Sistematika Penulisan Kesadaran hukum dan persepsi masyarakat terhadap perceraian (studi kasus perceraian di desa serdang jaya kecamatan betara kabupaten Tanjab Barat Jambi)

talak. 4 Kata perceraian berasal dari kata “cerai”, yang mendapat awalan “per” dan “an”, yang secara bahasa berarti melepas ikatan. 5 Dalam istilah agama talak berarti melepas ikatan perkawinan atau bubarnya hubungan perkawinan. Sedangkan dalam Ensiklopedi Islam Indonesia talak menurut istilah adalah melepaskan tali perkawinan atau mengakhiri hubungan perkawinan. 6 Menurut pendapat Mazhab Hanafi dan Hambali mendefinisikan talak sebagai pelepasan ikatan perkawinan secara langsung atau pelepasan ikatan perkawinan dimasa yang akan datang. Adapun yang dimaksud secara langsung adalah tanpa terkait dengan sesuatu dan hukumnya langsung berlaku ketika ucapan talak tersebut dinyatakan suami. Sedangkan yang dimaksud dimasa yang akan datang adalah berlakunya hukum talak tersebut tertunda ole h suatu hal. Mazhab Syafi’i mendifinisikan talak sebagai pelepasan akad nikah dengan lafad talak atau yang semakna dengan lafad itu. Sedangkan mazhab Maliki mendefinisikan sebagai suatu sifat hukum yang menyebabkan gugurnya kehalalan hubungan suami istri. 7 4 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1998, Cet. Ke-1, h. 163. 5 Ahmad Warsono Munawir, Al Munawir Kamus Besar Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997, Cet. Ke-14, h. 861. 6 Wahbah Al Zuhaili, Fiqih dan Perundangan Islam, Terjemah Ahmad Syeid Husain, Dewan Pustaka Dan Bahasa, jilid VII Selanggor, 2001, h. 579. 7 Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam Indonesia, “Talak” Ensiklopedia Islam, Jakarta: PT. Ichar Baru an Hoeve, 1994, Cet. Ke-3, jilid 5, h. 53. Bagi seorang muslim yang diisyaratkan adalah tidak sering-sering mengucapkan cerai bila ada pertikaian antara dia dengan istrinya, atau dalam percakapan dia dengan orang lain, karena Nabi bersabda: Artinya: “perkara halal yang paling dibenci Allah adalah talak”.HR. Abu Dawud, Ibn Majah, dan la-Hakim, dari Ibn Umar Talak dibolehkan jika ada kebutuhan. Adapun yang diajarkan oleh sunnah adalah bila terpaksa maka yang dijatuhkan awalnya talak satu, sehingga masih memungkinkan bagi keduanya rujuk bila memang diinginkan selama si istri masih dalam masa „iddah atau dengan akad nikah yang baru bila masa „iddah telah berakhir. Tidak boleh seorang suami menceraikan istrinya yang sedang haid, nifas, atau dimasa sucinya di mana ia telah menggaulinya. Dan tidak boleh pula langsung menjatuhkan talak tiga pada istri dengan kalimat atau dalam satu kesempatan. 8 Dengan demikian, dapat diketahui bahwa awalnya talak itu dilarang karena mengandung pengertian kufur pada nikmat nikah, merobohkan tujuan pernikahan, serta menyakiti pihak istri, keluarga dan juga anak-anak. Akan tetapi, Allah Yang Maha bijaksana menakdirkan 8 Tim Baitul Kilmah, Ensiklopedia Pengetahuan Al- Qur’an dan Hadis, h. 348. bahwa pergaulan antara suami istri kadang-kadang memburuk dan menjadi demikian buruknya sehingga tidak ada lagi jalan keluarnya. 9 Adapun Istilah perceraian terdapat dalam Pasal 38 UU No. 1 Tahun 1974 yang memuat tentang ketentuan fakultatif bahwa ”Perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian dan atas putusan Pengadilan”. Jadi, istilah perceraian secara yuridis berarti putusnya perkawinan, yang mengakibatkan putusnya hubungan suami istri. 10 Di Indonesia dengan berlakunya Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, penjatuhan talak atau cerai itu tidak lagi sewenang-wenang dari suami yang menggunakan kesempatan tersebut pada setiap saat, tetapi talak tersebut mesti dijatuhkan di depan sidang pengadilan setelah mendapat pertimbangan yang diproses oleh hakim Pengadilan Agama. 11 Selain talak yang menjadi wewenang laki-aki suami, dalam khazanah I slam juga dikenal istilah khulu’ yang memberikan hak bagi perempuan untuk menuntut perceraian kepada suami yang tidak ia senangi. Di dalam KHI dibedakan antara perceraian yang diakibatkan karena talak dan perceraian karena gugatan perceraian. Perbedaan ini memberikan konsekuensi yang berbeda, di antaranya istri tidak punya 9 Mahmud Syalthut dan Ali As-Sayis, Fiqih Tujuh Madzhab, Bandung: CV Pustaka Setia, 2000, h. 148. 10 Muhammad Syaifuddin, Sri Turatmiyah, dan Annalisa Yahanan, Hukum Perceraian, Jakarta: Sinar Grafika, 2014, Cet. Ke-2, h. 15. 11 Ahmad Mukri Aji, Maslahat Mursalah: Dalam Dialektika Pemikiran Hukum Islam, Bogor: Pustaka Pena Ilahi, 2011 h. 205. hukum apa-apa, sedangkan si suami mempunyai upaya hukum seperti biasanya dalam perkara perdata, yaitu hak banding dan kasasi.

