Hasil Penelitian INTERAKSI SISWA SLOW LEARNER KELAS III DI SD MUHAMMADIYAH 2 MAGELANG.

51 Siswa kelas III yang sering tidak masuk adalah IND dan HEA. MAR lebih sering menjenguk IND yang tidak masuk sekolah daripada HEA. Dari wawancara dengan MAR, MAR lebih senang menjenguk IND daripada HEA dikarenakan HEA rumahnya jauh dan MAR kurang menyukai HEA. Berdasarkan observasi 4, peneliti bertanya kepada MAR mengenai kepastian menjenguk MAR. Pada Selasa, 7 Februari 2017 MAR sendiri menjenguk IND yang sedang masuk angin Catatan lapangan 4 lampiran 8 halaman 140. MAR memiliki rasa kepedulian yang tinggi meskipun terkadang jahil. MAR menolong siswa yang mengalami kesulitan. Hal ini sesuai dengan paparan Guru Olahraga yang mengungkapkan “Menolong. Pernah waktu itu saat olahraga ada siswa yang kakinya terkena ranting, dia ikut bantu”. Informasi yang sama diperoleh dari teman MAR yaitu SLV yang mengatakan “Ya dibantu, pas olahraga kan aku didorong HEA njuk jatuh. MAR mbelain dan bantu aku”. MAR membantu siswa yang kesulitan. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa MAR sering menjenguk IND yang tidak masuk sekolah. MAR lebih mudah membantu dan menolong teman yang kesulitan.

b. Bentuk Akomodasi

Aspek yang kedua ialah akomodasi yang merupakan bentuk interaksi assosiatif. Aspek ini terdiri dari beberapa indikator antara lain senang tampil di hadapan umum, berani bertanya kepada guru, bergabung dengan sekelompok teman di luar jam pelajaran, serta berkomunikasi dan bercanda dengan teman. 52 1 Senang Tampil di Hadapan Umum Aspek dari bentuk akomodasi dapat dilihat dari keberanian dan percaya diri siswa untuk tampil di hadapan umum. MAR memiliki keberanian untuk tampil di depan kelas. MAR tampak senang dengan beberapa kegiatan yang tidak berhubungan dengan membaca dan menulis. MAR memiliki sikap percaya diri dengan apa yang disukainya dan sesuai dengan keinginannya. Hal ini diperlihatkan MAR ketika menjadi petugas pengibar bendera. Selain itu, pada saat latihan upacara observasi tanggal 3 Maret 2017, MAR terlihat menginginkan untuk menjadi petugas pemimpin upacara. MAR tampak senang dan percaya diri. Demikian sama halnya MAR yang tampak aktif mengumandangkan adzan shalat dhuhur. Saat bel istirahat kedua berbunyi, MAR langsung bergegas menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu. MAR segera ke mushola dan mengumandangkan adzan. MAR juga pernah diganggu oleh SKI saat adzan, namun MAR tetap melanjutkannya. MAR merasa senang saat guru memberi kesempatan tampil maju di depan kelas. Hal ini sesuai dengan wawancara MAR y ang mengatakan “Merasa senang”. MAR juga tampak senang ketika maju ke depan kelas saat pelajaran Matematika. Saat itu, guru meminta salah satu siswa untuk menggambarkan sudut, MAR mengacungkan jari pertama daripada siswa lain. MAR maju untuk menggambarkan sudut tumpul. Berbeda dengan hal di atas, MAR memiliki rasa kurang percaya diri saat diminta untuk membaca. Berdasarkan wawancara dengan guru, MAR memiliki 53 rasa minder dalam hal membaca. “MAR senang tetapi mindernya karena kemampuan membaca belum bisa jadi kurang PD aja. Kalau MAR lancar membaca akan mendukung percaya dirinya juga”. Informasi yang sama diperoleh peneliti saat mewawancarai SLV “Dia itu gak malu tapi kalau disuruh dongeng pas kulma malu” lampiran 4 halaman 114. HEA juga mengatakan bahwa “MAR itu orangnya isinan malu kalau maju membaca misale” lampiran 4 halaman 110. Dari informasi di atas, MAR memiliki rasa minder saat diminta untuk mendongeng dan hal yang berkaitan dengan membaca. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa MAR senang dan percaya diri tampil di hadapan umum dengan hal yang sesuai keinginannya. Keinginannya tersebut seperti menjadi petugas upacara, mengumandangkan adzan, dan tanya jawab soal Matematika. Sebaliknya, MAR kurang menyukai dan merasa minder dengan hal yang berkaitan dengan membaca. 