedulikan perbuatan yang ditunjukkan lingkungan sosial kepada dirinya dan lebih berfokus pada keluarganya. Meskipun begitu, dampak dari kekerasan emosi yang diberikan oleh lingkungan tetap dapat ia rasakan. Selain itu, pekerjaan kedua orang tuanya yang membuka usaha mandiri juga menyebabkan mereka lebih banyak menghabiskan waktu di rumah bersama dengan anak-anaknya yang tanpa disadari menerapkan pola asuh yang mengandung kekerasan emosi. Universitas Sumatera Utara 76

2. Data Observasi