21
f. bergabung dalam kelompok bermain, lebih senang bermain dalam kelompok
dimana penerimaan oleh teman sangatlah penting, merasa khawatir apabila tidak disukai, mudah sakit hati, mudah terluka perasaannya, menangis atau
mengatakan sesuatu dengan keras kepala; g.
mencari persahabatan berdasarkan kesamaan umur dan jenis kelamin dan mengkritik teman yang berbeda jenis kelamin;
h. senang menghabiskan waktu bersama teman-teman, mencari persahabatan
berdasarkan minat yang sama dan kedekatan anak-anak tetangga atau teman sekelas;
i. mengerti dan menghargai kenyataan bahwa beberapa anak lebih berbakat
dalam bidang tertentu, seperti menggambar, olahraga, membaca, kesenian, dan musik;
j. masih terjadi perselisihan dan suka mengadu baik dalam permainan dua
orang atau kelompok; k.
mudah menyalahkan orang lain atau menciptakan alibi untuk menjelaskan kekurangannya atau kesalahannya;
l. menganggap kritik sebagai serangan pribadi, mudah frustasi dan jengkel bila
tidak mampu menyelesaikan tugas atau ketika hasilnya tidak memenuhi harapan;
m. menghadapi frustasi dengan ledakan emosi pada usia kelas rendah dan lebih
sedikit ledakan emosi pada usia kelas tinggi, mampu mengutarakan hal yang mengganggu pikirannya, menggunakan kata-kata dengan ekspresi wajah dan
gerak tubuh untuk mengungkapkannya dan;
22
n. menanggapi nama julukan dan godaan bila diprovokasi Allen Marotz,
2010: 177-209 Berdasarkan beberapa penjelasan para ahli di atas, maka dalam penelitian ini
siswa SD melakukan interaksi sosialnya lebih banyak dengan peer. Siswa SD bersosialisasi dengan teman sebayanya melalui aktivitas kesehariannya di sekolah.
Beberapa bentuk interaksi sosial siswa SD seperti saling bekerja sama, tanggung jawab, bersikap percaya diri, meniru gaya orang lain, mencari persahabatan, dan
memiliki jiwa kompetitif sehingga mampu memecahkan masalahnya sendiri.
B. Siswa Slow Learner
1. Pengertian Siswa Slow Learner
Anak yang mengalami slow learner merupakan bagian dari anak kebutuhan khusus ABK. Anak slow learner dapat ditemui di sekolah inklusi sehingga
biasanya mendapat julukan siswa slow learner. Siswa slow learner disebut juga siswa lamban belajar. Siswa tersebut merupakan siswa yang mempunyai prestasi
belajar rendah dengan IQ di bawah rata-rata. Hal ini sependapat dengan Yusuf dalam Triani Amir 2013: 3 yang mengemukakan bahwa anak yang prestasi
belajarnya rendah tetapi IQ nya sedikit di bawah rata-rata disebut anak yang lamban belajar. Sejalan dengan itu, Yusuf 2005: 70 menyatakan bahwa anak
yang ber IQ antara 70- 90 termasuk kategori “border line” garis batas yang
secara pendidikan disebut “slow learner” lamban belajar. Menurut Budiyartati 2014: 29, siswa slow learner atau lamban belajar
adalah siswa yang memiliki potensi intelektual lebih sedikit di bawah normal,
23
namun belum dikategorikan sebagai tunagrahita. Klasifikasi lamban belajar yang dikemukakan oleh Triman Prasadio Mumpuniarti, 2007: 14 yaitu :
a. retardasi sekolah
IQ 86-90 b.
borderline IQ 70-85
c. ringan mild
IQ 50-60 d.
sedang moderate IQ 36-49
e. berat severe
IQ 20-30 f.
sangat berat IQ 0-19
Klasifikasi tersebut menunjukkan bahwa siswa slow learner dengan IQ 70-85 masuk dalam kategori borderline. Selain itu, berada satu tingkat di atas
tunagrahita sehingga definisi slow learner dan tunagrahita berbeda. Berdasarkan paparan beberapa ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
siswa slow learner ialah siswa yang memiliki prestasi belajar rendah dan berada pada tingkat di bawah siswa pada umumnya yang memiliki IQ 90-109. Apabila
dilakukan tes IQ, maka hasil IQ siswa slow learner berkisar antara IQ 70-90. 2.
Karakteristik Siswa Slow Learner
Siswa slow learner sering disebut juga siswa lamban belajar. Siswa tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dengan siswa berkebutuhan khusus lainnya.