2 Berani Bertanya pada Guru Kegiatan bertanya antara siswa dan guru merupakan hal yang wajar dalam pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. Hal demikian terjadi pada siswa karena siswa kurang paham dengan apa yang dijelaskan oleh guru. Sehingga dengan bertanya siswa menjadi lebih paham. Hal ini juga dialami oleh MAR, MAR berani bertanya kepada guru. Berdasarkan observasi, MAR lebih sering bertanya ketika kurang memahami mengenai pembacaan tulisan. MAR sering bertanya tentang tulisan 54 yang tidak dapat dibacanya. MAR berani bertanya kepada guru dan mengakui bahwa MAR kurang lancar dalam membaca. Pada saat pelajaran PKn mengenai Bangga menjadi Bangsa Indonesia dan Mengenal Pancasila, MAR berani bertanya kepada guru “Bu, Pancasila nomer 2 itu apa?” lampiran 8 halaman 139. Selain itu, MAR tampak aktif tanya jawab dengan guru pada saat pelajaran. Observasi 14, pada saat pelajaran Bahasa Jawa mengenai Aksara Jawa, MAR bertanya kepada guru apa yang kurang dimengerti “Bu, yang ini gimana buatnya?”. Berdasarkan wawancara dengan guru MAR bertanya ketika guru sudah menawarkan untuk bertanya berkali-kali , “Kalau saya pancing duluan baru tanya, kalau gak dipanci ng ya diam. „Ada yang bertanya?‟ masih diam. „Sudah paham tentang ini?‟ belum bu”. Satu kali pertanyaan belum tentu MAR mau bertanya. Dua tiga kali dipancing- pancing terus baru MAR mau bertanya”. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa MAR berani bertanya kepada guru mengenai sesuatu yang tidak dimengertinya. MAR berani mengajukan pertanyaan berupa tulisan yang tidak dapat dibacanya. MAR jarang bertanya mengenai materi pelajaran. 3 Bergabung dengan Sekelompok Teman di Luar Jam Pelajaran Hasil observasi dan wawancara dengan guru kelas, guru olahraga, dan beberapa teman MAR menunjukkan bahwa MAR lebih sering bergabung dengan siswa lain di luar jam pelajaran. MAR merupakan siswa yang memiliki keakraban tinggi. Hasil observasi menunjukkan bahwa MAR dapat memulai berinteraksi dengan siswa lain saat istirahat. 55 Berdasarkan observasi ke 12, MAR bergabung dengan beberapa siswa kelas I yang sedang duduk-duduk. MAR tampak senang saat bersama dengan teman- temannya. Selain itu, MAR mengunjungi kelas-kelas lain seperti kelas I, IV, dan V. MAR kerap terlihat masuk di kelas IV. Berdasarkan hasil wawancara dengan MA R, MAR mengatakan “Ya lihat-lihat aja njuk pergi”. MAR hanya melihat- lihat dan terkadang bertanya kemudian pergi. MAR kerap terlihat bersama IND pada saat istirahat. MAR jajan dan duduk- duduk di depan kantin. MAR bergabung dengan siswa lain saat istirahat. MAR bercanda dengan siswa yang lain. Siswa lain juga terlihat senang adanya MAR yang ikut bergabung, namun terdapat beberapa siswa yang kurang senang dengan kedatangan MAR dikarenakan MAR sering menjahili teman-temannya. Hal ini sesuai dengan wawancara bersama Guru Olahraga yang mengungkapkan “Iya ikut berkumpul kadang-kadang sempat ikut bicara sambil cengengesan ” Pak MA, lampiran 6 halaman 123. MAR ikut bergabung dengan sekelompok teman saat istirahat dan terkadang juga berbicara. Dapat ditarik kesimpulan bahwa pada indikator bergabung dengan sekelompok teman di luar jam pelajaran, MAR ikut bergabung dengan siswa lain. MAR juga tidak jarang berbicara saat sedang berkumpul. 4 Berkomunikasi dan Bercanda dengan Teman Komunikasi merupakan hal penting karena termasuk syarat terjadinya interaksi sosial. Interaksi sosial siswa dapat ditunjukkan dari bagaimana cara siswa tersebut berkomunikasi dengan teman-temannya. Hal ini juga tampak pada MAR dalam berkomunikasi dengan siswa lain. Hasil observasi dan wawancara 56 menunjukkan MAR melakukan komunikasi seperti pada siswa umum lainnya meskipun teridentifikasi slow learner. MAR berkomunikasi dengan cukup baik. MAR melakukan komunikasi dengan siapapun baik dengan siswa maupun guru. MAR sering terlihat antusias dalam bercerita kepada teman-temannya. MAR juga memberitahu beberapa hal saat MAR masih berada di Lombok. Berdasarkan dari waw ancara dengan HEA, HEA mengatakan “Ya kadang- kadang kalau lagi menyendiri itu deketi dan nyapa saya njuk guyon-guyon. Menurut saya kalau dia itu ba cane ya lancar ya seneng cerita”. MAR mulai menyapa siswa lain dan mengajak bercanda. Selain itu, MAR merupakan salah satu siswa SD Muhammadiyah 2 Magelang yang sering jahil dengan teman-temannya. Guru Olahraga juga mengatakan bahwa MAR merupakan siswa yang jahil dan usil. Dari data observasi ke 8, MAR menjahili SLV terlebih dahulu. MAR memulai dengan mencoret-coret kertas SLV. Kemudian MAR minta maaf pada SLV tetapi masih tetap jahil. Keterangan yang sama juga diperoleh dari wawancara dengan SLV. Berikut kutipan wawancara dengan SLV “Iya jahil banget kalau sama aku. Dulu pernah dia masang sandal di atas pintu, terus pas aku buka pintu kan gak tau. Teko-teko ngenain aku sandale. Terus aku bilang „tak andake lho‟. Dia bilang „sorry-sorry kan mung guyon‟ gitu.” SLV, lampiran 4 halaman 115. Berdasarkan paparan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa MAR memiliki komunikasi yang bagus dengan siswa lain. MAR senang mengajak bercanda siswa lain sehingga siswa lain juga memberikan komunikasi yang baik kepada MAR. 57

c. Bentuk Persaingan

Persaingan merupakan bentuk interaksi dissosiatif. Aspek persaingan terdiri dari dua indikator di antaranya bersaing untuk mendapatkan nilai yang baik dan bersaing dalam kepemilikan alat sekolah yang baru. 1 Bersaing untuk Mendapatkan Nilai yang Baik Siswa berkebutuhan khusus tidak kalah dengan siswa lain yang menginginkan hasil belajar yang tinggi. Hal ini terjadi pada MAR yang juga menginginkan hasil belajar dan nilai yang baik. Berdasarkan wawancara dengan MAR mengatakan “Ya pengen. Tapi kalau nilai udah segitu ya udah”. Hasil wawancara dan observasi menunjukkan MAR sedih ketika mendapatkan nilai rendah meskipun terkadang biasa saja. MAR memiliki tingkat keputusasaan yang cukup tinggi. Hal ini dibuktikan pada observasi ke 18 MAR tampak mudah menyerah dan mengucapkan “Gak bisa e Bu” saat mengerjakan soal Bahasa Inggris. MAR memiliki kesulitan dengan kegiatan yang berhubungan dengan membaca dan menulis. Hal ini terlihat saat observasi 11 MAR berkata “Aku tidak bisa kalau didikte”. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa MAR memiliki motivasi diri yang kurang untuk mendapatkan nilai baik. Hal tersebut teramati dari ketika mengerjakan soal dan mendapatkan nilai yang diperoleh. 2 Bersaing dalam Kepemilikan Alat Sekolah Baru Alat sekolah menjadi kebutuhan penting bagi siswa sekolah dasar tak terkecuali siswa berkebutuhan khusus. Siswa berkebutuhan khusus yang teridentifikasi slow learner seperti MAR bersikap biasa dalam menghadapi siswa 58 dengan alat sekolah baru. Hasil observasi dan wawancara menunjukkan MAR tidak memiliki keinginan untuk bersaing dengan siswa lain yang berkaitan dengan alat sekolah. MAR cenderung memuji siswa yang memiliki alat sekolah baru. Hal ini sesuai dengan wawancara beberapa teman-teman MAR. SLV, KKH dan HEA mengatakan bahwa MAR tidak iri melihat siswa lain yang memakai alat sekolah baru. MAR juga tidak pamer ketika memiliki alat sekolah baru. Guru kelas mengungkapkan “Enggak. Hanya saja ketika MAR punya alat sekolah baru sering ditata di mejanya tetapi tidak memamerkan kepada teman- temannya”. MAR memakai sepatu baru pada saat observasi ke-17. MAR tidak terlihat mempamerkan sepatunya kepada teman-temannya. MAR memakai sepatu dengan tali dilingkarkan ke kaki sehingga tali menyentuh tanah. Ketika diberikan saran mengenai tali sepatu, MAR menjawab “Gak papa gini aja kok, kalau rusak ya beli lagi” sambil ketawa lampiran 2 halaman 104. Dapat ditarik kesimpulan bahwa MAR tidak bersaing dalam kepemilikan alat sekolah baru. MAR juga tidak iri terhadap siswa yang memakai alat sekolah baru. Selain itu, MAR tidak mempamerkan alat sekolah yang dimilikninya kepada siswa lain.

d. Bentuk Kontravensi

Bentuk kontravensi termasuk bentuk interaksi disosiatif. Bentuk kontravensi memiliki beberapa indikator antara lain memberikan dan menanggapi kritik siswa lain, menunjukkan ekspresi kurang senang dengan teman yang lain, dan berteman dengan siapapun. 59 1 Memberikan dan Menanggapi Kritik Siswa Lain Siswa SD Muhammadiyah 2 Magelang terlihat saling merespon teman- temannya. Seperti halnya dengan MAR, MAR tak jarang memberikan pendapatnya. Berdasarkan hasil observasi 1, MAR mengungkapkan kepada guru bahwa gambaran milik RDH diberi gambar Sopo Jarwo. Selain itu, MAR juga pernah memberikan tanggapan kepada guru saat dilakukannya observasi 3. MAR berkata “Bu, langsung kasih soal aja Bu” karena sudah cukup paham dengan materi tersebut. Tanggapan dan pendapat terkadang diucapkan oleh MAR. MAR menanggapi sesuatu apabila paham dengan topik yang dibicarakan. Hal ini juga diungkapkan o leh guru kelas “Ya menanggapi kalau dia bisa, kalau gak ya cuek-cuek aja ” lampiran 5 halaman 120. Selain itu menurut guru olahraga ketika mendapat kritik, MAR tidak terima dan menyanggah. Berdasarkan informasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa MAR jarang memberikan pendapat apabila MAR paham. MAR juga memberikan tanggapan sesuai dengan apa yang diinginkan dalam merespon suatu kondisi. 2 Menunjukkan Ekspresi Kurang Senang dengan Teman yang Lain Hasil observasi dan wawancara menunjukkan bahwa MAR merupakan siswa yang memiliki emosi lebih tinggi daripada siswa lain. MAR lebih cepat emosi ketika diganggu oleh siswa yang kurang disukainya. Saat dilakukan bersih- bersih, MAR dan beberapa teman ditunjuk untuk membersihkan kelas III. Tiba- tiba ZHR masuk k elas III dan MAR mengatakan “Ojo rene, kowe jatahe kelas 60 ngendi Jangan kesini, kamu mendapat kelas mana sambil menunjukkan ekspresi kurang senangnya. MAR lebih terlihat jika memperlihatkan raut muka jengkel. Berdasarkan hasil wawancara dengan SLV mengata kan “Pernah pas olahraga. HEA kan ingin voli tapi MAR ingin badminton. Terus ya marah-marahan itu, MAR mau berantem, tapi diingetke sama guru ” lampiran 4 halaman 115. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa MAR menunjukkan ekspresi kurang senang dengan siswa lain ketika siswa lain baik yang kurang disukai maupun yang melakukan kesalahan. 3 Berteman dengan Siapapun Siswa sekolah dasar umumnya senang jika memiliki teman yang banyak. Hal ini berlaku bagi MAR yang juga memiliki banyak teman. MAR mudah bergaul dengan siswa yang lain. Guru mengungkapkan “Anaknya mudah bergaul kok Mbak ” lampiran 6 halaman 120. MAR merupakan siswa yang mudah bergaul sehingga memiliki banyak teman. Hasil observasi dan wawancara menunjukkan bahwa MAR tidak memilih milih dalam berteman. MAR berteman dengan siapapun. MAR tidak membeda- bedakan teman, hanya MAR terkadang lebih menjaga jarak dengan HEA. Berdasarkan hasil observasi, MAR berteman baik dari siswa kelas I sampai siswa kelas VI. MAR juga tidak membeda-bedakan untuk bermain dengan siswa yang berkebutuhan khusus maupun tidak. Pada saat permainan pelajaran Olahraga, MAR berpasangan dengan NNA tunagrahita. MAR memperlakukan NNA dengan baik. Hal tersebut terlihat MAR menggandeng tangan NNA ketika berlari. 