Evaluasi Antibiotik Meropenem Pembahasan Penelitian

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta alternatif yang lebih efektif dibandingkan meropenem terhadap Alkaligenes faecalis yaitu fosfomisin dan siprofloksasin dengan tingkat resistensi berurutan sebesar 40 dan 47. Dengan adanya alternatif yang lebih efektif ini maka rejimen penggunaan meropenem pada kasus 9 dianggap termasuk kategori IVA. Luciana et al 2015 menyatakan bahwa antibiotik untuk mengobati sepsis tergantung dari lokasi infeksi. Stichting Werkgroep Antibioticabeleid SWAB, sebuah badan yang mengurus kebijakan antibiotik di Belanda membagi terapi antibiotik empiris sepsis menjadi dua yaitu terapi untuk sepsis tanpa lokasi infeksi yang jelas dan terapi untuk sepsis dengan adanya lokasi infeksi yang dicurigai SWAB, 2010. Contoh kasus untuk sepsis dengan adanya infeksi lokasi yang dicurigai adalah intraabdominal sepsis kasus 1. Diketahui pasien didiagnosis peritonitis, yaitu suatu kondisi respon inflamasi akut lapisan peritonium dimana kondisi tersebut memungkinkan terjadinya abses peritonium yang memudahkan bakteri untuk menginfeksi. Study for Monitoring Antimicrobial Resistance Trends SMART pada tahun 2004 melaporkan bahwa Eschericia coli merupakan bakteri yang banyak diisolasi dari intraabdomen 5731 pasien Rossi et al, 2006.. Secara umum, meropenem dan amikasin dianggap agen yang paling aktif melawan Eschericia coli Bugano et al, 2008. Mengacu pada peta resistensi bakteri di RUMKITAL Dr. Mintohardjo tahun 2014, meropenem masih efektif melawan Eschericia coli dengan resistensi hanya sebesar 12. Dengan demikian maka rejimen meropenem pada kasus 1 tidak termasuk kategori IVA. Contoh kasus untuk nosocomial sepsis adalah kasus 12. Dengan hasil kultur negatif dan tidak terdapat penyakit infeksi yang menyertai, maka analisis keefektifan mengacu pada peta resistensi bakteri RUMKITAL Dr. Mintohardjo tahun 2014. Berdasarkan peta resistensi, lima dari delapan bakteri yang ditemukan di lingkungan rumah sakit sudah resisten terhadap meropenem. Beberapa antibiotik yang lebih efektif antara lain amikasin dan imipenem yang masih efektif terhadap enam bakteri. Menurut Gilbert et al 2010, pembatasan penggunaan antibiotik untuk mencegah perkembangan resistansi bakteri atau mengurangi biaya tidak sesuai untuk pasien sepsis atau syok septik. Dengan demikian rejimen meropenem pada kasus 12 termasuk kategori IVA. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Contoh kasus untuk community acquired sepsis adalah kasus 10. Pasien didiagnosis sepsis saat pertama kali masuk rumah sakit. Terdapat enam penelitian prospektif randomized clinical trial RCT membandingkan keamanan dan efikasi dari karbapenem imipenem atau meropenem, sefalosporin generasi ketiga seftazidim, sefotaksim dikombinasi dengan metronidazole, dan piperacilin- tazobactam. Hasil RCT menunjukkan tidak ada yang terbukti lebih superior satu sama lain Bugano et al, 2008. Mengacu pada hal ini maka kasus 10 tidak termasuk dalam kategori IVA. Adanya kejadian alternatif lebih efektif paling banyak pada kasus nosocomial sepsis dimana amikasin, imipenem dan fosfomisin merupakan antibiotik yang lebih efektif dibandingkan dengan meropenem. Hal ini mengacu kepada data peta resistensi, dimana meropenem hanya efektif terhadap empat dari delapan bakteri sedangkan amikasin, imipenem masih efektif terhadap lima dari delapan bakteri dan fosfomisin masih efektif terhadap semua bakteri. Pada semua kasus hospital acquired pneumonia sepsis juga didapatkan bahwa ada alternatif yang lebih efektif daripada meropenem yaitu levofloksasin. Setelah dilakukan analisis efektivitas pada 23 rejimen meropenem, sebanyak 17 rejimen termasuk dalam kategori IVA.

