UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil evaluasi penggunaan antibiotik meropenem yang tidak rasional dapat diperinci menjadi beberapa kategori sesuai dengan parameter yang dinilai.
Rincian ketidakrasionalan penggunaan antibiotik meropenem dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6. Rincian Ketidakrasionalan Penggunaan Antibiotik Meropenem n=34
Kategori Jumlah Persentase
Dosis tidak tepat Kategori IIA 3
9 Interval tidak tepat Kategori IIB
8 24
Pemberian terlalu lama Kategori IIIA 2
6 Alternatif lain lebih efektif Kategori IVA
17 49
Spektrum alternatif lebih sempit Kategori IVD 1
3 Data tidak lengkap Kategori VI
3 9
- 34
100
Hasil evaluasi kategori IVA ada alternatif lebih efektif dapat diperinci lagi menjadi jenis antibiotik alternatif yang lebih efektif. Rincian jenis antibiotik
alternatif yang lebih efektif dapat dilihat di tabel 4.7.
Tabel 4.7. Jenis Antibiotik Alternatif yang Lebih Efektif Antibiotik yang Lebih Efektif
Jumlah
Amikasin, Imipenem dan Fosfomisin 9
Levofloksasin 7
Siprofloksasin dan Fosfomisin 1
- 17
4.2. Pembahasan Penelitian
4.2.1. Karakteristik Pasien
Data karakteristik pasien yang diperoleh meliputi jenis kelamin, usia, keparahan sepsis, lama perawatan, jumlah obat yang diterima selama perawatan
dan jumlah antibiotik yang diterima selama perawatan. Data jenis kelamin menunjukkan bahwa jumlah antara pasien laki-laki dan perempuan hampir
seimbang, yaitu 53,8 laki-laki dan 46,2 perempuan. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian cohort yang dilakukan oleh Brun-Buisson 1995,
Danai dan Martin 2005 dan Engel et al 2006 yang melaporkan bahwa sepsis
lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Laki-laki beresiko
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menderita sepsis 30 lebih besar dibanding dengan perempuan Danai dan Martin, 2005. Perbedaan ini kemungkinan karena jumlah sampel yang sedikit
dan juga karena tidak semua pasien sepsis di RUMKITAL Dr. Mintohardjo diteliti. Hanya pasien sepsis yang menerima meropenem saja yang termasuk
kriteria inklusi dalam penelitian ini. Data usia pasien menunjukkan bahwa kelompok usia pasien terbanyak
adalah lansia awal 46-55 tahun sebesar 30,8. Jika usia semua pasien dirata- ratakan maka didapatkan usia 46,5 tahun. Menurut Danai dan Martin 2005 rerata
usia pasien sepsis adalah 55-65 tahun. Dibandingkan dengan penelitian tersebut, rerata usia pasien sepsis pada penelitian ini lebih muda. Hal ini kemungkinan
dikarenakan karena jumlah sampel yang sedikit dan adanya perbedaan ruang lingkup dan waktu penelitian. Kemungkinan lain perbedaan ini berkaitan dengan
tipe rumah sakit. Engel et al 2006 melaporkan bahwa pada rumah sakit besar,
pasien sepsis cenderung berusia lebih muda. RUMKITAL Dr. Mintohardjo merupakan rumah sakit tipe B dengan jumlah tempat tidur 256 buah termasuk
rumah sakit besar, sehingga kemungkinan pasien sepsis cenderung berusia lebih muda.
Data jenis keparahan sepsis menunjukkan sebesar 19 pasien 73,1 mengalami sepsis, 3 pasien 11,5 mengalami sepsis berat dan 4 pasien 15,4
mengalami syok septik. Salah satu isu penting dalam terapi sepsis adalah apakah keparahan sepsis berpengaruh pada pemilihan antibiotik. Tidak ada penelitian
randomized controlled trial RCT yang sudah dilakukan mengenai hal ini. Hal yang sudah jelas adalah pada pasien yang mengalami syok septik, terapi dengan
antibiotik yang tidak efektif tidak dapat diterima. Konsekuensinya, rejimen antibiotik untuk pasien syok septik harus efektif melawan bakteri patogen yang
dicurigai. Tetapi tidak ada bukti berapa level resistensi antibiotik yang masih bisa diterima untuk terapi pasien sepsis SWAB, 2010. Karena itu, evaluasi ketepatan
antibiotik dalam penelitian ini akan mengacu pada terapi secara umum tanpa memandang keparahan pasien.
Data jenis terapi meropenem pasien yang didapat dari rekam medis dan laporan rekapitulasi hasil kultur menunjukkan bahwa mayoritas pasien menerima
meropenem sebagai terapi empiris yaitu sebesar 24 pasien 92.3. Banyaknya
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terapi empiris dikarenakan banyak uji kultur yang dilakukan memberikan hasil negatif.
