Hukum Positif Dasar Hukum Perceraian

dan istri, anak-anak dan harta bersama yang dihasilkan dalam perkawinan. 23

C. Macam-macam Perceraian

1. Talak

Secara harfiah, talak berarti lepas dan bebas. Dihubungkan dengan kata talak dalam arti kata putusnya perkawinan, karena antara suami dan istri sudah lepas hubungannya masing-masing sudah bebas. 24 Talak bisa diklasifikasikan menjadi berbagai jenis sesuai dengan aspek pandangannya. Dari segi dampak pengaruh yang ditimbulkan, maka talak ini terbagi menjadi dua macam, yaitu: a. Talak raj’i adalah talak yang dijatuhkan satu kali oleh suami, dan membolehkan suami untuk kembali kepada istrinya selama masih dalam masa iddahnya tanpa akad baru. 25 Apabila dia berkehendak untuk kembali dalam kehidupan dengan mantan suami atau istrinya, dalam bentuk talak ini cukup mengucapkan rujuk kepada mantan suami. 26 23 Muhammad Syaifuddin, Sri Turatmiyah, dan Annalisa Yahanan, Hukum Perceraian, h. 62. 24 Muhammad Syaifuddin, Sri Trutmiyah, dan Annalisa Yahanan, Hukum Peceraian, h. 117. 25 Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah, penerjemah, Khairul Amru Harahap dan Faisal Saleh, h. 413. 26 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia,Jakarta: Kencana, 2007, h. 220. b. Talak ba’in adalah talak yang tidak memberikan kesempatan lagi bagi suami untuk merujuk kembali istri yang telah ditalaknya. Talak jenis ini ada dua macam, yaitu: 1. Talak ba’in shugra adalah talak ba’in yang tidak memberikan kesempatan lagi bagi suami untuk merujuk kembali kepada istrinya kecuali melalui akad baru dan mahar baru. 27 2. Talak ba’in kubra adalah talak yang talak yang menghilangkan kepemilikan bekas suami terhadap bekas istri serta menghilangkan kehalalan bekas suami untuk kawin kembali dengan bekas istri, kecuali setelah bekas istri itu kawin dengan laki-laki lain, telah berkumpul dengan suami kedua itu serta telah bercerai secara wajar dan telah selesai menjalankan iddahnya. Sedangkan untuk t alak ba’in kubra terjadi pada talak ketiga.

2. Syiqaq

Syiqaq berarti perselisihan. Menurut istilah fiqih adalah perselisishan suami istri yang diselesaikan oleh dua orang hakam yaitu, seorang hakam dari pihak suami dan seorang hakam dari pihak istri. 28 Ketentuan tentang syiqaq terdapat dalam Al- Qur’an surat An-Nisa’ [4] ayat 35, yang berbunyi: 27 Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah, penerjemah, h. 431. 28 Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan Bintang, 1987, Cet. Ke-1, h. 188. Artinya: “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal ”. Qs. An-Nisa’: 35 Kedudukan cerai sebab kasus syiqaq adalah bersifat bain, artinya antara bekas suami istri hanya dapat kembali sebagai suami istri dengan akad nikah yang baru. 29

3. Khulu’

Khulu’ yang terdiri dari lafaz kha-la-„a secara etimologi berarti menanggalkan atau membuka pakaian. 30 Dihubungkan kata khulu’ dengan perkawinan karena dalam Al- Qur’an disebutkan suami itu sebagai pakaian bagi istrinya dan istri itu merupakan pakaian bagi suaminya terdapat dalam surat Al-Baqarah 2 ayat 187. Adapun dalam istilah hukum beberapa kitab fiqih, khulu’ diartikan sebagai “Putus perkawinan dengan menggunakan uang tebusan, menggunakan ucapan talak atau khulu’. 31 Secara terminologi khulu’ adalah permintaan istri kepada suaminya untuk menceraikan dirinya dari ikatan perkawinan dengan 29 Abdul Rahman Ghazali, Fiqih Munakahat, h. 243. 30 Muhammad Syaifuddin, Sri Turatmiyah, dan Annalisa Yahanan, Hukum Perceraian, h. 130. 31 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawianan Islam Di Indonesia, h. 231. disertai i’wadh berupa uang atau barang kepada suami dari pihak istri sebagai imbalan penjatuhan talak cerai gugat dan pemberian hak yang sama bagi wanita untuk melepaskan diri dari ikatan perkawinan dan menyadarkan bahwa istri mempunyai hak yang sama untuk mengakhiri perkawinan. 32 Talak tebus itu hukumnya boleh dilakukan, baik sewaktu suci maupun sewaktu haid, karena biasanya talak tebus ini terjadi dari kehendak dan kemauan si istri. Adanya kemauan ini menunjukkan bahwa dia rela, walaupun menyebabkan iddahnya jadi panjang. 33 Dengan adanya khulu’, istri berhak menentukan dirinya sendiri. Suami tidak dapat meruju’nya kecuali dengan pernikahan yang baru, akan tetapi w anita yang mengajukan khulu’ tidak bisa ditalak lagi. Khulu’ yang disebut juga dengan Cerai gugat adalah ikatan perkawinan yang putus sebagai akibat permohonan yang diajukan oleh istri ke Pengadilan Agama, yang kemudian termohon suami menyetujuinya, sehingga Pengadilan Agama mengabulkan permohonan tersebut. 34 Khulu’ sebagai salah satu bentuk putusnya perkawinan tidak diatur sama sekali dalam UU Perkawinan, namun KHI mengaturnya 32 Arskal Salim dkk, DEMI KEADILAN DAN KESETARAAN: Dokumentasi Program Sensitivitas Jender Hakim Agama di Indonesia, Ciputat: PUSKUMHAM UIN Jakarta dan The Asia Foundation, 2009, h. 59 33 Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010, h. 189. 34 Mardani, Hukum Perkawinan Islam Di Dunia Islam Modern, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011, h. 78.