B. Dasar Hukum Perceraian

Setiap produk hukum pastilah selalu berlandasan dengan hukum yang mempertimbangkan akan kedudukan produk hukum tersebut, begitu pula dengan masalah talak perceraian.

1. Al-Qur’an dan Hadis

Adapun dasar hukum talak yang terdapat dalam Al- Qur’an diantaranya sebagai berikut, yaitu firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarh [2] ayat 229 yang berbunyi: Artinya: “Talak yang dapat dirujuki dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma´ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya suami isteri tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim ”. Qs. Al-Baqarah: 229 Firman Allah SWT surat al-Baqarah [2] ayat 231 Artinya: “Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma´ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma´ruf pula. Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab dan Al Hikmah As Sunnah. Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu ”.Qs. Al-Baqarah: 231 Ayat di atas memberikan makna bahwa talak yang disyariatkan Allah ialah talak yang dijatuhkan oleh suami satu demi satu, tidak sekaligus, dan bahwa suami boleh memelihara kembali bekas istrinya setelah talak pertama dengan cara yang baik, demikian pula setelah talak kedua. 12 Juga firman-Nya dalam surat Al-Thalaq [65] ayat 1 dan 2, yang berbunyi: 12 Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, h. 197. Artinya: “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat menghadapi iddahnya yang wajar dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka diizinkan ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru ”. Qs. Al-Thalaq: 1 Maksud ayat di atas adalah jika ingin menceraikan istri-istri kalian maka ceraikanlah mereka pada saat menghadapi masa iddah. Hanya saja istri yang dicerai menerima iddah apabila perceraiannya setelah ia suci dari haid atau nifas dan sebelum digauli. 13 Artinya: “Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar ”. Qs. Al-Thalaq: 2 Ayat diatas menerangkan tentang kehadiran dua orang saksi dalam pengucapan talak dan juga ayat tersebut secara jelas menyuruh mengemukakan kesaksian waktu terjadinya rujuk dan perceraian, 13 Ali Yusuf As-Subki, Fiqih Keluarga, Jakarta: AMZAH, 2010, h. 335. namun ulama Jumhur tidak mewajibkannya, akan tetapi hukumnya hanyalah sunnat. 14 Adapun dasar hukum talak menurut beberapa hadis, diantaranya sebagai berikut: Artinya: “Dari ibnu Umar r.a bahwasanya dia menceraikan istrinya yang dalam keadaan haid pada masa Rasulullah SAW. Maka Umar bin Khatab bertanya kepada Rasulullah tentang hal tersebut, Rasulullah menjawab: perintahkan anakmu itu supaya rujuk kembali kepada isterinya itu, kemudian hendaklah ia teruskan pernikahan tersebut sehingga ia suci dari haid, lalu haid kembali dan kemudian suci dari haid yang kedua. Maka, jika berkehendak ia boleh meneruskan sebagaimana yang telah berlalu, dan juga menghendaki, ia boleh menceraiakannya sebelum ia mencapurinya. Demikianlah iddah diperintahkan Allah saat wanita itu diceraikan ”. HR. Muttafaqun „Alaih 15 Talak juga di dasarkan pada sabda Rasulullah SAW, yang berbunyi sebagai berikut: 14 Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta: Kencana, 2003, h. 129. 15 Ahmad Mudjab Mahalli dan Ahmad Rodli Hasbullah, Hadis- Hadis Muttafaq’alaih Bagian Munakahat dan Mu’amalat, Jakarta: Kencana, 2004, Cet. Ke-1, h. 62.