Kategori VI Data Rekam Medis Tidak Lengkap

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

d. Kategori IIIA Pemberian Terlalu Lama

Terdapat dua rejimen dari 23 rejimen yang dianalisis yang termasuk dalam kategori IIIA yaitu kasus 9 dan 14. Berdasarkan data pemberian obat di rekam medis, pasien nomer 9 menerima antibiotik meropenem selama 30 hari. Berdasarkan Surviving Sepsis Campaign, rejimen antibiotik harus dievaluasi setiap hari untuk menilai kemungkinan de-eskalasi ke antibiotik yang lebih sesuai. Menurut Soedarno 2008 apabila antibiotik tidak memberikan respon setelah tiga hari, maka harus dievaluasi kemungkinan komplikasi, sumber infeksi lain, resistensi terhadap antibiotika atau kemungkinan salah pemberian diagnosis. Menurut Gyssens 2001 pemberian antibiotik jangka panjang tidak berarti akan memberikan efek lebih baik daripada pemberian jangka pendek.

e. Kategori IIA Dosis Tidak Tepat

Meropenem sebagian besar diekskresi melalui ginjal, sehingga klirens plasma meropenem menurun pada kondisi kerusakan ginjal. Studi farmakokinetik menunjukkan bahwa klirens plasma meropenem berhubungan dengan klirens kreatinin serum sehingga penyesuaian dosis disyaratkan pada pasien dengan klirens kreatinin 51 mLmenit Baldwin, 2008. Hasil evaluasi menunjukkan terdapat tiga rejimen dengan dosis yang tidak tepat yaitu pada kasus 2, 4, dan 13 Pada kasus 2, diketahui pasien mengalami peningkatan kreatinin serum pada hari penggunaan meropenem. Setelah dihitung klirens kreatinin pasien didapatkan angka 16,8 mLmenit, sehingga pasien membutuhkan penyesuaian dosis hingga separuh dari dosis awal.

f. Kategori IIB Interval Tidak Tepat

Terdapat delapan rejimen dari 22 rejimen yang dianalisis yang termasuk kategori IIB. Mayoritas rejimen yang masuk dalam kategori IIB adalah rejimen yang diterima pasien dengan peningkatan kreatinin serum yang seharusnya membutuhkan penyesuaian interval. Contoh rejimen yang termasuk dalam kategori IIB adalah kasus 14. Pada kasus 14, kreatinin klirens pasien menyentuh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angka 47,2 mLmenit sehingga membutuhkan penyesuaian interval menjadi 12 jam.

g. Kategori 0 rasional

Setelah dianalisis melewati alur Gyssens mulai dari kelengkapan data hingga waktu pemberian, apabila rejimen tidak termasuk kategori V hingga I maka rejimen tersebut dinyatakan sebagai rejimen yang rasional. Terdapat empat rejimen dari 22 rejimen yang dianalisis yang termasuk kategori 0. Contoh rejimen yang termasuk kategori 0 adalah kasus 1. Pasien didiagnosis sepsis dan diduga terjadi karena infeksi intraabdomen. Data pasien lengkap untuk dievaluasi sehingga evaluasi bisa terus dilakukan. Setelah meninjau aspek pemilihan antibiotik, dosis, interval dan rute, lama pemberian serta waktu, rejimen meropenem pada pasien 1 diniliai tepat. Sehingga hasil evaluasi untuk rejimen pasien 1 termasuk kategori 0 tepat. Rekapitulasi hasil evaluasi pasien dapat dilihat di lampiran 3. Berdasarkan pada permasalahan yang ditemukan, peneliti mengusulkan agar pada pemberian meropenem lebih diatur dalam hal pemilihannya sebagai terapi empiris. Meropenem merupakan salah satu antibiotik yang menjadi pilihan utama dan pertahanan terakhir untuk terapi berbagaia infeksi serius Ayalew et al, 2003. Namun demikian, kini penggunaan meropenem terancam oleh munculnya beberapal laporan kasus resistensi. Adanya resistensi berbagai strain P. aeruginosa, Acinetobacter sp, dan Enterobacteriaceae penghasil ESBL telah dilaporkan oleh Hong et al 2005 dan Wolter et al 2008. Dilihat dari data peta resistensi RUMKITAL Dr. Mintohardjo, lima dari delapan bakteri yang biasa ditemukan di lingkungan rumah sakit sudah resisten terhadap meropenem. Di antara bakteri tersebut adalah Coliform, yang merupakan bakteri yang paling banyak ditemukan di lingkungan rumah sakit. Apabila ketidakrasionalan penggunaan meropenem terus berlanjut, dikhawatirkan resistensi akan terus berkembang sehingga tidak satupun bakteri sensitif terhadap meropenem. Peneliti mengusulkan agar setiap pengambilan sampel untuk uji kultur sebaiknya dilakukan juga pewarnaan gram. Pewarnaan gram hanya membutuhkan waktu satu hari, sedangkan uji kultur membutuhkan waktu 4-7 hari untuk

Dokumen yang terkait

Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Obat Antibiotik pada Pasien DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) di RUMKITAL (Rumah Sakit Angkatan Laut) Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat

0 15 0

Efektivitas Antibiotik Yang Digunakan Pada Pasien Pasca Operasi Appendisitis di RUMKITAL dr. Mintohardjo Jakarta Pusat

0 6 75

Kajian administrasi, farmasetik dan klinis resep pasien rawat jalan di Rumkital Dr. Mintohardjo pada bulan Januari 2015

19 169 0

POLA KUMAN DAN RESISTENSINYA PADA PASIEN SEPSIS DEWASA TERHADAP ANTIBIOTIK Pola Kuman Dan Resistensinya Pada Pasien Sepsis Dewasa Terhadap Antibiotik Di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2014.

0 4 17

POLA KUMAN DAN RESISTENSINYA PADA PASIEN SEPSIS DEWASA TERHADAP ANTIBIOTIK Pola Kuman Dan Resistensinya Pada Pasien Sepsis Dewasa Terhadap Antibiotik Di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2014.

0 2 13

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH APENDISITIS DI RSUD DR Evaluasi Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pasien Bedah Apendisitis Di Rsud Dr Moewardi Tahun 2014.

2 8 13

ANALISIS SECARA KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIK BERDASARKAN KRITERIA GYSSENS PADA PENDERITA SEPSIS Analisis Secara Kualitatif Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Kriteria Gyssens Pada Penderita Sepsis Neonatus Di Unit Rawat Inap Neonatal Rsud Dr.Moewardi

0 2 18

ANALISIS KETERLAMBATAN PENGAJUAN KLAIM KEPADA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) KESEHATAN PADA RUMKITAL Dr. MINTOHARDJO, DKI JAKARTA

0 0 6

STUDI PENGGUNAAN ALBUMIN PADA PASIEN SEPSIS (Penelitian dilakukan di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya) Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 21

Pola terapi obat pada pasien sepsis di Rumkital dr. Ramelan Surabaya - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 16