3. Tahap Pencatatan Data 4. Prosedur Analisa Data

Bentuk transkrip verbatim yang telah selesai dibuat kemudian dibuatkan salinannya. Peneliti kemudian menyusun dan menganalisa data dari hasil transkrip wawancara yang telah di koding menjadi sebuah narasi yang baik dan menyusunnya berdasarkan alur pedoman wawancara yang digunakan saat wawancara. Peneliti membagi penjabaran analisa data responden ke dalam faktor-faktor dan proses dalam pemilihan pasangan. e. Menarik kesimpulan, membuat diskusi dan saran Setelah analisa data selesai, peneliti menarik kesimpulan untuk menjawab rumusan permasalahan. Kemudian peneliti menuliskan diskusi berdasarkan kesimpulan dan data hasil penelitian. Setelah itu, peneliti memberikan saran-saran sesuai dengan kesimpulan, diskusi dan data hasil penelitian.

F. 3. Tahap Pencatatan Data

Untuk memudahkan pencatatan data, peneliti menggunakan alat perekam sebagai alat bantu agar data yang diperoleh dapat lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebelum wawancara dimulai, peneliti meminta izin kepada responden untuk merekam wawancara yang akan dilakukan dengan tape recorder. Hasil rekaman ini kemudian akan ditranskripsikan secara verbatim untuk dianalisa. Transkrip adalah salinan hasil wawancara dalam pita suara yang dipindahkan ke dalam bentuk ketikan di atas kertas.

F. 4. Prosedur Analisa Data

Universitas Sumatera Utara Data yang diperoleh dari pendekatan kualitatif adalah berupa kata-kata. Untuk itu perlu melakukan analisis data. Beberapa tahapan dalam menganalisis data kualitatif menurut Poerwandari 2007, yaitu : a. Koding Koding adalah proses membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh. Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan dan mensistemasi data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan dengan lengkap gambaran tentang topik yang dipelajari. Semua peneliti kualitatif menganggap tahap koding sebagai tahap yang penting, meskipun peneliti yang satu dengan peneliti yang lain memberikan usulan prosedur yang tidak sepenuhnya sama. Pada akhirnya, penelitilah yang berhak dan bertanggung jawab memilih cara koding yang dianggapnya paling efektif bagi data yang diperolehnya Poerwandari, 2007. b. Organisasi Data Highlen dan Finley dalam Poerwandari, 2007 menyatakan bahwa organisasi data yang sistematis memungkinkan peneliti untuk : 1. Memperoleh data yang baik, 2. Mendokumentasikan analisis yang dilakukan 3. Menyimpan data dan analisis yang berkaitan dalam penyelesaian penelitian. Hal-hal yang penting untuk disimpan dan diorganisasikan adalah data mentah catatan lapangan dan kaset hasil rekaman, data yang sudah Universitas Sumatera Utara diproses sebagiannya transkrip wawancara, data yang sudah ditandaidibubuhi kode-kode khusus dan dokumentasi umum yang kronologis mengenai pengumpulan data dan langkah analisis. c. Analisis Tematik Penggunaan analisis tematik memungkinkan peneliti menemukan “pola” yang pihak lain tidak bisa melihatnya secara jelas. Pola atau tema tersebut tampil seolah secara acak dalam tumpukan informasi yang tersedia. Analisis tematik merupakan proses pengkodean informasi, yang dapat menghasilkan daftar tema, model tema, atau indikator yang kompleks, kualifikasi yang biasanya terkait dengan tema itu atau hal-hal di antara gabungan dari yang telah disebutkan. Tema tersebut secara minimal dapat mendeskripsikan fenomena dan secara maksimal memungkinkan interpretasi fenomena. d. Tahapan Interpretasianalisis Kvale dalam Poerwandari, 2007 menyatakan bahwa interpretasi mengacu pada upaya memahami data secara lebih ekstensif sekaligus mendalam. Ada tiga tingkatan konteks interpretasi yang diajukan Kvale dalam Poerwandari, 2007, yaitu: pertama, konteks interpretasi pemahaman diri self-understanding terjadi bila peneliti berusaha memformulasikan dalam bentuk yang lebih padat condensed apa yang oleh subyek penelitian sendiri dipahami sebagai makna dari pernyataan- pernyataannya. Interpretasi tidak dilihat dari sudut pandang peneliti, melainkan dikembalikan pada pemahaman diri subyek penelitian, dilihat Universitas Sumatera Utara dari sudut pandang dan pengertian subyek penelitian tersebut. Kedua, konteks interpretasi pemahaman biasa yang kritis criticial commonsense understanding terjadi bila peneliti berpijak lebih jauh dari pemahaman diri subyek penelitiannya. Peneliti mungkin akan menggunakan kerangka pemahaman yang lebih luas daripada kerangka pemahaman subyek, bersifat kritis terhadap apa yang dikatakan subyek, baik dengan memf okuskan pada “isi” pernyataan maupun pada subyek yang membuat pernyataan. Meski demikian semua itu tetap dapat ditempatkan dalam konteks penalaran umum: peneliti mencoba mengambil posisi sebagai masyarakat umum dalam mana subyek penelitian berada. Ketiga, konteks interpretasi pemahaman teoritis adalah konteks paling konseptual. Pada tingkat ketiga ini, kerangka teoritis tertentu digunakan untuk memahami pernyataan-pernyataan yang ada, sehingga dapat mengatasi konteks pemahaman diri subyek ataupun penalaran umum. e. Pengujian Terhadap Dugaan Dugaan adalah kesimpulan sementara. Dengan mempelajari data kita mengembangkan dugaan-dugaan yang juga merupakan kesimpulan- kesimpulan sementara. Dugaan yang dikembangkan tersebut juga harus dipertajam dan diuji ketepatannya. Begitu tema-tema dan pola-pola muncul dari data, untuk meyakini temuannya, selain mencoba untuk terus menajamkan tema dan pola yang ditemukan, peneliti juga perlu mencari data yang memberikan gambaran berbeda dari pola-pola yang muncul tersebut. Hal ini berkaitan erat dengan upaya mencari penjelasan yang Universitas Sumatera Utara berbeda-beda mengenai data yang sama. Berbagai perspektif harus disesuaikan untuk memungkinkan keluasan analisis serta mengecek bias- bias yang tidak disadari oleh peneliti. Universitas Sumatera Utara 45

BAB IV HASIL ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN