Upaya Pembinaan Hukum Pada Masyarakat

masyarakat terhadap peraturan yang ada, sehingga masyarakat bercerai di luar pengadilan”. 27 Adapun pada poin d yang menyebutkan bahwa “hukum tersebut harus dimengerti oleh umum”. Adanya pernyataan poin d diatas berarti menuntut agar masyarakat patuh dan taat terhadap hukum yang berlaku, maka hal yang harus dilakukan oleh lembaga instansi pemerintahan adalah memberikan pembinaan dan penyuluhan yang baik agar masyarakat paham dan mengerti tentang hukum tersebut. Akan tetapi upaya-upaya pemerintah untuk membinan masyarakat terhadap hukum itu sendiri sangatlah kurang, walaupun pernah dilakukan upaya tersebut namun tidak maksimal dan hanya sesekali saja. Hal ini disampaikan oleh Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Kuala Tungkal, yaitu “Pada tahun 2008 memang pernah ada dilakukan upaya penyuluhan hukum, namun untuk saat ini sudah tidak ada lagi. Adapun hal tersebut berkaitan dengan aspek kegiatan, sedangkan Pengadilan Agama ini tidak ada kegiatan eksekutif seperti itu, karena Pengadilan Agama mempunyai tugas dan wewenang menerima, memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan perkara tertentu bagi orang yang beragama Islam. Adapun upaya yang dilakukan saat ini adalah upaya secara pribadi saja yaitu dengan bersosialisasi 27 Wawancara Pribadi dengan Kepala Desa Serdang Jaya Darmayulis, di Kator Desa. dan berbincang- bincang pada masyarakat”, 28 sedangkan hasil wawancara dengan Ketua Rt.12, yaitu “sepengetahuan saya belum ada sosialisasi pemerintah pada masyarakat di sini mengenai perm asalahan perceraian”, 29 sehingga upaya yang bisa dilakukan hanya memberikan himbauan dan memingatkan saja pada masyarakat. Kemudian pada poin f disebutkan “Pembentukan hukum harus memperhatikan kemampuan warga masyarakat untuk mematuhi hukum tersebut”, yang berarti bahwa segala hal yang berkaitan dengan hukum harus sesuai dengan kadar kemampuan masyarakat, misalnya dalam hal biaya perkara percerain yang mahal, sehingga menjadi hambatan dan menyebabkan masyarakat enggan untuk menyelesaikan perkaranya di pengadilan, karena tidak mempunyai cukup biaya. Hal ini berkaitan dengan fungsi hukum yang berkaitan dengan faktor ekonomi dan sosial. Walaupun bagi masyarakat kurang mampu dapat mengajukan prodeo, akan tetapi dengan pemahaman dan pengetahuan masyarakat yang kurang sehingga masyarakat tidak banyak tahu hal tersebut. Permaslahan biaya inilah yang banyak dan sering menjadi kendala bagi 28 Wawancara Pribadi dengan Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Kuala Tungkal Ghozi, di Pengadilan Agama Kuala Tungkal. 29 Wawancara Pribadi dengan Ketua RT.12 Sudarsono, di Desa Serdang Jaya. masyarakat, karena memang perekonomian masyarakat di desa ini pas-pasan dengan rata-rata bekerja sebagai petani kopi, pinang dan lainnya. Pembahasan selanjutnya mengenai persepsi masyarakat, adapun persepsi itu sendiri berarti kemampuan untuk membedakan, mengelompokkan, memfokuskan terhadap satu objek rangsang. Dalam proses pengelompokan dan membedakan ini persepsi melibatkan proses interpretasi berdasarkan pengalaman terhadap suatu peristiwa atau objek. 30 Persepsi merupakan fungsi yang penting dalam kehidupan. Dengan persepsi, makhluk hidup dapat mengetahui sesuatu yang akan mengganggunya sehingga ia dapat menjauhinya, juga dapat sesuatu yang bermanfaat sehingga ia pun dapat mengupayakannya. Dengan demikian yang dimaksud dengan persepsi dalam penelitian ini adalah pemahaman masyarakat Desa Serdang Jaya mengenai perceraian, dan ini dapat dilihat dari tanggapan masyarakat atas pertanyaan: Pada ketentuan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan khususnya pada Pasal 39 ayat 1 yang menyatakan