78
Sedangkan dari 52 anak dengan asupan zat besi cukup sebanyak 48 anak 92.3 memiliki status motorik kasar normal. Dari hasil uji statistik diperoleh
p-value sebesar 0.000, artinya pada α= 5 dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara asupan zat besi dengan status motorik kasar.
5.3.10 Analisis Hubungan antara Status Motorik Kasar dengan Asupan Zat Seng Tabel 5.18
Analisis Hubungan antara Status Motorik Kasar dengan Asupan Zat Seng pada Siswa PAUD Wilayah Binaan Puskesmas Kecamatan Kebayoran
Lama Tahun 2014 Asupan
Zat Seng Status Motorik Kasar
Total P-value
Normal Terganggu
N N
N
Kurang 21
46.7 24
53.3 45
100 0.25
Cukup 28
70 12
30 40
100
Total
49 57.6
36 42.4
85 100
Sumber: Data Primer Berdasarkan tabel 5.17 diketahui dari 45 anak dengan asupan zat seng
kurang sebanyak 21 anak 46.7 memiliki status motorik kasar normal. Sedangkan dari 40 anak dengan asupan zat seng cukup sebanyak 28 anak
70 memiliki status motorik kasar normal. Dari hasil uji statistik diperoleh p-value
sebesar 0.25, artinya pada α= 5 dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan zat seng dengan status motorik kasar.
79
5.3.11 Analisis Hubungan antara Status Motorik Kasar dengan Stunting
Tabel 5.19 Analisis Hubungan antara Status Motorik Kasar dengan
Stunting pada Siswa PAUD Wilayah Binaan Puskesmas Kecamatan Kebayoran Lama
Tahun 2014 Stunting
Status Motorik Halus Total
P-value Normal
Terganggu N
N N
Ya 34 94.4
2 5.6
36 100
0.000 Tidak
15 30.6 34
69.4 49
100
Total 49 57.6
36 42.4
85 100
Sumber: Data Primer Berdasarkan tabel 5.18 diketahui dari 36 anak dengan status gizi
pendek stunting sebanyak 34 anak 94.4 memiliki status motorik kasar normal. Sedangkan dari 49 anak tidak dengan status gizi pendek stunting
sebanyak 15 anak 30.6 memiliki status motorik kasar normal. Dari hasil uji statistik diperoleh p-value
sebesar 0.000, artinya pada α= 5 dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara stunting dengan
status motorik kasar.
5.3.12 Analisis Hubungan antara Status Motorik Kasar dengan Stimulasi Psikososial
Tabel 5.20 Analisis Hubungan antara Status Motorik Kasar dengan Stimulasi
Psikososial pada Siswa PAUD Wilayah Binaan Puskesmas Kecamatan Kebayoran Lama Tahun 2014
Stimulasi Psikososial
Status Motorik Halus Total
P-value Normal
Terganggu N
N n
Kurang 5
26.3 14
73.7 19
100 0.003
Cukup 4 37
63.8 21
36.2 58
100 Baik
7 7 87.5
1 12.5
8 100
Total 5 49
57.6 36
42.4 85
100 Sumber: Data Primer
80
Berdasarkan tabel 5.14 diketahui dari 19 anak yang menerima stimulasi psikososial kurang sebanyak 5 anak 26.3 memiliki status motorik kasar
normal dan dari 58 anak yang menerima stimulasi psikososial cukup sebanyak 37 anak 63.8 memiliki status motorik kasar normal. Sedangkan dari 8 anak
yang menerima stimulasi psikososial baik sebanyak 7 anak 87.5 memiliki status motorik kasar sesuai. Dari hasil uji statistik diperoleh p-value sebesar
0.003, artinya pada α= 5 dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara stunting dengan status motorik halus.
81
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Berdasarkan teori untuk menggunakan kuesioner KPSP seharusnya didampingi dengan dokter anak namun dikarenakan waktu penelitian yang tidak
sama dengan jadwal dokter maka digantikan dengan petugas puskesmas yang sudah terlatih. Selain itu di dalam kuesioner HOME Inventory ada beberapa
pertanyaan yang menanyakan bagaimana kondisi fisik lingkungan responden namun dikarenakan keterbatasan waktu maka peneliti tidak mendatangi semua
rumah responden sehingga pada saat responden mengisi kuesioner peneliti menanyakan langsung bagaimana kondisi fisik lingkungan responden. Dan pada
penelitian ini pengumpulan data konsumsi makanan terkait konsumsi energi, protein, zat besi dan seng dilakukan dengan menggunakan metode recall 3x24
jam. Metode tersebut dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 3 x 24 jam yang menggunakan teknik
wawancara dan hanya mengandalkan ingatan responden.
6.2 Gambaran Status Motorik Halus dan Kasar
Menurut Adriana 2011 bahwa gerak atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu serta
dilakukan oleh otot-otot kecil. Sedangkan menurut Soetjiningsih, dkk 2002 motorik halus merupakan aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak
untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian