Patogenesis Sepsis 1.Mekanisme yang Mungkin Terjadi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kedua, sitokin antiinflamasi. Berlawanan dengan sitokin proinflamasi, sitokin antiinflamasi menghambat inflamasi dengan penghambatan TNF- α, augmentasi reaktan fase akut dan imunoglobulin serta penghambatan fungsi limfosit T. Mediator antiinflamasi juga menghambat aktivasi sistem koagulasi. Respon mediator antiinflamasi ini menyediakan mekanisme feedback negatif untuk mengatur penurunan sintesis mediator proinflamasi dan memodulasi efeknya sehingga menjaga homostasis dan mencegah SIRS. c. Efek kelebihan mediator spesifik SIRS dihasilkan dari respon proinflamasi yang berlebihan. Sebaliknya, jika CARS bekerja berlebihan maka terjadi imunosupresi yang tidak tepat. Jika keseimbangan antara proinflamasi dan CARS terganggu maka homeostasis tidak terjaga dan perkembangan klinis terhadap disfungsi organ bisa terjadi.

2.3.3. Diagnosis

Berdasarkan International Guideline for Management of Severe Sepsis and Septic Shock tahun 2012, berikut ini adalah kriteria diagnosis sepsis: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tabel 2.1. Kriteria Diagnosis Sepsis Variabel umum Demam 38,3°C Hipotermia 36°C Detak jantung 90menit lebih dari dua angka di atas nilai normal sesuai usia Takipnea Perubahan status mental Edema signifikan atau keseimbangan positif cairan 20 mLkg selama 24 jam Hiperglikemia glukosa plasma 140 mgdL atau 7.7. mmolL tanpa adanya diabetes Variabel inflamasi Leukositosis WBC count 12.000 µL-1 Leukopenia WBC count 4000 µL-1 WBC count normal dengan lebih dari 10 bentuk immature Plasma C-reactive protein lebih dari dua angka di atas nilai normal Variabel hemodinamik Hipotensi arteri SBP 90 mmHg, MAP 70mmHg Variabel disfungsi organ Hipoksemia arteri Pao2Fio2 300 Oliguria akut keluaran urin 0,5 mLkgjam setidaknya selama 2 jam meskipun sudah dilakukan resusitasi cairan yang cukup Peningkatan kreatinin 0,5 mgdL atau 44,2 µmolL Koagulasi abnormal INR 1,5 atau PTT 60 detik Ileus Thrombocytopenia platelet count 100.000 µL-1 Hiperbilirubinemia plasma total bilirubin 4 mg atau 70 µmolL Variabel perfusi jaringan Hiperlaktatemia 1 mmolL Penurunan refill kapiler Sumber: Dellinger et al, 2012 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.3.4. Manajemen Sepsis Berat

Berdasarkan International Guideline for Management of Severe Sepsis and Septic Shock tahun 2012, berikut ini adalah rekomendasi manajemen untuk sepsis berat: Tabel 2.2. Manajemen Sepsis Berat

A. Resusitasi awal

a. Resusitasi kuantitaif pada pasien dengan hipoperfusi yang diinduksi sepsis setelah perubahan cairan awal atau konsentrasi laktat dalam darah ≥ 4 mmolL. Tujuan selama 6 jam pertama resusitasi adalah: b. Tekanan vena sentral 8-12 mmHg c. Tekanan arteri rata-rata MAP ≥ 65 mmHg d. Keluaran urin ≥ 0,5 mLkgjam e. Vena central vena cava superior atau saturasi oksigen vena 70 atau 65 f. Pada pasien dengan peningkatan level laktat maka target resusitasi adalah untuk menormalkan laktat

B. Skrining untuk sepsis dan perkembangan kondisi

a. Skrining rutin terhadap potensi infeksi pasien sakit kritis untuk menentukan implementasi awal terapi b. Usaha peningkatan kondisi pasien sepsis berat berbasis rumah sakit

C. Diagnosis

a. Kultur sebelum terapi antimikroba jika tidak ada keterlambatan signifikan 45 menit dalam memulai penggunaan antimikroba. Paling tidak dua set kultur darah baik aerob maupun nonaerob ditentukan sebelum terapi antimikroba b. Penggunaan 1,3 beta-D-glucan assay, mannan dan anti-mannan antibody assay jika tersedia dan candidiasis invasif terdapat dalam diagnosis penyebab infeksi c. Kajian imaging dilakukan untuk mengkonfirmasi sumber infeksi potensial

D. Terapi antimikroba

a. Pemberian antimikroba intravena dalam satu jam pertama diketahuinya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta syok sepsis dan sepsis tanpa syok sepsis sebagai tujuan terapi b. Terapi empiris awal satu atau dua obat yang memiliki aktivitas melawan bakteri patogen dan yang berpenetrasi dalam konsentrasi adekuat ke dalam jaringan yang diasumsikan menjadi sumber sepsis. c. Regimen antibiotik harus dinilai setiap hari untuk melakukan de-eskalasi d. Gunakan level rendah prokalsitonin atau biomarker serupa untuk membantuk klinisi mengehntikan antibiotik empriis pada pasien yang tampak sepsis pada awalnya, tetapi tidak menunjukkan bukti sepsis lebih lanjut e. Terapi empiris kombinasi untuk pasien neutropeni dengan sepsis berat dan untuk pasien yang susah diterapi, patogen MDR seperti Acinetobacter dan Pseudomonas spp. Untuk pasien dengan infeksi berat berkaitan dengan gagal napas dan syok septik, terapi kombinasi dengan beta-laktam extended spectrum dan baik aminoglikosida atau fluoroquinolone untuk P.aeruginosa. Kombinasi beta-laktam dan makrolida untuk pasien dengan syok septic digunakan untuk infeksi Streptococcus pneumoniae. Terapi kombinasi empiris tidak boleh diberikan lebih dari 3-5 hari. De-eskalasi ke terapi tunggal paling sesuai harus dilakukan segera profil kepekaan bakteri diketahui. f. Durasi terapi biasanya 7-10 hari, lebih dari itu mungkin sesuai untuk pasien yang memiliki respon klinis yang lambat, undrainable foci of infectioni, bakteremia dengan S. aureus, beberapa fungi dan infeksi virus atau defisiensi immunologi termasuk neutropenia g. Terapi antivirus harus dimulai sedini mungkin pada pasien dengan sepsis berat atau syok septik karena virus. h. Agen antimikroba tidak boleh digunakan pada pasien dengan kondisi inflamasi parah yang disebabkan karena noninfeksi.

E. Kontrol sumber

a. Diagnosis infeksi secara anatomik memerlukan pertimbangan apakah kontrol sumber perlu dilakukan atau tidak secepat mungkin, dan intervensi dilakukan selama 12 jam pertama setelah diagnosis dibuat, jika mungkin. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta b. Ketika infeksi nekrosis peripancretic diidentifikasi sebagai sumber infeksi potensial, intervensi definitif baiknya ditunda sampai adanya pembatasan yang adekuat terhadap jaringan yang terinfeksi dan tidak. c. Ketika kontrol sumber pada pasien sepsis berat dibutuhkan, intervensi yang efektif adalah yang paling tidak menyakitkan secara fisiologis misal, perkutan daripada surgical drainage untuk abses d. Jika alat akses intravaskular adalah sumber sepsis berat atau syok septik, alat tersebut harus dilepaskan setelah akses vaskular lain terpasang.

F. Pencegahan infeksi

a. Dekontaminasi oral dan digestive secara selektif harus diajukan dan diinvestigasi sebagai metode untuk mengurangi kejadian pneumonia yang berhubungan dengan ventilator. Pengukuran kontrol infeksi ini dapat dimulai dalam pengaturan pelayanan kesehatan dan are dimana metode ini efektif b. klorheksidin glukonat oral digunakan dalam bentuk dekontaminasi orofaringeal untuk menurunkan resiko pneumonia yang berhubungan dengan ventilator pada pasien dengan sepsis berat. Sumber: Dellinger et al, 2012 2.3.4.1.Terapi Antimikroba Stichting Werkgroep Antibioticabeleid SWAB, sebuah badan yang mengurus kebijakan antibiotik di Belanda membagi terapi antibiotik empiris sepsis menjadi dua yaitu terapi untuk sepsis tanpa lokasi infeksi yang jelas dan terapi untuk sepsis dengan adanya lokasi infeksi yang dicurigai. Istilah yang berhubungan dengan sepsis tanpa lokasi infeksi yang jelas yaitu community acquired, yang didefinisikan sebagai infeksi yang terjadi di luar rumah sakit atau terjadi pada dua hari pertama perawatan di rumah sakit kecuali untuk pasien yang dirawat di rumah sakit dalam jangka waktu 30-90 hari sebelumnya, tinggal di panti jompo, melakukan hemodialisis dan memakai alat intravaskular dalam waktu lama. Hospital acquired didefinisikan sebagai infeksi yang terjadi selama perawatan di rumah sakit setelah lebih dari dua hari atau dalam jangka waktu

Dokumen yang terkait

Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Obat Antibiotik pada Pasien DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) di RUMKITAL (Rumah Sakit Angkatan Laut) Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat

0 15 0

Efektivitas Antibiotik Yang Digunakan Pada Pasien Pasca Operasi Appendisitis di RUMKITAL dr. Mintohardjo Jakarta Pusat

0 6 75

Kajian administrasi, farmasetik dan klinis resep pasien rawat jalan di Rumkital Dr. Mintohardjo pada bulan Januari 2015

19 169 0

POLA KUMAN DAN RESISTENSINYA PADA PASIEN SEPSIS DEWASA TERHADAP ANTIBIOTIK Pola Kuman Dan Resistensinya Pada Pasien Sepsis Dewasa Terhadap Antibiotik Di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2014.

0 4 17

POLA KUMAN DAN RESISTENSINYA PADA PASIEN SEPSIS DEWASA TERHADAP ANTIBIOTIK Pola Kuman Dan Resistensinya Pada Pasien Sepsis Dewasa Terhadap Antibiotik Di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2014.

0 2 13

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH APENDISITIS DI RSUD DR Evaluasi Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pasien Bedah Apendisitis Di Rsud Dr Moewardi Tahun 2014.

2 8 13

ANALISIS SECARA KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIK BERDASARKAN KRITERIA GYSSENS PADA PENDERITA SEPSIS Analisis Secara Kualitatif Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Kriteria Gyssens Pada Penderita Sepsis Neonatus Di Unit Rawat Inap Neonatal Rsud Dr.Moewardi

0 2 18

ANALISIS KETERLAMBATAN PENGAJUAN KLAIM KEPADA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) KESEHATAN PADA RUMKITAL Dr. MINTOHARDJO, DKI JAKARTA

0 0 6

STUDI PENGGUNAAN ALBUMIN PADA PASIEN SEPSIS (Penelitian dilakukan di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya) Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 21

Pola terapi obat pada pasien sepsis di Rumkital dr. Ramelan Surabaya - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 16