26
konsentrasi yang terbatas. Siswa slow learner kurang memberikan perhatian sehingga apa yang didengarkan tidak dilakukan. Reddy, Ramar, Kusuma 2006:
10 mengungkapkan siswa slow learner tidak bisa berkonsentrasi lebih dari 30 menit pada saat pembelajaran yang sebagian besar menggunakan penjelasan
verbal. Hal serupa juga diungkapkan oleh Cece Wijaya dalam Mulyadi, 2010: 125 yang mengungkapkan bahwa siswa slow learner memiliki daya lekat
retensi yang miskin dalam segala bentuk kegiatan belajar. Lemahnya konsentrasi dan perhatian mempengaruhi daya memori pada
siswa slow learner. Siswa slow learner memiliki memori yang lemah sehingga kurang mampu dalam mengekspresikan ide atau gagasannya. Siswa slow learner
mengulang beberapa kali dalam memahami materi. Mulyadi 2010: 125 menyebutkan beberapa tingkah laku yang ditunjukkan oleh siswa slow learner
seperti berikut ini. a.
Lambat dalam menerima pelajaran, lambat dalam mengelola pelajaran, lambat dalam membaca, lambat dalam memahami bacaan, lambat dalam
menyelesaikan pekerjaan, dan tugas, dan lambat dalam memecahkan masalah, dsb.
b. Memiliki perilaku yang tidak produktif dan memiliki kebiasaan yang tidak
baik. c.
Kurangnya kemampuan untuk berkonsentrasi, kurangnya kemampuan dalam mengingat, kurangnya kemampuan dalam membaca, kurangnya kemampuan
dalam berkomunikasi, kurangnya kemampuan dalam memimpin, kurangnya kemampuan menyatakan ide atau mengembangkan pendapat, dsb.
27
d. Prestasi yang rendah dalam belajar dan mengajar.
Sementara Oemar Hamalik 2008: 184 menjelaskan bahwa beberapa karakteristik anak lamban belajar diantaranya, a anak belajar dalam unit-unit
yang lebih singkat; b anak membutuhkan pemeriksaan kemajuan yang lebih intensif dan membutuhkan banyak perbaikan; c anak mempunyai perbendaharaan
bahasa dan daerah perhatian yang lebih terbatas; d anak tidak melihat adanya kesimpulan atau pengertian sesudahnya; e anak kurang memiliki kemampuan
kreatif dan merencanakan; f anak lebih lambat memperoleh keterampilan mekanis dan metodis; g anak lebih mudah mengerjakan tugas-tugas rutin, tetapi
mengalami kesulitan dalam membaca dan melakukan abstraksi; h anak cepat dalam mengambil kesimpulan, tetapi kurang kritis dan mudah puas dengan
jawaban yang dangkal; i anak kurang senang dengan kemajuan orang lain; j kesulitan belajar anak bertumpuk-tumpuk; k anak mempunyai ruang minat yang
sempit; l anak kurang mampu dalam melihat hasil akhir perbuatannya, dan anak tidak dapat melihat unsur-unsur yang bersamaan dalam beberapa situasi yang
berbeda. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
karakteristik siswa slow learner dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain kemampuan intelegensi, bahasa, emosi, sosial, moral, konsentrasi, dan memori.
Siswa slow learner kurang mampu dalam memaksimalkan aspek-aspek tersebut.
C. Interaksi Sosial Siswa Slow Learner
Aktivitas siswa slow learner di sekolah tidak terlepas dengan guru maupun siswa lain. Hal tersebut menyebabkan siswa slow learner harus melakukan
28
interaksi seperti bertanya kepada guru maupun bermain dengan siswa lain. Kustawan Meimulyani 2013: 28 mengungkapkan bahwa siswa lamban belajar
atau slow learner dalam beberapa hal memiliki hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan melakukan adaptasi sosial. Selain itu, sifat-
sifat anak slow learner menurut Rumini 1980: 57 antara lain: 1.
Di masyarakat dapat mempertahankan diri, bertingkah laku seperti anak normal, sehingga jarang yang mengetahui kalau slow learners. Akibatnya
anak slow learners kurang mendapat bimbingan dari masyarakat, bahkan masyarakat meminta segala sesuatu yang lebih dari kemampuannya, sehingga
menyebabkan anak menderita minco, malu depresi bahkan sampai dapat histeris.
2. Dengan bimbingan yang tepat, anak dapat bergaul dengan lancar.
3. Kurang dapat mengadakan kritik terhadap dirinya sendiri.
4. Lebih senang bercerita dan membicarakan hal-hal yang kongkrit daripada
belajar. Sementara Borah 2013: 139 menyatakan slow learner belum dewasa
terhadap hubungannya dengan orang lain dan masih melakukan hubungan dengan buruk di sekolah. Anak slow learner memiliki kemampuan interaksi sosial yang
kurang baik. Slow learner memilih jadi pemain pasif atau penonton saat bermain atau bahkan menarik diri. Namun, beberapa anak juga ada yang menunjukkan
sifat humor. Saat bermain, anak-anak slow learner lebih senang bermain dengan anak-anak di bawah usianya. Slow learner merasa lebih aman karena saat
29
berkomunikasi dapat menggunakan bahasa yang sederhana Triani Amir, 2013: 12-13.
