Peta Resistensi Mikroorganisme Pembahasan Penelitian

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebesar 7,1 dan tidak rasional 92,9. Perbedaan ini diperkirakan terjadi karena perbedaan ruang lingkup, waktu, tempat dan metode penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan metode retrospektif, sedangkan penelitian Rosita 2013 dilakukan secara prospektif. Penelitian secara prospektif memberikan kesempatan peneliti untuk mengkonfirmasi jika ditemukan masalah penggunaan antibiotika dengan penulis resep sebelum membuat penilaian, karena sumber acuan yang berbeda dapat menyebabkan penilaian yang berbeda Pamela, 2011. Ketidakrasionalan rejimen penggunaan meropenem pada penelitian ini sebesar 85. Sebanyak 19 rejimen yang termasuk tidak rasional diperinci menjadi 34 hasil evaluasi, meliputi kategori IIA dosis tidak tepat sebesar 9, kategori IIB interval tidak tepat sebesar 24, kategori IIIA pemberian terlalu lama sebesar 6, kategori IVA ada alternatif yang lebih efektif sebesar 49, kategori IVD spektrum alternatif lebih sempit sebesar 3 dan kategori VI data tidak lengkap sebesar 9. Rekapitulasi hasil evaluasi dapat dilihat pada lampiran 3. Pada hasil penelitian ini tidak terdapat hasil evaluasi kategori IVB alternatif lebih tidak toksik, IVC alternatif lebih murah dan kategori IIC rute tidak tepat. Ketiadaan hasil evaluasi kategori IVB dikarenakan meropenem merupakan antibiotik yang dapat ditoleransi dengan baik oleh anak-anak dan orang dewasa serta memiliki profil keamanan yang dapat diterima Mohr, 2008. Selain itu potensi interaksi obat meropenem tidak terlalu banyak. Meropenem dilaporkan berinteraksi secara spesifik hanya dengan probenesid dan asam valproat Baldwin, 2008. Berdasarkan penelusuran data rekam medis, tidak satupun obat yang diberikan kepada pasien berinteraksi dengan meropenem sehingga tidak ada toksisitas yang mungkin terjadi. Adapun ketiadaan hasil evaluasi berupa kategori IVC karena semua pasien dalam penelitian ini merupakan pasien BPJS yang tidak menanggung biaya pengobatan secara pribadi. Hal ini mengacu pada Pamela 2011, dimana apabila harga antibiotik yang diterima termasuk mahal dan ada alternatif lebih murah tetapi tidak ditanggung oleh jaminan kesehatan yang diikuti pasien, maka antibiotik tersebut termasuk dalam kategori IVC. Sedangkan apabila harga antibiotik termasuk mahal dan ada alternatif lebih murah tetapi ditanggung jaminan kesehatan, maka antibiotik tersebut tidak termasuk dalam kategori IVC. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Meskipun biaya pengobatan tidak ditanggung secara pribadi, tetapi ada baiknya dilakukan penggantian antibiotik dari meropenem yang hanya tersedia dalam bentuk sediaan parenteral menjadi antibiotik lain dalam bentuk sediaan oral apabila memungkinkan. Beberapa kriteria berikut dapat dijadikan acuan untuk penggantian dari antibiotik parenteral ke antibiotik oral Arnold F, 2004: a. Tidak ada indikasi terapi intravena, misalnya meningitis, endokarditis, dan neutropenia b. Tidak ada indikasi klinis mengenai saluran obat yang abnormal di saluran cerna, misalnya diare c. Pasien tidak demam paling tidak selama 8 jam d. Tanda dan gejala klinis infeksi membaik e. Jumlah sel darah putih normal Berdasarkan hasil evaluasi, semua pasien menerima meropenem dengan cararute pemberian yang sudah tepat. Ada dua cara pemberian antibiotik meropenem yang dilakukan kepada pasien, yaitu injeksi bolus intravena dan drip infus dalam NaCl 0,9. Meropenem yang direkonstitusi dengan NaCl stabil dalam selama 10 jam dalam ruangan yang terkontrol suhunya antara 15-25 ◦C dan 48 jam dalam suhu 4 ◦C Baldwin, 2008. Meropenem merupakan time dependent antibiotic, dimana aktivitas antibakterinya berhubungan dengan waktu konsentrasi terjaga di atas MIC minimum inhibitory concentration selama interval dosis. Untuk time dependent antibiotic, infus kontinu dilaporkan dapat mengoptimalisasi pencapaian target farmakodinamik di dalam plasma Roberts, et al, 2009. Roberts et al 2009 melakukan randozimed trial terhadap pasien untuk menerima meropenem secaa IV bolus dan infus kontinu dengan dosis yang sama yaitu 1 gram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa infus kontinu dapat menjaga konsentrasi meropenem dalam plasma dan jaringan subkutan jauh lebih tinggi daripada IV bolus.

a. Kategori VI Data Rekam Medis Tidak Lengkap

Berdasarkan alur Gyssens, evaluasi penggunaan antibiotik pertama kali ditinjau dari kelengkapan data penggunaan antibiotik tersebut. Apabila data penggunaan antibiotik tidak lengkap maka analisis berhenti pada kategori VI. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Suatu rekam medis yang masuk pada kategori VI memiliki kelengkapan form sebagaimana tertuang dalam PERMENKES RI NOMOR 269MENKESPERIII2008, tetapi tidak memiliki kelengkapan data yang dibutuhkan untuk evaluasi antibiotik. Kelengkapan yang dimaksud dalam hal ini adalah pencatatan penggunaan antibiotik meliputi rejimen dosis, interval, rute dan waktu pemberian. Hasil penelitian menunjukkan dari 26 data rekam medis yang akan dievaluasi, sebanyak 3 rekam medis 9 tidak memiliki data rekam medis yang lengkap. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan Gyssens 2001 yang menyebutkan 10 regimen terapi tidak dapat dievaluasi karena data yang tidak mencukupi. Ketiga rekam medis yang termasuk kategori VI ini nomor 16, 21,22 tidak memiliki pencatatan waktu pemberian obat yang lengkap. Ketiga rekam medis yang termasuk kategori VI tidak dapat dievaluasi lebih lanjut sehingga tersisa 23 data yang bisa dievaluasi lebih lanjut.

b. Kategori IVA Alternatif Lebih Efektif

Alur Gyssens selanjutnya adalah apakah antibiotik tersebut diindikasikan. Untuk mengevaluasi hal ini bisa ditinjau dari hasil diagnosis dan data laboratorium pasien. Berdasarkan data rekam medis, semua pasien terdiagnosis sepsis dan mengalami peningkatan leukosit sehingga diindikasikan untuk menerima antibiotik. Alur selanjutnya adalah apakah ada alternatif yang lebih efektif. Untuk menganalisis hal ini, diperlukan informasi mengenai penyebab sepsis pada pasien dan pola resistensi bakteri di rumah sakit. Bakteri adalah mikroorganisme penyebab sepsis paling umum Phua et al, 2013, sehingga diperlukan uji kultur mikrobiologi untuk mengetahui bakteri apa yang menyebabkan sepsis. Surviving Sepsis Campaign juga merekomendasikan uji kultur mikrobiologi terhadap darah pasien sebelum memulai terapi antibiotik. Seperti yang telah dibahas pada bagian karakteristik pasien, hanya 2 rejimen dari 26 rejimen yang bersifat terapi definitif. Kedua rejimen tersebut adalah kasus 9 dan 18. Pada kasus 9, diketahui hasil uji kultur urin pasien positif Alkaligenes faecalis. Berdasarkan peta resistensi RUMKITAL Dr. Mintohardjo tahun 2014, tingkat resistensi Alkaligenes faecalis terhadap meropenem sebesar 60 sehingga bisa dikatakan meropenem sudah tidak efektif lagi. Terdapat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta alternatif yang lebih efektif dibandingkan meropenem terhadap Alkaligenes faecalis yaitu fosfomisin dan siprofloksasin dengan tingkat resistensi berurutan sebesar 40 dan 47. Dengan adanya alternatif yang lebih efektif ini maka rejimen penggunaan meropenem pada kasus 9 dianggap termasuk kategori IVA. Luciana et al 2015 menyatakan bahwa antibiotik untuk mengobati sepsis tergantung dari lokasi infeksi. Stichting Werkgroep Antibioticabeleid SWAB, sebuah badan yang mengurus kebijakan antibiotik di Belanda membagi terapi antibiotik empiris sepsis menjadi dua yaitu terapi untuk sepsis tanpa lokasi infeksi yang jelas dan terapi untuk sepsis dengan adanya lokasi infeksi yang dicurigai SWAB, 2010. Contoh kasus untuk sepsis dengan adanya infeksi lokasi yang dicurigai adalah intraabdominal sepsis kasus 1. Diketahui pasien didiagnosis peritonitis, yaitu suatu kondisi respon inflamasi akut lapisan peritonium dimana kondisi tersebut memungkinkan terjadinya abses peritonium yang memudahkan bakteri untuk menginfeksi. Study for Monitoring Antimicrobial Resistance Trends SMART pada tahun 2004 melaporkan bahwa Eschericia coli merupakan bakteri yang banyak diisolasi dari intraabdomen 5731 pasien Rossi et al, 2006.. Secara umum, meropenem dan amikasin dianggap agen yang paling aktif melawan Eschericia coli Bugano et al, 2008. Mengacu pada peta resistensi bakteri di RUMKITAL Dr. Mintohardjo tahun 2014, meropenem masih efektif melawan Eschericia coli dengan resistensi hanya sebesar 12. Dengan demikian maka rejimen meropenem pada kasus 1 tidak termasuk kategori IVA. Contoh kasus untuk nosocomial sepsis adalah kasus 12. Dengan hasil kultur negatif dan tidak terdapat penyakit infeksi yang menyertai, maka analisis keefektifan mengacu pada peta resistensi bakteri RUMKITAL Dr. Mintohardjo tahun 2014. Berdasarkan peta resistensi, lima dari delapan bakteri yang ditemukan di lingkungan rumah sakit sudah resisten terhadap meropenem. Beberapa antibiotik yang lebih efektif antara lain amikasin dan imipenem yang masih efektif terhadap enam bakteri. Menurut Gilbert et al 2010, pembatasan penggunaan antibiotik untuk mencegah perkembangan resistansi bakteri atau mengurangi biaya tidak sesuai untuk pasien sepsis atau syok septik. Dengan demikian rejimen meropenem pada kasus 12 termasuk kategori IVA.

Dokumen yang terkait

Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Obat Antibiotik pada Pasien DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) di RUMKITAL (Rumah Sakit Angkatan Laut) Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat

0 15 0

Efektivitas Antibiotik Yang Digunakan Pada Pasien Pasca Operasi Appendisitis di RUMKITAL dr. Mintohardjo Jakarta Pusat

0 6 75

Kajian administrasi, farmasetik dan klinis resep pasien rawat jalan di Rumkital Dr. Mintohardjo pada bulan Januari 2015

19 169 0

POLA KUMAN DAN RESISTENSINYA PADA PASIEN SEPSIS DEWASA TERHADAP ANTIBIOTIK Pola Kuman Dan Resistensinya Pada Pasien Sepsis Dewasa Terhadap Antibiotik Di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2014.

0 4 17

POLA KUMAN DAN RESISTENSINYA PADA PASIEN SEPSIS DEWASA TERHADAP ANTIBIOTIK Pola Kuman Dan Resistensinya Pada Pasien Sepsis Dewasa Terhadap Antibiotik Di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2014.

0 2 13

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH APENDISITIS DI RSUD DR Evaluasi Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pasien Bedah Apendisitis Di Rsud Dr Moewardi Tahun 2014.

2 8 13

ANALISIS SECARA KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIK BERDASARKAN KRITERIA GYSSENS PADA PENDERITA SEPSIS Analisis Secara Kualitatif Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Kriteria Gyssens Pada Penderita Sepsis Neonatus Di Unit Rawat Inap Neonatal Rsud Dr.Moewardi

0 2 18

ANALISIS KETERLAMBATAN PENGAJUAN KLAIM KEPADA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) KESEHATAN PADA RUMKITAL Dr. MINTOHARDJO, DKI JAKARTA

0 0 6

STUDI PENGGUNAAN ALBUMIN PADA PASIEN SEPSIS (Penelitian dilakukan di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya) Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 21

Pola terapi obat pada pasien sepsis di Rumkital dr. Ramelan Surabaya - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 16