61 Guru kelas juga mengatakan bahwa MAR memiliki sosialisasi yang baik dan tidak memilih-milih teman. Jika siswa lain mau bermain dengan MAR, maka MAR pun juga mau bermain. Informasi yang sama diperoleh dari beberapa teman MAR. mereka mengatakan MAR tidak memilih-milih dalam berteman. Berbeda dengan itu, dari wawancara MAR mengatakan bahwa MAR memilih-milih dalam berteman misalnya dengan HEA. Meskipun memilih, MAR tetap bermain baik dengan HEA maupun siswa lain. Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa MAR berteman dengan siapapun baik berbeda kelas maupun berbeda jenis kelamin. MAR tidak membeda-bedakan dalam berteman dengan siswa yang berkebutuhan khusus maupun siswa normal sehingga MAR mempunyai banyak teman.

e. Menghadapi Pertentangan

Pertentangan merupakan aspek yang terakhir dalam interaksi dissosiatif. Aspek menghadapi pertentangan terdapat empat indikator antara lain melerai teman yang berkelahi, bertengkar dengan teman melalui kontak fisik maupun lisan saling mengejek, mengancam teman lain untuk memenuhi keinginannya, dan menyalahkan orang lain. 1 Melerai Teman yang Berkelahi Hasil observasi dan wawancara menunjukkan MAR cukup baik dalam usaha melerai teman meskipun tidak turun tangan sendiri. MAR tidak melerai teman yang berkelahi namun segera mengadu dan melapor kepada guru ketika terjadi perkelahian. Hal ini sesuai dengan observasi 17, perkelahian terjadi di kelas I antara GHN dan JHN. Ketika diberitau oleh salah satu siswa kelas I yang melapor 62 ke guru kelas III, MAR juga ke kelas I dan langsung lari menuju kantor untuk melapor ke guru kelas I yang masih ada di kantor. MAR bersikap aktif saat terjadi perkelahian. Seperti yang dikatakan SLV “Dia tu malah bilang gini „wis rasah berantem ndak dikandake guru ndak malah diseneni‟ trus kadang juga langsung lapor.” Pernyataan yang sama diungkapkan oleh guru kelas III “Yang pasti laporan. Kalau melerai belum bisa, tapi kalau ada anak yang bertengkar dan dia lihat langsung lari mencari guru buat laporan. Tidak berani turun tangan sendiri” Bu YN, lampiran 5 halaman 121. MAR berusaha untuk mengadu kepada guru yang bersangkutan. Berdasarkan informasi di atas, dapat disimpulkan bahwa MAR memiliki usaha dalam melerai teman yang berkelahi. MAR berusaha melerai siswa yang berkelahi dengan cara mengadu dan melapor kepada guru. 2 Bertengkar dengan Teman melalui Kontak Fisik maupun Lisan Saling Mengejek Hasil observasi dan wawancara menunjukkan bahwa MAR pernah berkelahi dengan siswa lain bernama FAI. Saat ini, FAI sudah pindah sekolah sehingga MAR jarang berkelahi. MAR kerap terlihat saling mengejek dengan HEA. Berdasarkan observasi 3, MAR pernah terlibat pertengkaran secara lisan dengan HEA. Tak lama kemudian, MAR dan HEA bertengkar secara fisik. MAR didorong oleh HEA sehingga MAR terjatuh dan menangis karena kepalanya sakit. Berdasarkan observasi, MAR pernah terlibat pertengkaran dengan SDW. Pada awalnya, MAR hanya ingin mengajak bercanda SDW, namun SDW tiba-tiba memukul MAR. MAR tidak membalas pukulan dari SDW. Tiba-tiba telinga MAR 63 keluar darah dan peneliti segera menghampiri MAR. Peneliti menyuruh SDW minta maaf akan tetapi MAR tidak mau dan diam saja. Peneliti segera memberitahu guru yang pergi ke toilet dan mengambilkan tisu serta obat merah. SDW memukul MAR menggunakan pensil sehingga telinga luar MAR tergores. Akhirnya guru mendamaikan dan SDW minta maaf kepada MAR Catatan lapangan 14, lampiran 8 halaman 149. Perbedaan sikap MAR kepada HEA dan SDW cenderung mencolok. Ketika MAR diganggu dan disalahi oleh HEA, MAR segera membalas. Berbeda dengan menghadapi SDW, MAR tampak tidak membalas saat SDW memukul telinganya hingga berdarah. MAR memaklumi karena SDW merupakan siswa autis. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa MAR pernah bertengkar baik secara kontak fisik maupun lisan dengan siswa lain. MAR bersikap berbeda dalam menghadapi teman-temannya. MAR mudah tersinggung ketika HEA yang mengganggu daripada SDW. 3 Mengancam Teman Lain untuk Memenuhi Keinginannya Siswa sekolah dasar merasa ketakutan ketika mendapat ancaman dari orang lain. Hasil observasi dan wawancara menunjukkan MAR lebih sering mengancam kepada siswa lain. Berdasarkan observasi 8, MAR mengatakan kepada NNA yang ngompol di kamar mandi setelah ganti baju “Tak bilangke Pak WKN lho”. Hasil wawancara dengan Guru Olahraga yang mengungkapkan “Pernah masih dalam taraf wajar sih, kalau gak gini tak laporkan guru” lampiran 6 halaman 124 menjadi data pendukung. MAR mengancam masih dalam taraf yang 64 wajar. Biasanya MAR mengancam siswa lain dengan melapor kepada guru sehingga siswa lain pun memenuhi keinginan MAR. Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa MAR mengancam siswa lain sewajarnya. MAR mengancam dengan cara melaporkan kepada guru agar siswa lain takut. 4 Menyalahkan Orang Lain Hasil observasi dan wawancara menunjukkan bahwa MAR bersikap tegas. MAR menyalahkan siswa lain karena memang terbukti salah. Berdasarkan observasi 3 Saat pelajaran sedang berlangsung, MAR dan HEA menyanyikan sebuah lagu dari tempat duduknya. Kemudian guru mengingatkan agar tidak menyanyi. MAR menunjuk HEA “HEA kok Bu” padahal MAR sama-sama ikut menyanyi. Informasi yang sama diperoleh dari wawancara dengan guru kelas III yang mengatakan sebagai berikut Menyalahkan orang lain gak selalu tapi sering. Seringnya sama IND kalau sama SDW, MAR ngalah tidak mau membalas. Kalau IND salah ya MAR kadang bilang ‘Wooo IND ki’ gak cuma di kelas, kadang di lapangan juga, di mushola juga iya. Tapi memang bener salah bukan mengkambinghitamkan. Memang anaknya bener- bener salah”. Bu YN, lampiran 5 halaman 121 Selain itu, hasil wawancara dengan beberapa teman MAR menunjukkan bahwa MAR menyalahkan siswa yang salah dengan mengucapkan kata-kata menyalahkan. Seperti yang dikatakan oleh SLV “Sering. NNA menghilangkan setip penghapus. Trus MAR bilang, NNA i, wuuu, pancen, makane nek dijaluk setipe ojo ngeyel ” lampiran 4 halaman 115. MAR menyatakan kesalahan yang diperbuat oleh siswa lain. 65 Berbeda dengan yang diungkapkan oleh guru olahraga. Guru olahraga mengungkapkan “Iya sering. Ketika MAR salah pasti cari temen. Dulu pernah bolanya masuk ke pinggiran. Ketika disuruh ambil, MAR mengatakan „Ayo dia mbil, kan mainannya sama kamu‟ lampiran 6 halaman 125. MAR mencari teman saat MAR melakukan kesalahan. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa MAR menyalahkan siswa lain ketika siswa lain yang terbukti bersalah sehingga siswa yang salah menerima apa yang dikatakan MAR. Namun, ketika MAR melakukan kesalahan tak jarang mencari-cari teman untuk ikut disalahkan.

D. Pembahasan

Hasil penelitian diketahui bahwa interaksi sosial siswa slow learner MAR dapat ditunjukkan dari lima aspek bentuk-bentuk interaksi sosial meliputi bentuk kerjasama, bentuk akomodasi, bentuk persaingan, bentuk kontravensi, dan menghadapi pertentangan. Siswa slow learner MAR jarang melaksanakan tugas piket harian di kelas sehingga sering diingatkan dan diprotes oleh siswa lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Kustawan Meimulyani 2013: 88 bahwa siswa lamban belajar atau siswa slow learner sering terlambat dalam menyelesaikan tugas-tugas daripada teman-teman seusianya. MAR belum selesai mengerjakan tugas ketika siswa lain sudah selesai dan mengumpulkan kepada guru. Berbeda dengan tugas piket, MAR melakukan kerjasama dengan baik saat dilakukannya kegiatan gotong royong di sekolah. MAR mampu melaksanakan perintah dari guru dan membantu siswa lain yang kesulitan. Hal ini juga sesuai 66 dengan teori Sutirna 2013: 119 bahwa dalam masa perkembangan sosial anak mencoba untuk bergabung dan bekerja sama dalam bermain. MAR dapat bekerja sama saat kegiatan bersih-bersih maupun bermain dengan siswa lain. MAR juga saling pinjam-meminjam benda yang dimilikinya kepada siswa lain. Temuan ini sesuai teori Somantri 2006: 47-49 bahwa interaksi sosial pada masa anak-anak akhir salah satunya diwujudkan dalam bentuk kesportifan yaitu bekerja sama dengan anak-anak lain dengan jalan mengesampingkan kepentingan individu. Temuan lain ialah MAR menawarkan benda yang dimilikinya kepada siswa lain yang menjadi teman dekatnya. MAR senang meminjamkan benda milik MAR kepada siswa yang lain. MAR mempunyai sikap empati pada siswa yang disukai terutama dalam hal menjenguk siswa yang sakit. MAR memiliki hubungan yang baik dengan siswa yang disukai sehingga ketika siswa tersebut sakit, MAR menjenguknya. Temuan ini sesuai teori Monks, Knoers, Haditono 2001: 187 bahwa hubungan persahabatan dan hubungan peer bersifat timbal balik dan memiliki sifat-sifat antara lain ada saling pengertian, saling membantu, saling percaya, dan saling menghargai dan menerima. MAR merasa senang tampil di hadapan umum sesuai dengan kemauannya. Hal-hal yang diinginkan MAR seperti menjadi petugas upacara, memimpin teman-temannya baik saat berdoa maupun baris, menjadi imam shalat dhuha, dan berani mengumandangkan adzan shalat dhuhur. Selain itu, MAR merasa kurang percaya diri terhadap hal-hal yang kurang diminatinya seperti membaca, menulis, dan mendongeng atau bercerita di depan kelas. Hal ini sesuai dengan pendapat 67 Mulyadi 2010: 125 bahwa siswa slow learner lambat dalam membaca dan lambat dalam memahami bacaan. MAR merasa minder dengan siswa lain yang mempunyai kemampuan lebih tinggi. Temuan ini mendukung pendapat Triani Amir 2013: 13, bahwa siswa slow learner merasa minder terhadap teman- temannya karena memiliki kemampuan belajar yang lamban dibanding anak normal seusianya. MAR jarang bertanya materi kepada guru akan tetapi bertanya mengenai pembacaan pada sebuah tulisan. MAR memiliki kesulitan dalam membaca dan menulis sehingga siswa slow learner bertanya kepada guru tentang apa yang tidak dapat dibacanya. Temuan ini sesuai dengan teori Mulyadi 2010: 125 bahwa siswa slow learner menunjukkan lambat dalam membaca dan kurangnya kemampuan dalam membaca. Guru sering mengulang dan mengajak untuk konsentrasi saat mengerjakan soal. MAR bertanya setelah guru mengulang beberapa kali perintah maupun instruksi. Temuan ini mendukung teori Reddy, Ramar, Kusuma 2006: 10-11 bahwa kemampuan anak lamban belajar dalam mengingat