bahwa “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaika n kedua belah pihak”, menurut pendapat bapakibu, 30 Abdul Rahman Shaleh, Psikologi: Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam, Jakarta: Kencana, 2004, Cet. Ke-3, h. 110. apakah perlu adanya peraturan yang mengatur mengenai perceraian? Alasannya Adapun jawaban atas pertanyaan di atas adalah, Sugiyanto: Menurut saya itu perlu, karena untuk memperjelas tentang kewajiban dan hak-hak yang harus dipenuhi terutama untuk masalah anak. Fatonah “Perlu, agar dapat menertibkan masalah perkawinan dan supaya tidak sembarangan bercerai. Janatun “Kalau menurut saya, mungkin dari peraturan tersebut ada beberapa pasal yang diperlukan dan ada juga yang tidak diperlukan, namun saya tidak tahu juga seperti apa. Mungkin untuk pembelajaran dan nasihat yang baik. Paula Agustina “Perlulah, karena untuk mengatur dan menertibkan masyarakat. Nuryani “Iya memang peraturan seperti itu diperlukan, supaya ada kejelasan status kami sebagai istri yang sudah pisah dengan suami dan tidak digantung, dan juga jika ingin menikah lagi mudah jika sudah ada akta cerai. Tetapi karena saya tidak ada biaya, jadi saya belum mengurus perceraian ini ke pengadilan. Jemikan “Perlu, karena untuk ketertiban dan juga supaya ada kejelasan saat hubungan suami istri yang sudah bercerai. Yulis Indrawani “Ya peraturan itu diperlukan, karena jika salah satu suami istri ingin menikah lagi, maka harus ada bukti akta perceraiannya. Dan juga untuk ketertiban, agar tidak asal bercerai dan meninggalkan perempuan begitu saja. Karena akibat yang timbul jika tidak diselesaikan di pengadilan adalah akan mempersulit ketika akan membuat akta kelahiran anak. Perceraian di luar sidang pengadilan merupakan pelanggaran Undang- undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan? Bagaimana pendapat bapakibu tentang pernyataan tersebut?. Jawaban dari warga adalah sebagai berikut: Sugiyanto “Iya, saya sependapat dengan hal tersebut. Fatonah “Tidak, saya kurang sependapat dengan pernyataan tersebut. Janatun “Wah saya tidak paham juga mengenai hal itu. Paula Agustina ” Iya, saya sependapat sajalah. Nurani “Karena saya tidak tahu, jadi saya setuju sajalah. Jemikan “Ya saya ikut sajalah dengan peraturan yang dibuat oleh pemerintah. Yulis Indrawani “Memang benar pernyataan tersebut, karena manusia hidup itu mempunyai aturan dan begitu juga dengan perkawianan sudah ada aturan yang mengatur termasuk peraturan undang-undang itu. Dari jawaban pertanyaan pertama hasil wawancara diatas, dapat disimpulkan bahwa warga menyadari akan sangat diperlukannya peraturan perundang-undangan untuk mengatur segala hal tentang kehidupan berumah tangga seperti perkawinan, perceraian, harta bersama dan hal lainnya. Hal ini demi terciptanya ketertiban administrasi masyarakat dalam menangani permaslahan yang terjadi dalam rumah tangga dan juga demi terpenuhinya hak-hak yang harusnya diberikan dan diterima dari kedua belah pihak suami istri agar memudahkan urusan dimasa yang akan datang. Walaupun warga menyadari bahwa peraturan tersebut sangatlah diperlukan, akan tetapi pada kenyataanya hal tersebut tidaklah dilaksanakan, sehingga warga masih melakukan perceraian di luar pengadilan. Adapun hasil wawancara atas pertanyaan kedua di atas, dan jawaban yang di dapat dari pertanyaa tersebut dapat dipahami bahwa pengetahuan dan pemahaman warga tentang petuturan perundang-undangan khususnya Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah sangatlah kurang, sehingga warga hanya mengikuti dan sepaham saja dengan pernyataan bahwa “perceraian di luar sidang pengadilan merupakan pelanggaran Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan ”.

