Subjek 5 “ST” Deskripsi Subjek Penelitian
54 berandai-andai bahwa kalau dirinya bisa memilih untuk bekerja yang lain, ia
tidak akan memilih bekerja menjadi seorang PSK. Sementara informan AH memilih berhenti menjadi seorang PSK selain karena takut dosa, juga
karena keinginannya untuk hidup menjadi lebih baik lagi daripada sewaktu ia menjadi seorang PSK.
Ketakutan yang dialami informan akan dosa karena pekerjaan yang dilakukannya membuat seseorang bertobat dan berubah, memiliki
kehidupan yang lebih baik daripada sewaktu menjadi seorang PSK merupakan harapan AH. Hal ini juga yang dirasakan oleh DW berikut ini:
“Saya ingin berubah mbak, saya ingin hidup jauh lebih baik makanya saya berhenti dari pekerjaanku yang dulu, saya sadar saya harus tobat
seperti dapat pencerahan gitu loh mbak” wawancara dengan DW, pada tanggal 6 September 2011.
Mejadi PSK bukanlah pekerjaan yang diharapkan oleh semua orang, demikian halnya oleh informan ST, yang dinyatakan dalam kutipan hasil
wawancara berikut ini: “Wah saya kalau bisa ga mau saya mbak kerja jadi PSK takut dosa
mbak makanya saya berusaha lari dari batam waktu itu, begitu bisa lolos saya langsung tobat mbak tidak mau lagi kerja jadi PSK”
wawancara dengan ST, pada tanggal 15 September 2011.
Berdasarkan hasil wawancara dengan kelima informan seputar alasan atau faktor penyebab kelimanya memilih untuk berhenti menjadi seorang
PSK, dapat dipahami bahwa kelima informan memilih untuk menjadi PSK karena tidak ada pilihan pekerjaan lain. Pilihan pekerjaan tersebut lambat
laun membuatnya tersadar bahwa pekerjaan menjadi seorang PSK merupakan dosa. Dengan alasan takut akan dosa, mereka memilih untuk
55 berhenti dan menjalani kehidupan yang lebih baik lagi dibanding dengan
semasa menjadi PSK. Pilihan yang diambil oleh kelima informan untuk berhenti dari
pekerjaannya sebagai seorang PSK memberikan efek takut dan bingung. Banyak hal yang harus dipertimbangkan terkait dengan keputusan tersebut.
Hal ini berdasarkan hasil wawancara berikut ini: “Ketika mau berhenti menjadi PSK saya bingung mbak, mau kerja apa
nanti sedangkan ketrampilan tidak punya, apa lagi modal untuk buka usaha sama sekali saya tidak punya mbak. Uang hasil kerja saya
semua untuk memenuhi kebutuhan keluarga, untuk biaya sekolah adik-adik saya mbak. Tapi saya sudah tidak kuat bekerja seperti itu,
akhirnya saya tetap berhenti, untungnya adik-adik saya sudah selesai semua sekolahnya” wawancara dengan MR, pada tanggal 10 Agustus
2011. Ada salah seorang informan yang merasa pesimis dengan latar
belakang kehidupannya yang pernah bekerja sebagai seorang PSK. Wujud dari sikap pesimisnya adalah dengan berpikir jika ia berhenti dengan
pekerjaannya sebagai seorang PSK, kemungkinannya akan sangat kecil ada pengusaha atau bos yang mau menerimanya bekerja. Hal ini berdasarkan
hasil wawancara dengan informan berikut ini: “Waktu itu banyak hal yang saya pikirkan mbak kalau saya berhenti,
kata anak jaman sekarang galau lah....kerja apa bingung juga saya mbak. Saya takut mbak nanti susah dapat kerjaan, mana ada yang mau
terima karyawan mantan PSK, apa lagi saya hanya lulusan SMP” wawancara dengan YN, pada tanggal 18 Agustus 2011.
Kondisi yang dialami YN juga dialami oleh salah seorang subjek yang
lain, seperti terungkap dalam kutipan wawancara berikut ini: “Duh....pusing mbak waktu itu utang-utang saya belum lunas soalnya,
jadi saya nunggu sampai saya bisa membayar hutang baru berhenti. Saya juga berpikir orang bodoh seperti saya mau kerja apa nanti, jelas
saya tidak punya ketrampilan apa-apa. Anak sama suami saya mau