Triani Amir 2013: 10-12 menyatakan beberapa karakteristik dari siswa
lamban belajar atau slow learner antara lain sebagai berikut.
a. Inteligensi
Inteligensi siswa lamban belajar atau slow learner berkisar antara 70- 90 berdasarkan skala WISC. Triani Amir 2013:10 menyatakan bahwa siswa slow
24
learner biasanya mengalami masalah pada hampir semua mata pelajaran terutama yang berkenaan dengan hafalan dan pemahaman. Nilai belajar siswa slow learner
rendah apabila dibandingkan dengan teman-teman di kelasnya. Sementara Kustawan Meimulyani 2013: 88-89 juga mengungkapkan bahwa siswa
lamban belajar atau slow learner rata-rata memiliki prestasi yang rendah, sering terlambat dalam menyelesaikan tugas-tugas daripada teman-teman seusianya,
daya tangkap terhadap pelajaran lambat, dan pernah tidak naik kelas. Anak yang memiliki inteligensi sedikit di bawah rata-rata slow learner memerlukan
penjelasan dengan menggunakan berbagai metode dan berulang-ulang agar slow learner dapat memahami pelajaran dengan baik Yusuf, 2005: 59.
b. Bahasa
Siswa lamban belajar atau slow learner mengalami kesulitan dalam menemukan dan menggabungkan kata-kata Chauhan, 2011: 283. Selain itu,
kesulitan yang dialami siswa slow learner dalam bahasa ekspresif atau menyampaikan ide atau gagasan maupun dalam memahami percakapan orang lain
atau bahasa reseptif Triani Amir, 2013: 10. Siswa slow learner kurang jelas, kurang lancar, dan tidak tepat dalam menggunakan bahasa. Selain aspek bahasa
secara lisan, siswa slow learner juga mengalami kesulitan dalam bahasa tulis. Hal ini sejalan dengan Cece Wijaya dalam Mulyadi, 2010: 125 yang
mengungkapkan bahwa siswa slow learner juga mengalami kesulitan dalam menulis walaupun menggunakan kata-kata mudah dan sederhana.
25
c. Emosi
Siswa lamban belajar atau slow learner memiliki emosi yang kurang stabil. Hal ini ditandai dengan cepat marah, meledak-ledak, dan sensitif terhadap apa
yang dihadapi. Triani Amir 2013: 11 menyatakan bahwa siswa slow learner biasanya cepat patah semangat apabila terdapat suatu hal yang membuatnya
tertekan atau melakukan kesalahan. d.
Sosial Triani Amir 2013: 12 mengungkapkan bahwa siswa lamban belajar atau
slow learner biasanya kurang baik dalam bersosialisasi. Siswa slow learner lebih senang bermain dengan teman di bawah usianya karena siswa slow learner dapat
menggunakan bahasa yang sederhana ketika berkomunikasi. Hal ini sejalan dengan Borah 2013: 140 yang menyatakan siswa slow learner juga memiliki
ketidakmatangan dalam menjalin hubungan dengan anak seusianya. e.
Moral Siswa lamban belajar atau slow learner mengetahui aturan yang berlaku,
namun siswa slow learner tidak memahami untuk apa peraturan tersebut dibuat. Siswa slow learner sering terlihat melanggar peraturan. Hal ini disebabkan oleh
kemampuan memori siswa slow learner yang terbatas sehingga sering lupa. Oleh karena itu, siswa slow learner sebaiknya sering diingatkan mengenai aturan
tersebut Triani Amir, 2013: 12. Selain beberapa karakteristik di atas, siswa slow learner atau lamban belajar
memiliki kemampuan konsentrasi yang lemah dan terbatas. Hal ini sejalan dengan pendapat Mulyadi 2010: 123 bahwa siswa slow learner memiliki perhatian dan
26
konsentrasi yang terbatas. Siswa slow learner kurang memberikan perhatian sehingga apa yang didengarkan tidak dilakukan. Reddy, Ramar, Kusuma 2006:
10 mengungkapkan siswa slow learner tidak bisa berkonsentrasi lebih dari 30 menit pada saat pembelajaran yang sebagian besar menggunakan penjelasan
verbal. Hal serupa juga diungkapkan oleh Cece Wijaya dalam Mulyadi, 2010: 125 yang mengungkapkan bahwa siswa slow learner memiliki daya lekat
retensi yang miskin dalam segala bentuk kegiatan belajar. Lemahnya konsentrasi dan perhatian mempengaruhi daya memori pada
siswa slow learner. Siswa slow learner memiliki memori yang lemah sehingga kurang mampu dalam mengekspresikan ide atau gagasannya. Siswa slow learner
mengulang beberapa kali dalam memahami materi. Mulyadi 2010: 125 menyebutkan beberapa tingkah laku yang ditunjukkan oleh siswa slow learner
seperti berikut ini. a.
Lambat dalam menerima pelajaran, lambat dalam mengelola pelajaran, lambat dalam membaca, lambat dalam memahami bacaan, lambat dalam
menyelesaikan pekerjaan, dan tugas, dan lambat dalam memecahkan masalah, dsb.
b. Memiliki perilaku yang tidak produktif dan memiliki kebiasaan yang tidak
baik. c.
Kurangnya kemampuan untuk berkonsentrasi, kurangnya kemampuan dalam mengingat, kurangnya kemampuan dalam membaca, kurangnya kemampuan
dalam berkomunikasi, kurangnya kemampuan dalam memimpin, kurangnya kemampuan menyatakan ide atau mengembangkan pendapat, dsb.