Triani Amir 2013: 13 mengemukakan beberapa hambatan yang dialami siswa slow learner dalam kegiatan berinteraksi sosial antara lain:
1. merasa minder terhadap teman-temannya karena memiliki kemampuan belajar
yang lamban dibandingkan anak normal seusianya; 2.
cenderung pemalu dan menarik diri dari lingkungan sosial; 3.
lamban menerima informasi karena memiliki keterbatasan berbahasa reseptif atau menerima dan ekspresif atau mengungkapkan;
4. hasil belajar yang kurang optimal menyebabkan stres karena ketidakmampuan
anak mencapai apa yang diharapkan; 5.
ketidakmampuan mengikuti pelajaran menyebabkan anak slow learner dapat membuat anak tinggal kelas; dan
6. mendapat label yang kurang baik dari teman-temannya.
Berdasarkan penjelasan para ahli di atas, maka dapat diketahui bahwa interaksi sosial siswa slow learner kurang baik dalam bergaul dengan orang lain.
Slow learner lebih suka menjadi penonton pasif dan memiliki sikap pemalu serta menarik diri dari lingkungan sosialnya. Siswa slow learner lebih senang bermain
dengan anak-anak di bawah usianya.
D. Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian yang berjudul “Interaksi Sosial Siswa Slow Learner di Kelas III
SD Muhammadiyah 2 Magelang ” ini memiliki penelitian yang relevan dari
30
penelitian sebelumnya. Berikut penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain:
1. Penelitian Heni Kusuma yang berjudul Identifikasi Interaksi Sosial Siswa
Berkebutuhan Khusus di SD Negeri Jlaban, Sentolo, Kulonprogo. Penelitian tersebut dilakukan pada tahun 2016 yang membahas mengenai
identifikasi interaksi sosial siswa slow learner dan siswa tunagrahita. Hasil dari penelitian tersebut ialah siswa slow learner dan siswa tunagrahita di SD Negeri
Jlaban menunjukkan interaksi sosial yang sama dengan siswa rata-rata pada aspek-aspek berikut, 1 bergabung dalam kelompok; 2 mencari persahabatan
berdasarkan kesamaan umur dan jenis kelamin; 3 menunjukkan sikap menghargai teman; 4 berselisih dengan teman. Sementara pada beberapa aspek,
terdapat perbedaan antara interaksi sosial siswa rata-rata dengan siswa berkebutuhan khusus seperti berikut, 1 mampu bekerja sama; 2 bersikap terbuka
dan senang bercanda; 3 senang mencari perhatian; 4 menghadapi kritik dan kegagalan. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan ialah penelitian tidak
hanya mengidentifikasi interaksi sosial tetapi untuk mengetahui bentuk interaksi sosial. Selain itu, penelitian Heni Kusuma ditujukan kepada siswa tunagrahita dan
siswa slow learner, sementara penelitian ini lebih khusus kepada siswa slow learner.
2. Penelitian Sriyanto yang berjudul Studi Kasus Anak Lambat Belajar di SDN
Kedungwinong 01, Nguter, Sukoharjo. Penelitian tersebut pada tahun 2010 membahas mengenai siswa lambat
belajar yang terlalu manja. Hasil penelitian tersebut masalah yang dihadapi siswa
31
lambat belajar dan terlalu manja karena siswa kurang mendapatkan bimbingan belajar, siswa terlalu dimanja oleh kedua orang tuanya. Penelitian ini memiliki
perbedaan dengan penelitian penulis. Perbedaan penelitiannya ialah penelitian Sriyanto masih umum dalam menjelaskan siswa slow learner melalui studi kasus,
sedangkan penelitian penulis lebih menjelaskan bentuk interaksi sosial siswa slow learner.
Kedua penelitian di atas memiliki kesamaan meneliti siswa yang mengalami lambat belajar atau slow learner. Selain itu, kedua penelitian tersebut memiliki
perbedaan dengan penelitian penulis yaitu mengenai interaksi sosial yang difokuskan pada siswa slow learner. Oleh karena itu, peneliti ingin mengkaji lebih
dalam hal-hal yang berkaitan dengan interaksi sosial siswa slow learner.
E. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian dikembangkan berdasarkan rumusan masalah dan digunakan sebagai rambu-rambu untuk memperoleh data penelitian. Pertanyaan
penelitian dikembangkan dari bentuk-bentuk interaksi sosial. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana bentuk kerja sama yang ditunjukkan oleh siswa slow learner di SD
Muhammadiyah 2 Magelang? 2.
Bagaimana bentuk akomodasi yang dilakukan oleh siswa slow learner di SD Muhammadiyah 2 Magelang?
3. Bagaimana bentuk persaingan yang dilakukan oleh siswa slow learner di SD
Muhammadiyah 2 Magelang?