Keterbatasan Penelitian Gambaran Status Motorik Halus dan Kasar

81

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Berdasarkan teori untuk menggunakan kuesioner KPSP seharusnya didampingi dengan dokter anak namun dikarenakan waktu penelitian yang tidak sama dengan jadwal dokter maka digantikan dengan petugas puskesmas yang sudah terlatih. Selain itu di dalam kuesioner HOME Inventory ada beberapa pertanyaan yang menanyakan bagaimana kondisi fisik lingkungan responden namun dikarenakan keterbatasan waktu maka peneliti tidak mendatangi semua rumah responden sehingga pada saat responden mengisi kuesioner peneliti menanyakan langsung bagaimana kondisi fisik lingkungan responden. Dan pada penelitian ini pengumpulan data konsumsi makanan terkait konsumsi energi, protein, zat besi dan seng dilakukan dengan menggunakan metode recall 3x24 jam. Metode tersebut dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 3 x 24 jam yang menggunakan teknik wawancara dan hanya mengandalkan ingatan responden.

6.2 Gambaran Status Motorik Halus dan Kasar

Menurut Adriana 2011 bahwa gerak atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu serta dilakukan oleh otot-otot kecil. Sedangkan menurut Soetjiningsih, dkk 2002 motorik halus merupakan aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian 82 tubuh tertentu saja dan dilakukan otot kecil tetapi memerlukan koordinasi yang cermat misalnya kemampuan untuk menggambar dan memegang suatu benda. Dari hasil analisis univariat didapatkan bawa paling banyak responden yang memiliki status motorik halus yang normal yaitu 59 orang 69.4 dibandingkan dengan responden yang memiliki status motorik halus yang terganggu yaitu 26 orang 30.6. Pada penelitian ini, responden yang paling banyak memiliki status motorik kasar yang terganggu adalah usia tiga hingga lima tahun dibandingkan dengan responden yang berusia lima hingga enam tahun. Menurut Zaviera 2008 semakin berkembangnya sistem saraf otak yang mengatur otot memungkinkan berkembangnya kompetensi atau kemampuan motorik anak. Hal ini sejalan dengan penelitian Mumtahanah 2004 yang menyatakan bahwa responden balita cenderung memiliki status motorik halus terganggu dibandingkan dengan balita berusia di atas lima tahun. Akibat dari anak yang memiliki motorik halus terganggu adalah ketidakmampuan mengatur keseimbangan. Anak-anak yang mengalami kesulitan dalam mengatur keseimbangan tubuhnya biasanya juga memiliki kesulitan dalam mengontrol gerakan anggota tubuh. Masalah pengaturan keseimbangan tubuh ini berhubungan dengan sistem vestibular yang akan berdampak pada kemampuan anak dalam membaca dan menulis Rumini dan Sundari, 2004. Menurut Soetjiningsih, dkk 2002 motorik kasar adalah bagian dari aktivitas motor yang melibatkan keterampilan otot-otot besar. Gerakan-gerakan seperti tengkurap, duduk, merangkak dan mengangkat leher. Berdasarkan hasil 83 analisis univariat bahwa paling banyak responden yang memiliki status motorik kasar yang normal yaitu 49 orang 57.6 dibandingkan dengan responden yang memiliki status motorik kasar yang terganggu yaitu 36 orang 42.4. Hal ini sejalan dengan penelitian Dewi dan Kartika 2010 yang menyatakan bahwa responden yang berusia lima tahun kebawah cenderung memiliki status motorik kasar terganggu dibandingkan dengan responden berusia di atas lima tahun. Menurut Adriana 2011 gangguan pada motorik kasar adalah yang berhubungan dengan perkembangan pergerakan dan sikap tubuh yaitu keterlambatan dalam keterampilan otot-otot besar seperti merangkak, berjalan, berlari, melompat atau berenang. Apabila dibandingkan dengan target program SDIDTK tingkat puskesmas yaitu presentase kasus perkembangan anak yang ditemukan sebesar 90 maka dapat disimpulkan bahwa status motorik kasar dan halus di PAUD wilayah binaan Puskesmas Kecamatan Kebayoran Lama masih belum merupakan masalah serius namun jika kasus motorik dibiarkan akan terus meningkat dan akan berdampak pada perkembangan anak yang lainnya seperti perkembangan kognitif, sosial dan bahasa. Oleh karena itu dari pihak Puskesmas wilayah Kecamatan Kebayoran Lama mewajibkan setiap PAUD wilayah binaannya untuk mengikuti program SDIDTK setiap tahunnya untuk memantau perkembangan anak khususnya perkembangan motorik.

6.3 Gambaran dan Hubungan Asupan Energi dengan Status Motorik Kasar dan Halus

Dokumen yang terkait

Hubungan Pemberian Stimulasi Dengan Perkembangan Motorik Halus Anak Usia 1-5 Tahun di Gampong Rantau Panyang Barat Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014

5 74 101

HUBUNGAN STATUS GIZI TERHADAP STATUS PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK USIA 0 – 3 TAHUN (BATITA) DI KECAMATAN KEJAYAN KABUPATEN PASURUAN

0 15 2

Hubungan asupan zat gizi (energi, protein, besi dan seng), stunting dan stimulasi psikososial dengan status motorik anak usia 3-6 Tahun di paud wilayah Binaan Puskesmas Kecamatan Kebayoran Lama Tahun 2014

7 37 152

Hubungan Asupan Gizi Terhadap Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6-18 Bulan Di Kelurahan Pamulang Barat Kecamatan Pamulang Tahun 2014

0 6 146

Gambaran asupan karbohidrat dan status gizi anak usia 13-15 tahun di Madrasah Pembangunan UIN Jakarta tahun 2015

1 18 58

HUBUNGAN ASUPAN MIKRONUTRIEN DAN STATUS GIZI ANAK USIA 2-5 TAHUN DI WILAYAH POSYANDU GONILAN Hubungan Asupan Mikronutrien dan Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun di Wilayah Posyandu Gonilan.

0 4 17

HUBUNGAN ASUHUBUNGAN ASUPAN MIKRONUTRIEN DAN STATUSGIZI ANAK USIA 2-5 TAHUN DI WILAYAH POSYANDU GONILAN Hubungan Asupan Mikronutrien dan Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun di Wilayah Posyandu Gonilan.

0 3 12

Hubungan antara stimulasi dan status gizi dengan Perkembangan anak usia 3-4 tahun di wilayah kerja Puskesmas Kuranji Posyandu Taruko.

0 1 8

ASUPAN ZAT GIZI MAKRO DAN SERAT MENURUT STATUS GIZI ANAK USIA 6-12 TAHUN DI PULAU SULAWESI

0 0 8

HUBUNGAN STIMULASI DINI SENSORIS DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK USIA 2-3 TAHUN DI PAUD A LESTARI SURABAYA SKRIPSI

0 0 19