Penggolongan Antibiotik 1 Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktifitas
                                                                                UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pernah  dipaparkan  pada  mikroba  tersebut  namun  cara  kerjanya  mirip  dengan antimikroba lain yang sudah mengalami resistensi Tripathi, 2003
Timbulnya  resistensi  terhadap  suatu  antibiotik  terjadi  berdasarkan  salah satu atau lebih mekanisme berikut: Jawetz, 1997
a. Bakteri  dapat  mensintesis  enzim  inaktivator  antibiotik.  Misalnya
Staphylococcus  resisten  terhadap  penisilin  G  karena  dapat  menghasilkan betalaktamase yang merusak antibiotik tersebut.
b. Bakteri  dapat  mengubah  permeabilitas  membrannya  terhadap  molekul
antibiotik,  misalnya  pada  penggunaan  tetrasiklin  yang  hanya  akan  dapat masuk  ke  dalam  sel  bakteri  yang  rentan  sensitif,  namun  tidak  ditemukan
pada beberapa bakteri yang resisten. c.
Bakteri  dapat  mengembangkan  perubahan  struktur  sasaran  molekul antibiotik,  contohnya  resistensi  pada  beberapa  bakteri  terhadap  antibiotik
golongan  aminoglikosida  merupakan  proses  yang  berkaitan  dengan  hilang atau berubahnya struktur protein spesifik  pada subunit ribosom 30S bakteri
yang merupakan reseptor pada bakteri yang sensitif. d.
Bakteri mampu mengembangkan perubahan jalur metabolik  yang langsung dihambat  oleh  molekul  antibiotik,  misalnya  beberapa  bakteri  yang  resisten
terhadap sulfonamid tidak membutuhkan PABA ekstraseluler, tetapi bersifat seperti sel mamalia yang dapat langsung menggunakan asam folat.
e. Bakteri  mampu  mengembangkan  perubahan  enzim,  yakni  enzim  tersebut
dapat  melakukan  fungsi  metabolismenya,  bamun  tidak  rentan  dipengaruhi oleh  molekul  antibiotik,  misalnya  pada  beberapa  bakteri  yang  rentan
terhadap  sulfonamid,  enzim  dihidropteroat  sintetase  pada  mikroorganisme tersebut  mempunyai  afinitas  terhadap  sulfonamid  yang  jauh  lebih  tinggi
daripada afinitasnya terhadap PABA.
Faktor-faktor  yang  memudahkan  berkembangnya  resistensi  di  klinik  adalah sebagai berikut: Utami, 2012
1. Penggunaan antibiotik  yang irasional, misalnya  periode penggunaan terlalu
singkat,  dosis  terlalu  rendah,  diagnosis  awal  yang  salah,  atau  digunakan dalam potensi yang tidak adekuat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Faktor  pasien,  contohnya  pasien  dengan  pengetahuan  yang  salah  akan
cenderung  mengganggap  wajinya  pemberian  antibiotik  dalam  penanganan penyakit apapun meskipun disebabkan oleh virus misalnya flu, batuk-pilek,
demam  yang  banyak  dijumpai  di  masyarakat.  Dengan  adanya  kesalahan tersebut,  pasien  dengan  kemampuan  finansial  yang  baik  akan  meminta
diberikan  terapi  antibiotik  yang  paling  baru  dan  mahal  meskipun  tidak diperlukan,  bahkan  membeli  antibiotik  sendiri  tanpa  peresepan  dan  dokter
self  medication,  sedangkan  pasien  dengan  kemampuan  finansial  rendah seringkali  tidak  mampu  untuk  menuntaskan  regimen  terapi,  padahal  terapi
dengan antibiotik harus dituntaskan. 3.
Faktor  peresepan,  yakni  seringkali  ditemukan  kesulitan  dalam  menentukan antibiotik yang tepat pada banyak tenaga klinis yang disebabkan kurangnya
pelatihan dalam hal penyakit infeksi dan tatalaksana antibiotiknya 4.
Penggunaan  monoterapi,  karena  dibandingkan  dengan  penggunaan  terapi kombinasi, penggunaan monoterapi lebih mudah menimbulkan resistensi
5. Gaya  hidup,  terutama  bagi  tenaga  kesehatan,  misalnya  mencuci  tangan
setelah memeriksa pasien atau desinfeksi alat-alat  yang akan dipakai untuk memeriksa pasien
6. Penggunaan  di  rumah  sakit,  yakni  adanya  infeksi  endemik  atau  epidemik
yang memicu penggunaan antibiotik yang lebih masif di rumah sakit. Selain itu,  kombinsi  pemakaian  antibiotik  yang  lebih  intensif  dan  lebih  lama
dengan  banyakanya  pasien  yang  rentan  terhadap  infeksi  yang  berada  di rumah  sakit  akan  memudahkan  terjadinya  infeksi  nosokomial.  Hal  ini  juga
dapat meningkatkan resistensi mikroba endemik tersebut terhadap antibiotik yang digunakan.
7. Penggunaannya untuk  hewan dan binatang ternak, misalnya pada beberapa
antibitoik  yang  juga  dipakai  untuk  mencegah  dan  mengobati  penyakit infeksi  pada  hewan  ternak  atau  digunakan  sebagai  suplemen  rutin  untuk
profilaksis  atau  merangsang  pertumbuhan  hewan  ternak  dengan  dosis subterapeutik akan meningkatkan resiko terjadinya resistensi pada berbagai
mikroba.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8. Promosi  komersial  dan  penjualan  besar-besaran  oleh  perusahaan  farmasi,
didukung  pengaruh  globalisasi,  memudahkan  terjadinya  pertukaran  barang sehingga jumlah antibiotik yang beredar semakin luas.
9. Penelitian,  yaitu  kurangnya  penelitian  yang  dilakukan  para  ahli  untuk
menemukan antibiotik baru. 10.
Pengawasan, yaitu lemahnya pengawasan yang dilakukan pemerintah dalam distribusi  dan  pemakaian  antibiotik.  Misalnya,  pasien  dapat  dengan  mudah
mendapatkan  antibiotik  meskipun  tanpa  peresepan  dari  dokter.  Selain  itu, masalah pengawasan juga terkait dengan kurangnya komitmen dari instansi
terkait,  baik  untuk  meningkatkan  mutu  obat  maupun  mengendalikan penyebaran infeksi.
                