pesan dan mendengarkan instruksi rendah. Sehingga tak jarang MAR membutuhkan pengulangan baik instruksi maupun hal yang berkaitan dengan materi pelajaran. MAR senang bercerita dengan teman-temannya. MAR berkomunikasi secara baik dengan teman-temannya menggunakan bahasa yang sederhana. Hal ini sesuai dengan teori Triani Amir 2013: 12 bahwa siswa slow learner berkomunikasi menggunakan bahasa yang sederhana. Lawan bicaranyapun dapat berkomunikasi menggunakan bahasa sederhana juga. Ketika MAR bercerita, 68 teman-temannya tak jarang untuk mendengarkan bahkan menanggapi. Selain itu, MAR senang bercanda dan tak jarang menjahili teman-temannya. Temuan ini sesuai dengan teori Triani Amir 2013: 12 bahwa beberapa siswa slow learner ada yang menunjukkan sifat humor. MAR mampu bergabung cukup baik dengan teman di luar pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Allen Marotz 2010: 177-209 mengenai interaksi sosial siswa SD dapat ditunjukkan salah satunya dengan bergabung dalam kelompok bermain. MAR juga sering memasuki kelas- kelas hanya sekedar untuk melihat. Selain itu, MAR tak jarang bergabung dengan guru-guru pada saat istirahat di depan kantin sekolah. Temuan lain ialah MAR mengakui kekurangan yang dimiliki MAR. Hal ini sesuai dengan teori Somantri 2006: 47-49 bahwa interaksi sosial pada masa anak-anak akhir salah satunya sugestibilitas dan kontra sugestibilitas. Sugestibilitas atau kemudahan dipengaruhi oleh orang lain, bersumber pada keinginan untuk mendapat perhatian dan penerimaan lingkungannya. Sugesti dari lingkungan menyebabkan MAR mengakui bahwa MAR kurang bisa membaca. Hal ini dituliskan pada buku Pendidikan Kewarganegaraaan milik MAR. Hasil penelitian menunjukkan MAR memiliki keinginan untuk mendapatkan nilai yang baik. MAR menunjukkan ekspresi yang wajar ketika mendapatkan nilai. Ketika mendapatkan nilai baik, MAR menunjukkan ekspresi yang senang dan sebaliknya. Temuan ini sesuai dengan teori Allen Marotz 2010: 177-209 bahwa siswa SD menggunakan kata-kata dengan ekspresi wajah dan gerak tubuh 69 untuk mengungkapkannya. MAR tak jarang bersorak dan bergembira ketika mendapatkan nilai yang baik. Temuan lain yaitu MAR ingin diakui dalam kelompok bermain. Berdasarkan wawancara dari guru, MAR merasa cemburu ketika MAR tidak diajak bermain oleh siswa lain. Hal ini sesuai dengan teori Somantri 2006: 47-49 bahwa persaingan di antara anggota kelompok untuk memperoleh pengakuan dalam kelompok. Selain itu, MAR juga memiliki kepekaan yang berlebihan terhadap siswa lain. Somantri 2006: 47-49 menjelaskan bahwa interaksi sosial pada masa anak- anak akhir salah satunya ialah memiliki kepekaan yang berlebihan. Kepekaan yang berlebihan diartikan sebagai kecenderungan untuk mudah tersinggung dan menginterpretasikan bahwa perkataan dan perbuatan orang lain sebagai ungkapan kebencian. MAR mudah tersinggung saat dijahili oleh siswa yang kurang disukai. MAR tidak memiliki rasa bersaing dalam kepemilikan alat sekolah baru. Hal ini sesuai dengan teori Hamalik 2008: 184 bahwa anak lambat belajar mempunyai ruang minat yang sempit. MAR kurang minat dan kurang tertarik terhadap alat sekolah baru yang dimiliki oleh temannya. Jika terdapat siswa yang memiliki alat sekolah baru, MAR lebih senang memuji siswa tersebut. MAR jarang memberikan kritik kepada siswa lain, namun ketika MAR mendapat kritik dari siswa lain terlihat membantah. MAR jarang mengungkapkan idenya. Hal ini sesuai dengan teori Mulyadi 2010: 125 bahwa siswa slow learner menunjukkan kurangnya kemampuan menyatakan ide atau mengembangkan bakat.