14
disertai ancaman atau kekerasan. Abdulsyani 2012: 158 memaparkan bahwa pertikaian atau pertentangan merupakan bentuk persaingan yang berkembang
secara negatif, yakni dimana terdapat satu pihak yang bermaksud untuk mencelakakan atau berusaha menyingkirkan pihak lainnya.
Berbeda dengan pendapat di atas, bentuk-bentuk interaksi sosial di antaranya sebagai berikut:
a. Oposisi opposition yang mencakup persaingan competition dan
pertikaian conflict; b.
Kerja sama co-operation yang menghasilkan akomodasi accomodation dan;
c. Differentiation yang merupakan proses ketika individu-individu di
dalam masyarakat memperoleh hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berbeda dengan orang dalam masyarakat atas dasar perbedaan
usia, jenis kelamin, dan pekerjaan. Diferensiasi tersebut menghasilkan sistem sosial berlapis-lapis Kimbal Young dalam Soyomukti, 2016:
338. Berdasarkan beberapa penjelasan para ahli mengenai bentuk-bentuk
interaksi sosial di atas, dapat diketahui bahwa interaksi sosial memiliki sifat asosiatif positif dan sifat disosiatif negatif. Bentuk interaksi sosial yang
bersifat asosiatif meliputi kerja sama dan akomodasi. Sedangkan bentuk interaksi sosial yang bersifat disosiatif meliputi persaingan, kontravensi, dan pertentangan.
15
4. Faktor-Faktor Terjadinya Interaksi Sosial
Orang yang melakukan interaksi sosial akan mempengaruhi hal dalam diri orang tersebut. Interaksi sosial tidak dapat terjadi dengan sendirinya. Selain syarat
dan bentuk, interaksi sosial terjadi karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhi. Menurut Herimanto Winarno 2011: 53-54 berlangsungnya
interaksi sosial didasarkan atas berbagai faktor, antara lain
Faktor imitasi, sugesti, identifikasi, simpati, motivasi, dan empati. Imitasi adalah proses atau tindakan seseorang untuk meniru orang lain baik sikap,
perbuatan, penampilan, dan gaya hidup. Sugesti adalah rangsangan, pengaruh, atau stimulus yang diberikan individu kepada individu lain sehingga orang yang
diberi sugesti itu melaksanakan apa yang disugestikan tanpa sikap kritis dan rasional. Identifikasi adalah upaya yang dilakukan individu untuk menjadi sama
identik dengan individu yang ditirunya. Proses identifikasi erat kaitannya dengan imitasi. Simpati adalah proses kejiwaan seorang individu yang merasa
tertarik dengan individu atau kelompok karena sikap, penampilan, atau perbuatannya. Motivasi merupakan dorongan, rangsangan, pengaruh, atau
stimulasi yang diberikan individu kepada individu lain sehingga orang yang diberi motivasi melaksanakannya secara kritis, rasional, dan tanggungjawab. Empati
adalah proses kejiwaan seorang individu untuk larut dalam perasaan orang lain baik suka maupun duka.
Sementara Setiadi, Hakam, Effendi 2006: 88 faktor-faktor yang mendasari berlangsungnya interaksi sosial yaitu:
a. Faktor imitasi
Faktor imitasi mempunyai peranan yang positif karena imitasi dapat membawa seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku. Sutirna 2013:
118 mengungkapkan proses imitasi adalah proses peniruan terhadap tingkah laku atau sikap dan cara pandang orang dewasa yang dilihat anak secara sengaja dari
orang-orang terdekat.
16
b. Faktor sugesti
Sugesti merupakan pengaruh psikis, yang baik yang datang dari dirinya sendiri maupun dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa adanya daya
kritik. Perbedaan imitasi dan sugesti dalam interaksi sosial ialah imitasi orang yang mengikuti salah satu dirinya, sedangkan pada sugesti seseorang memberikan
pandangan atau sikap dari dirinya, lalu diterima oleh orang lain di luarnya. c.
Faktor identifikasi Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik sama
dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun batiniah. Identifikasi mempunyai peran lebih mendalam dibanding imitasi dan sugesti. Sutirna 2013: 118
memaparkan proses identifikasi adalah proses terjadinya pengaruh sosial pada seseorang untuk menjadi individu lain yang dikagumiproses menyamakan
tingkah laku sosial orang yang berada di sekitarnya sesuai dengan peranannya kelak di masyarakat.
d. Faktor simpati
Simpati adalah perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang yang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, melainkan berdasarkan
penilaian perasaan seperti juga pada proses identifikasi. Bahkan orang dapat tiba- tiba merasa tertarik pada orang lain dengan sendirinya karena keseluruhan cara-
cara tingkah laku menarik baginya. Berdasarkan beberapa penjelasan para ahli di atas mengenai faktor-faktor
terjadinya interaksi sosial, maka dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial dapat terjadi karena beberapa faktor yang mendasari. Faktor yang mendasari
17
berlangsungya interaksi sosial antara lain imitasi, identifikasi, sugesti, simpati, empati dan motivasi.
