Analisa Responden RG Hasil Analisis Responden II RG

88 membuat RG semakin mudah dalam melaksanakan tugas-tugasnya terutama ketika ia dihadapkan pada hal-hal baru. Ia merasakan tekananan yang selama ini ia alami memberikan bermanfaat yang besar dalam menjalankan pendidikannya di bangku kuliah walaupun ia tidak memiliki dasar pada bidang ilmu yang ia ambil. Bahkan RG mampu bersaing dengan teman- temannya yang sejak SMA sudah memiliki dasar pada bidang ilmu ekonomi. Selain itu, RG juga merasa menjadi disiplin dengan waktu sehingga ia dapat memanfaatkan waktu yang dimilikinya dengan sebaik mungkin. “Ada, gua di ajarin disiplin sampai gua kuliah gua nyadar itu berguna” R2.W4k 486-487hal 99 “Terus kan itu kan masih, masih basic kan pengantar jadi gua sampai semester 5, 6, 7, 8 itu kayak nggak kesusahan soalnya kan gua udah.. ini basicnya tinggal melengkapi. Jadi gua nggak nyesel gua disitu” R2.W4k 495-498hal 99 Berdasarkan data wawancara tersebut, dapat dikatakan bahwa RG mencapai tahap friendship dalam penerimaan diri ketika ia sudah dapat menerima pengalaman baik maupun pengalaman buruk yang ia alami di masa lalu. Bahkan, RG dapat melihat sisi positif dari pengalaman buruknya di masa lalu.

4. Analisa Responden RG

Sejak masa kanak-kanak, RG mengalami beberapa bentuk kekerasan emosi yang terjadi di dalam keluarganya maupun di lingkungan sosialnya. Krumins 2011 menyatakan bahwa individu yang memiliki kekuasaan dapat lebih mudah melakukan kekerasan emosi dengan mengontrol dan memanipulasi situasi sehingga individu lain tidak menyadari telah terjadi Universitas Sumatera Utara 89 kekerasan dalam situasi tersebut. Hal inilah yang dialami olehnya, didikan orang tua yang disiplin membuat ia menekan dirinya untuk selalu menghindari kesalahan agar tidak mendapatkan hukuman dari orang tuanya. Kerasnya didikan mengenai kedisiplinan membuat ia beranggapan bahwa ia harus melakukan semua hal sesuai dengan standar-standar yang telah ditetapkan orang tuanya. Hukuman dan amarah yang selalu ditunjukkan orang tuanya ketika ia melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan orang tuanya membuat ia menekan dirinya sendiri dalam melakukan berbagai kegiatan. Bahkan, tekanan ini tetap ia berikan walaupun orang tuanya tidak lagi memberikan hukuman kepada dirinya. Selain itu, RG juga mengalami bentuk kekerasan emosi dari teman- temannya di lingkungan sekolah terutama dari temannya yang memiliki status sosial lebih tinggi dan diakui di lingkungan sekolah Henslin, 2007. Hal ini juga membuat lingkungannya tidak menyadari bahwa ia sedang mengalami bentuk-bentuk kekerasan dari orang tua dan teman-temannya. Akibatnya, ia merasa takut untuk bertemu dengan orang yang belum ia kenal karena adanya ketakutan bahwa orang yang belum ia kenal juga akan memberikan kekerasan emosi terhadap dirinya seperti yang ia dapatkan dari lingkungannya. Di sisi lain, ia juga merasa malu pada dirinya karena ia tidak mampu melawan kekerasan tersebut. Ia merasa dirinya lemah dan tidak berdaya dalam melawan kekerasan emosi yang terjadi pada dirinya sehingga menyebabkan ia merespon kekerasan emosi yang ia alami dengan menahan sendiri perasaan tidak menyenangkan yang ia rasakan tanpa memberikan perlawanan. Hal ini Universitas Sumatera Utara 90 membuatnya selalu berusaha untuk menghindari teman-teman yang pernah melakukan kekerasan terhadap dirinya Hunt, 2013. Permasalahan yang ia alami pada dasarnya dikarenakan karakteristik dirinya yang individualis atau dengan kata lain ia lebih nyaman melakukan aktivitas sendirian dari pada bersama dengan orang lain sehingga ia tidak memberikan perlawanan terhadap tindakan kekerasan yang diberikan lingkungannya. Kenyamanannya dengan berbagai hal yang ia lakukan sendiri membuat ia beranggapan bahwa lingkungan sosialnya tidak memberikan efek apapun terhadap kemampuan dan kinerja dirinya sehingga ia tidak menganggap kekerasan emosi yang diberikan oleh teman-temannya tidak perlu ditangani dengan serius walaupun ia tetap mendapatkan perasaan yang tidak menyenangkan dari tindakan teman-temannya tetapi ia lebih memilih untuk menahan