C. Analisis

Dari keseluruhan penjelasan dari hasil penelitian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa motif yang melatarbelakangi terjadinya perceraian pada masyarakat desa Serdang Jaya terdapat beberapa alasan, di antaranya adalah tidak adanya keharmonisan dalam rumah tangga, terjadinya kekerasan jasmani atau KDRT, tidak adanya tanggung jawab dan adanya gangguan dari pihak ketiga atau perselingkuhan. Adapun menurut data dari Pengadilan Agama Kuala Tungkal mengenai faktor penyebab terjadinya perceraian yang sering dijadikan alasan oleh masyarakat Kabupaten Tanjab Barat termasuk Desa Serdang Jaya didominasi oleh faktor ekonomi, tidak ada keharmonisan dan tidak tanggung jawab. Dari beberapa faktor di atas, terdapat satu faktor tertinggi alasan perceraian yaitu karena faktor ekonomi yang jumlah perkaranya sebanyak 367 pada 2013-2105. 31 Karena faktor ekonomi menjadi faktor utama yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari dalam berumah tangga, dan apabila tidak terpenuhi, maka terjadilah percekcokan yang dapat memicu terjadinya perceraian. Berdasarkan pada analisis penulis terhadap kesadaran hukum dan persepsi masyarakat mengenai perceraian yang terjadi di desa Serdang Jaya adalah masih minimnya pemahaman hukum yang menyebabkan kurangnya kesadaran hukum pada masyarakat. Sebagaimana yang penulis temukan di desa Serdang jaya masih banyaknya persepsi masyarakat yang beragam mengenai pemahaman perceraian, tidak hanya itu juga mereka sedikit banyak masih beranggapan bahwa suatu perceraian dikatakan sah hanya dilihat dari perspektif agama saja, dan menganggap bahwa payung hukum Undang- undang belum mempunyai peranan pemahaman hukum dalam pola pikir masyarakat. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri, bahwa masyarakat masih berpegang teguh terhadap aturan hukum Islam dan berpandangan bahwa hukum Islam adalah sistem yang mereka gunakan dalam mengatur dan menyelesaikan masalah perkawinan khususnya perceraian pada masyarakat. Hal ini wajar karena dalam Islam memang terdapat aturan yang mengatur tentang perceraian yang dapat diikuti oleh umat Islam. Akan tetapi jika saat 31 Data perkara perceraian tahun 2013-2015, Pengadilan Agama Kuala Tungkal. ini materi itu telah dipositifkan menjadi peraturan Perundang-undangan oleh negara, sepertinya hal tersebut di luar pengetahuan mereka. Dari hasil wawancara penulis dengan masyarakat tentang hukum perkawinan khususnya masalah perceraian yang berlaku di Indonesia yaitu dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, adalah baik. Hal ini dapat diamati dari pengetahuan masyarakat tentang hukum perceraian di depan sidang pengadilan yang baik, akan tetapi kesadaran masyarakat terhadap hukum untuk melaksanakan dan mentaati undang-undang tersebutlah yang sangat kurang, sehingga mereka masih melakukan perceraian di luar pengadilan. Padahal sudah tertera dengan jelas dalam Undang-unadang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan khususnya pada Pasal 39 ayat 1 mengenai perceraian di hadapan sidang pengadilan. Dari sisi yang lainnya menyangkut isi perundang-undangan, seperti pengetahuan masyarakat tentang hak dan kewajiban suami istri yang harus dipenuhi setelah bercerai, bahwa mereka paham dan sadar atas hak dan kewajiban yang harus dipenuhi setelah bercerai, seperti memberikan nafkah untuk biaya pemeliharaan dan pendidikan. Adapun kesulitan yang dirasakan mereka setelah bercerai dan belum menyelesaikannya di Pengadilan Agama adalah tidak ada kejelasan status tergantung dan tidak ada pemberian nafkah untuk pemeliharaan anak, sehingga istri harus mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhannya dan anaknya. Mengenai persepsi masyarakat tentang perlu atau tidaknya aturan yang mengatur tentang perkawinan khususnya perceraian pada masyarakat, hampir semua narasumber menjawab bahwa peraturan tersebut diperlukan. Jadi secara perseptif, masyarakat mengakui nilai manfaat dan maksud tujuan dari diadakannya undang-undang tersebut. Artinya, dengan adanya UU No. 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan khusunya perceraian adalah merupakan suatu gagasan yang positif bagi masyarakat guna untuk mencapai ketertiban secara administrasi dan keteraturan masyarakat. Pada realita yang terjadi di desa Serdang Jaya ditemukan kurangnya sosialisasi penyuluhan hukum tentang perceraian, sehingga membuat masyarakat menjadi tidak terarah dikarenakan kurang pahamnya masyarakat terhadap prosedur perceraian yang ada, sehingga mengakibatkan masyarakat semena-mena dalam bercerai. Hal ini disebabkan karena rendahnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang diadakannya peraturan perundang-undangan baik dari segi maksud, manfaat dan tujuan terutama undang-undang perkawinan. Oleh karena itu proses adanya pembinaan hukum dan sosialisasi penyuluhan hukum sangatlah diperlukan bagi masyarakat untuk meminimalisir terjadinya perceraian diluar pengadilan dan diharapkan dapat memperbaiki kesadaran hukum serta persepsi masyarakat terhadap perceraian yang harusnya dilakukan di depan sidang pengadilan, khususnya masyarakat