c. Kategori IVD Spektrum Alternatif Lebih Sempit

Terdapat satu rejimen dari 23 rejimen yang dianalisis termasuk dalam kategori IVD yaitu kasus 18. Hasil uji kultur bakteri dengan spesimen urin pasien positif Eschericia coli yang merupakan bakteri gram negatif. Netilmisin merupakan antibiotik yang bekerja pada lebih banyak gram negatif dibandingkan dengan gram positif. Penggunaan antibiotik berspektrum luas memiliki kerugian. Menurut Gyssens 2001, pemilihan antibiotik berspektrum luas dengan waktu paruh panjang dengan alasan kenyamanan akan mempercepat resistensi antibiotik tersebut di rumah sakit. Sedangkan mempersempit spektrum antibiotik dan mengurangi durasi terapi akan menurunkan kecenderungan perkembangan superinfection dengan patogen lain atau organisme lain yang sudah resisten Dellinger et al, 2012 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

d. Kategori IIIA Pemberian Terlalu Lama

Terdapat dua rejimen dari 23 rejimen yang dianalisis yang termasuk dalam kategori IIIA yaitu kasus 9 dan 14. Berdasarkan data pemberian obat di rekam medis, pasien nomer 9 menerima antibiotik meropenem selama 30 hari. Berdasarkan Surviving Sepsis Campaign, rejimen antibiotik harus dievaluasi setiap hari untuk menilai kemungkinan de-eskalasi ke antibiotik yang lebih sesuai. Menurut Soedarno 2008 apabila antibiotik tidak memberikan respon setelah tiga hari, maka harus dievaluasi kemungkinan komplikasi, sumber infeksi lain, resistensi terhadap antibiotika atau kemungkinan salah pemberian diagnosis. Menurut Gyssens 2001 pemberian antibiotik jangka panjang tidak berarti akan memberikan efek lebih baik daripada pemberian jangka pendek.

e. Kategori IIA Dosis Tidak Tepat

Meropenem sebagian besar diekskresi melalui ginjal, sehingga klirens plasma meropenem menurun pada kondisi kerusakan ginjal. Studi farmakokinetik menunjukkan bahwa klirens plasma meropenem berhubungan dengan klirens kreatinin serum sehingga penyesuaian dosis disyaratkan pada pasien dengan klirens kreatinin 51 mLmenit Baldwin, 2008. Hasil evaluasi menunjukkan terdapat tiga rejimen dengan dosis yang tidak tepat yaitu pada kasus 2, 4, dan 13 Pada kasus 2, diketahui pasien mengalami peningkatan kreatinin serum pada hari penggunaan meropenem. Setelah dihitung klirens kreatinin pasien didapatkan angka 16,8 mLmenit, sehingga pasien membutuhkan penyesuaian dosis hingga separuh dari dosis awal.

f. Kategori IIB Interval Tidak Tepat

Terdapat delapan rejimen dari 22 rejimen yang dianalisis yang termasuk kategori IIB. Mayoritas rejimen yang masuk dalam kategori IIB adalah rejimen yang diterima pasien dengan peningkatan kreatinin serum yang seharusnya membutuhkan penyesuaian interval. Contoh rejimen yang termasuk dalam kategori IIB adalah kasus 14. Pada kasus 14, kreatinin klirens pasien menyentuh

Dokumen yang terkait

Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Obat Antibiotik pada Pasien DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) di RUMKITAL (Rumah Sakit Angkatan Laut) Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat

0 15 0

Efektivitas Antibiotik Yang Digunakan Pada Pasien Pasca Operasi Appendisitis di RUMKITAL dr. Mintohardjo Jakarta Pusat

0 6 75

Kajian administrasi, farmasetik dan klinis resep pasien rawat jalan di Rumkital Dr. Mintohardjo pada bulan Januari 2015

19 169 0

POLA KUMAN DAN RESISTENSINYA PADA PASIEN SEPSIS DEWASA TERHADAP ANTIBIOTIK Pola Kuman Dan Resistensinya Pada Pasien Sepsis Dewasa Terhadap Antibiotik Di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2014.

0 4 17

POLA KUMAN DAN RESISTENSINYA PADA PASIEN SEPSIS DEWASA TERHADAP ANTIBIOTIK Pola Kuman Dan Resistensinya Pada Pasien Sepsis Dewasa Terhadap Antibiotik Di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2014.

0 2 13

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH APENDISITIS DI RSUD DR Evaluasi Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pasien Bedah Apendisitis Di Rsud Dr Moewardi Tahun 2014.

2 8 13

ANALISIS SECARA KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIK BERDASARKAN KRITERIA GYSSENS PADA PENDERITA SEPSIS Analisis Secara Kualitatif Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Kriteria Gyssens Pada Penderita Sepsis Neonatus Di Unit Rawat Inap Neonatal Rsud Dr.Moewardi

0 2 18

ANALISIS KETERLAMBATAN PENGAJUAN KLAIM KEPADA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) KESEHATAN PADA RUMKITAL Dr. MINTOHARDJO, DKI JAKARTA

0 0 6

STUDI PENGGUNAAN ALBUMIN PADA PASIEN SEPSIS (Penelitian dilakukan di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya) Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 21

Pola terapi obat pada pasien sepsis di Rumkital dr. Ramelan Surabaya - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 16