perasaan tidak menyenangkan tersebut. Hal ini juga berawal dari kebiasaannya sejak kecil yang selalu dituntut untuk menahan perasaan tidak menyenangkan yang ia dapatkan ketika ia mengalami kekerasan emosi dari orang tuanya. Ia merasa bahwa kemampuannya dalam menahan perasaan yang tidak menyenangkan sudah cukup untuk bertahan dalam situasi kekerasan emosi yang ia hadapi. Dengan kesadaran akan karakteristik pribadinya yang individualis dan kemampuan dirinya, ia memutuskan untuk tetap menjalankan aktivitasnya seperti biasa tanpa mempedulikan lingkungannya. Data yang didapatkan mengenai RG menunjukkan bahwa ia cenderung melakukan pembedaan terhadap kekerasan emosi yang ia dapatkan dari orang Universitas Sumatera Utara 91 tuanya, gurunya, dan teman-temannya. Ia melihat kekerasan emosi yang ia dapatkan dari orang tua dan gurunya dapat mengarahkannya pada hal-hal yang lebih baik dalam prestasi yang mampu ia capai, tetapi, kekerasan emosi yang didapatkan dari teman-temannya masih dilihat sebagai hambatan dalam mengembangkan dirinya yang menyebabkan ia merasa malu pada dirinya sendiri. Hal ini menunjukkan adanya penerimaan diri pada dirinya terhadap kekerasan emosi yang ia dapatkan dari orang tua dan gurunya walaupun ia mengalami hambatan dalam lingkungan sosial dan stres emosional yang merupakan faktor yang dapat menghambat individu mencapai tahap penerimaan diri Hurlock, 1974; Widyarini, 2009. Sesuai dengan tahapan penerimaan diri yang dikemukakan oleh Germer 2009, penerimaan diri RG diawali dengan penghindaran aversion baik pada kekerasan emosi yang berasal dari teman-temannya maupun kekerasan emosi yang berasal dari orang tua dan gurunya. Pada awalnya ia menahan perasaan tidak menyenangkan yang ia rasakan setelah mengalami kekerasan emosi dengan cara menangis dan tidak memberikan perlawanan selama kekerasan tersebut dilakukan, kemudian ia mempelajari situasi dimana ia mendapatkan bentuk kekerasan dari lingkungannya curiosity dan membuat dugaan bahwa jika ia tidak melakukan kesalahan maka ia tidak akan mengalami kekerasan. Selama berada pada tahap penghindaran, tidak banyak yang dapat dilakukan olehnya karena sudah menjadi kebiasaannya untuk menahan perasaan tidak menyenangkan yang ia rasakan. Universitas Sumatera Utara 92 Penahanan ini pada dasarnya dilakukan sebagai bentuk upaya untuk menghindari perasaan tidak menyenangkan akibat dari kekerasan emosi yang ia alami. Selain kebiasaan menahan rasa sakit, ia juga terbiasa mengamati lingkungan sekitarnya dan interaksi mereka. Hal ini ia gunakan untuk mengumpulkan berbagai informasi mengenai kekerasan emosi yang ia alami sehingga ia mampu mengubah pandangan terhadap kekerasan emosi tersebut dengan menggunakan proses kognitif. Dalam proses ini, ia membuat berbagai kemungkinan dan kesimpulan seperti didikan dan tuntutan yang diberikan orang tuanya yang keras dilakukan agar ia dapat menjadi anak yang disiplin dan memiliki prestasi yang baik. Ia juga melakukan uji coba terhadap kemungkinan yang ia ciptakan seperti jika ia dapat menghasilkan prestasi yang baik seperti dengan tuntutan orang tuanya, maka ia tidak akan merasakan perasaan tidak menyenangkan. Selain itu, pengamatannya terhadap lingkungan sekitarnya membuat RG menyadari bahwa teman-temannya melakukan bentuk kekerasan karena budaya di lingkungannya tempat tinggalnya menunjukkan adanya tindakan kekerasan dalam menjalani pergaulan sehingga bentuk kekerasan sudah dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Meskipun ia memahami bahwa lingkungannya melakukan tindak kekerasan terhadap dirinya karena karakteristik dirinya yang tidak menyukai aktivitas sosial sehingga kekerasan emosi terus berlanjut terhadap dirinya, ia tetap malu terhadap dirinya selama mendapatkan kekerasan emosi dari teman-temannya. Ia merasa malu karena ia tidak dapat melakukan apapun untuk melawan kekerasan tersebut, berbeda Universitas Sumatera Utara 93 dengan teman-temannya yang lain yang juga mengalami kekerasan emosi tetapi berani untuk melawan dan memasukkan hal tersebut ke dalam cara pergaulan mereka. Pemahaman yang baik tentang