Adapun pasien yang menerima meropenem sebagai terapi definitif sesuai hasil kultur hanya 2 pasien 7.7. Dari 26 rejimen meropenem yang termasuk
kriteria inklusi, tidak semuanya didukung oleh data kultur mikrobiologi. Sebanyak 6 pasien tidak melakukan uji kultur mikrobiologi. Adapun 20 pasien lain yang
melakukan hasil uji kultur mikrobiologi, memberikan hasil 9 kultur positif dan 11 kultur negatif. Kebanyakan uji kultur tersebut dilakukan setelah meropenem mulai
diberikan sehingga penggunaan meropenem dianggap sebagai terapi empiris. Jikapun uji kultur dilakukan sebelum pemberian meropenem, hasil uji kultur
tersebut adalah negatif tidak ada kuman yang tumbuh. Sekitar 50 hasil kultur dari pasien sepsis adalah negatif Phua
et al, 2013. Ada beberapa kemungkinan penyebab hasil negatif tersebut. Pertama, sensitivitas uji kultur mikrobiologi yang
rendah. Alasan yang bisa dikemukakan antara lain adalah adanya paparan antibiotik sebelum dilakukan uji kultur mikrobiologi, kesalahan sampling, volume
darah yang tidak mencukupi untuk uji kultur mikrobiologi, kondisi pemindahan sampel yang tidak baik, dan bakteri yang memiliki pertumbuhan sangat lambat
atau sangat cepat Phua et al, 2013. Kedua, kemungkinan pasien yang memiliki
hasil kultur negatif tidak menderita sepsis karena bakteri. Sekitar 5 kasus sepsis di ICU disebabkan oleh fungi Phua
et al, 2013. Dalam penelitian ini, hasil kultur negatif diduga karena paparan antibiotik sebelum dilakukan uji kultur
mikrobiologi menyebabkan level bakteri dalam spesimen uji menurun sehingga tidak terdeteksi. Kemungkinan lain adalah pasien tidak menderita sepsis karena
bakteri. Akan tetapi hal tersebut tidak bisa dipastikan karena tidak dilakukan pemeriksaan untuk memastikan adanya penyebab lain seperti virus dan jamur.
Sebagai konsekuensi dari ketidaktepatan waktu uji kultur mikrobiologi dan hasil negatif uji kultur mikrobiologi, maka meropenem dianggap sebagai terapi empiris.
Hanya 2 rejimen dari 26 rejimen yang dianggap sebagai terapi definitif karena pemberian meropenem dilakukan setelah hasil kultur didapatkan.
Jenis sepsis yang dialami pasien dibedakan menjadi sepsis tanpa lokasi infeksi yang jelas dan sepsis dengan lokasi infeksi yang dicurigai SWAB, 2010.
Penelusuran jenis sepsis dari rekam medis menunjukkan bahwa nosocomial sepsis
11 pasien, 42 adalah jenis sepsis yang paling banyak dialami pasien.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Banyaknya kejadian yang diidentifikasi sebagai nosocomial sepsis dikarenakan
tidak ada lokasi infeksi yang dicurigai, dan juga karena hasil kultur negatif. Adapun sepsis dengan lokasi infeksi yang dicurigai yang paling banyak
ditemukan adalah hospital acquired pneumonia sepsis yaitu sebanyak 7 pasien
27. Pneumonia merupakan penyakit infeksi di saluran pernapasan. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Engel
et al 2007 yang menunjukkan bahwa saluran pernapasan merupakan sumber infeksi sepsis yang paling banyak. Jenis
sepsis yang lain yang ditemukan pada pasien adalah Community acquired sepsis,
Intraabdominal sepsis 2 pasien, 8, Community acquired pneumonia sepsis 1 pasien, 4
, dan Urosepsis 1 pasien, 4. Data komorbiditas pasien dikategorikan berdasarkan
Charlson Comobidity Index menggunakan kode International Classification of Disease ICD-9 Deyo
et al, 1992. Data yang didapatkan dari rekam medis menunjukkan bahwa cerebrovascular disease menjadi komorbiditas yang paling banyak dialami pasien
yaitu sebesar 29. Komorbiditas lain yang ditemukan antara lain renal disease
23 , congestive heart failure 12, diabetes with chronic complication 6,
diabetes 23 dan peripheral vascular disease 6. Apabila digabungkan antara diabetes dan
diabetes with chronic complication didapatkan hasil persentase sebesar 29 sehingga sama besar dengan
cerebrovascular disease. Martin 2009 melaporkan bahwa dari 12.000 pasien sepsis yang diteliti,
komorbiditas yang paling banyak ditemukan adalah diabetes. Pasien diabetes memiliki beberapa kondisi kerusakan imun seperi penurunan
cell-mediated immunity
dan fagositosis. Diabetes meningkatkan kecenderungan individu terhadap kejadian infeksi serius dalam aliran darah dan resiko disfungsi organ
berkaitan dengan sepsis Iskander et al, 2013. Komorbiditas yang meningkatkan
resiko kematian pada pasien sepsis antara lain kondisi supresi imun, kanker, HIVAIDS, gagal hati dan ketergantungan terhadap alkohol Iskander
et al, 2013 Data keparahan sepsis pasien yang didapat dari rekam medis menunjukkan
bahwa mayoritas pasien mengalami sepsis yaitu sebanyak 19 pasien 73,1 diikuti syok septik 4 pasien 15,4 dan sepsis berat 3 orang 11,3. Lama
perawatan pasien berkisar antara 5-72 hari dengan rerata 20 hari. Angka ini berbeda dengan Danai dan Martin 2005 yang melaporkan rerata 12 hari.