5. Interaksi Sosial Anak SD
Sejak lahir anak dipengaruhi oleh lingkungan sosial dimana ia hidup pertama kali di lingkungan keluarga. Sesuai dengan perkembangannya anak
melanjutkan hubungan sosialnya di lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah memiliki pengaruh terhadap anak. Anak yang berperan sebagai seorang siswa
melakukan interaksi dengan teman sebayanya. Interaksi dengan teman sebaya merupakan permulaan hubungan
persahabatan dan hubungan dengan peer. Persahabatan pada anak sekolah pada umumnya terjadi atas dasar interes dan aktivitas bersama. Hubungan persahabatan
dan hubungan peer bersifat timbal balik dan memiliki sifat-sifat antara lain ada saling pengertian, saling membantu, saling percaya, saling menghargai dan
menerima Monks, Knoers, Haditono, 2001: 187. Sementara Sutirna 2013: 119 mengungkapkan ciri anak yang masuk dalam
masa peka perkembangan sosial antara lain a adanya minat untuk melihat anak lain dan berusaha mengadakan kontak sosial dengan mereka, b mulai bermain
dengan anak lain, c mencoba untuk bergabung dan bekerja sama dalam bermain, d lebih menyukai pekerjaan dengan 2 sampai 3 anak yang dipilihnya sendiri.
Interaksi sosial pada masa anak-anak akhir menurut Somantri 2006: 47-49 adalah sebagai berikut.
a. Kepekaan terhadap penerimaan dan penolakan sosial.
18
b. Kepekaan yang berlebihan. Kepekaan yang berlebihan diartikan sebagai
kecenderungan untuk mudah tersinggung dan menginterpretasikan bahwa perkataan dan perbuatan orang lain sebagai ungkapan kebencian.
c. Sugestibilitas dan kontra sugestibilitas. Sugestibilitas atau kemudahan
dipengaruhi oleh orang lain, bersumber pada keinginan untuk mendapat perhatian dan penerimaan lingkungannya. Sedangkan kontra sugestibilitas
merupakan kecenderungan untuk berpikir dan bertindak bertentangan dengan saran orang lain. Anak menunjukkan pemberontakan terhadap orang dewasa
dengan menunjukkan kontradiksi dengan orang dewasa tersebut. d.
Persaingan. Persaingan pada masa anak-anak terungkap dalam tiga bentuk, yakni 1 persaingan di antara anggota kelompok untuk memperoleh
pengakuan di dalam kelompok, 2 konflik di antara geng dengan geng yang menjadi saingan, dan 3 konflik antara geng dengan pihak masyarakat yang
terorganisasi. e.
Kesportifan. Merupakan kemampuan anak untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan aturan permainan, bekerja sama dengan anak-anak lain dengan
jalan mengesampingkan kepentingan individu dan meningkatkan semangat kebersamaan kelompok.
f. Tanggung jawab, yakni keinginan untuk turut mengambil bagian dalam
memikul beban. Kemampuan verbal dan keterampilan motorik anak yang semakin berkembang menyebabkan anak mulai belajar menyelesaikan
masalah-masalahnya sendiri dan juga masalah kelompok.
19
g. Insight sosial. Merupakan kemampuan mengambil dan mengerti arti situasi
sosial serta orang-orang yang terlibat di dalamnya. Kemampuan untuk memperoleh insight sosial dipengaruhi oleh a perbedaan jenis kelamin,
dimana anak perempuan cenderung lebih matang dibanding dengan anak laki-laki, b kecerdasan, c status anak dalam kelompok, dan d
kepribadian anak. h.
Diskriminasi sosial. Anak-anak menunjukkan sikap bahwa anggota kelompok mempunyai nilai yang sama tetapi orang-orang yang tidak menjadi anggota
kelompoknya mempunyai nilai yang lebih rendah. Perbedaan itu dapat disebabkan oleh agama, ras, taraf sosial, ekonomi, dan sebagainya.
i. Prasangka. Prasangka terbentuk melalui beberapa cara, yaitu a pengalaman
yang tidak menyenangkan ketika berinteraksi dengan suatu kelompok, b nilai-nilai kultur yang diterima begitu saja, c imitasi dari orang tua, guru,
teman seusia, d pendidikan yang diperoleh dari orang tua, guru, atau orang dewasa lainnya mengenai prasangka tertentu.
Anak yang memasuki perkembangan sosial akan lebih terbuka dalam bersosialisasi. Dini P. Daeng S dalam Shanty 2012: 15-17 menyatakan empat
faktor yang berpengaruh pada kemampuan anak bersosialisasi yaitu: a.
adanya kesempatan untuk bergaul dengan orang-orang di sekitarnya dari berbagai usia dan latar belakang.
b. adanya minat dan motivasi untuk bergaul.
c. adanya bimbingan dan pengajaran dari orang lain, yang biasanya menjadi
“model” bagi anak.