lingkungan dan dirinya cukup membantu RG menahan perasaan tidak menyenangkan yang ia dapatkan dari lingkungannya sehingga mendukungnya dalam melewati tahap penerimaan diri Hurlock, 1974. Hal ini membuat RG tetap bertahan dengan kondisinya dengan keyakinan bahwa orang tuanya memiliki rencana yang baik untuk masa depannya. Pemahaman ini membuat ia tidak mempermasalahkan kekerasan emosi yang ia dapatkan dari teman-temannya dan mengubah fokusnya untuk mewujudkan tuntutan orang tuanya memiliki prestasi yang baik selama di sekolah. Dengan keyakinan ini, ia juga membentuk harapan bahwa perasaan tidak menyenangkan yang ia rasakan sebagai akibat dari kekerasan emosi yang dialami dari orang tuanya akan hilang dengan sendirinya jika ia dapat memenuhi tuntutan dari mereka tolerance. Di sisi lain, harapan yang ia bangun selama mengalami tindakan kekerasan emosi dalam lingkungan sekolahnya ternyata juga merupakan tindakan penghindaran yang ia lakukan agar tidak mendapatkan kekerasan emosi dari orang tuanya. Ia menyadari bahwa dengan mendapatkan nilai yang baik maka ia akan terhindar dari kekerasan yang akan ia dapatkan dari orang tuanya. Hal ini membuat RG akhirnya menjadikan hal tersebut untuk mendorongnya agar ia mampu mencapai dan menunjukkan prestasi yang baik Universitas Sumatera Utara 94 di sekolah sehingga perasaan tidak menyenangkan yang ia rasakan akan hilang dengan sendirinya. Dengan adanya harapan tersebut, maka RG membiarkan allowing perasaan tidak menyenangkan yang ia dapatkan selama mengalami kekerasan emosi dari orang tuanya lewat begitu saja. Hal ini membuat ia tetap membiarkan kekerasan emosi terjadi pada dirinya. Ia terbuka dengan perasaan tidak menyenangkan yang ia rasakan dari kekerasan emosi yang ia alami karena adanya keyakinan bahwa perasaan tersebut akan hilang dengan sendirinya. Sekarang, RG mampu melihat sisi positif friendship dari kekerasan emosi yang ia alami pada masa kanak-kanak yang diberikan guru dan orang tuanya. Ia menyadari bahwa cara didik orang tuanya membantunya dalam menghadapi perkuliahan dengan lancar yang telah ia jalani walaupun tanpa memiliki dasar pada bidang ilmu tersebut. Bahkan, RG telah menyusun rencana selanjutnya dalam menjalani kehidupan dengan memanfaatkan potensi dirinya yang telah ia sadari tanpa harus melawan keinginan orang tuanya. Akan tetapi, ketika ia sedang mulai membangun harapan ketika ia mengalami kekerasan dalam lingkungan sosialnya, secara tidak sadar RG mengubah fokusnya hanya pada kekerasan yang ia alami dalam keluarganya sehingga tahapan penerimaan yang ia jalani ketika mengalami kekerasan emosi dari teman-temannya belum sampai pada kondisi di mana ia menyadari Universitas Sumatera Utara 95 adanya manfaat dari kekerasan yang ia alami. Hal ini membuat RG tidak dapat membiarkan perasaan tidak menyenangkan yang ia dapatkan dari lingkungan sosialnya muncul lagi pada dirinya sehingga ia lebih memilih untuk menghindari teman-teman yang pernah melakukan tindakan kekerasan terhadap dirinya. Meskipun begitu, ketakutannya terhadap lingkungan baru sudah berkurang ketika ia merasa mendapat penerimaan dari salah seorang temannya yang membantunya ketika sedang mengalami kekerasan emosi. Sesuai dengan pernyataan Hurlock 1974 yang mengemukakan bahwa identifikasi dengan individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik dapat membantu individu dalam menerima dirinya sehingga ia tetap mampu bertahan dan melawan kekerasan emosi yang ia alami dari lingkungan sosialnya pada saat ini. Hal ini terjadi karena ia berpendapat bahwa ia lebih nyaman melakukan aktivitas sendiri dari pada aktivitas sosial sehingga ia tidak perlu untuk mencari tahu lebih lanjut dan mengurangi kekerasan emosi yang ia dapatkan dari teman-temannya. Ia juga beranggapan bahwa dorongan yang ia dapatkan dari orang tuanya sudah cukup membantunya dalam mengembangkan dirinya. Sebagai akibatnya, ia tetap merasa malu dan belum dapat menerima pengalaman dan kondisi dirinya ketika mengalami kekerasan emosi di masa lalu. Universitas Sumatera Utara 96

5. Rangkuman Responden RG Tabel 6. Rangkuman responden RG