24
2.4 Pengaruh Status Gizi berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur TBU terhadap Status Motorik
2.4.1 Penilaian Status Gizi
Menurut Supariasa 2002 status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan
dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu, dan dapat diartikan pula sebagai keadaan tubuh berupa hasil akhir dari keseimbangan antara zat
gizi yang masuk ke dalam tubuh dan juga perwujudan manfaatnya. Menurut Supariasa 2002, penilaian status gizi secara langsung
yaitu antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Antropometri secara
umum digunakan
untuk melihat
ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh
seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh Supariasa, 2002.
2.4.2 Indeks Antropometri
Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut Indeks Antropometri.
Menurut WHO 2005 standar antropometri penilaian status gizi anak berdasarkan TBU dan ambang batasnya adalah sebagai berikut:
25
Tabel 2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak berdasarkan Indeks TBU
Indeks Kategori Status Gizi
Ambang Batas Z-Score Tinggi Badan Umur
Anak Sangat Pendek
-3 SD Pendek
-3 SD sd -2 SD Normal
-2 SD sd 2 SD Sumber: Kemenkes RI, 2011
Indeks TBU memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan sebagai berikut Supariasa, 2002:
a. Kelebihan 1. Baik untuk menilai status gizi masa lampau.
2. Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa. b. Kekurangan
1. Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun. 2. Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak
sehingga diperlukan dua orang untuk melakukannya. 3. Ketepatan umur sulit didapat.
2.4.3 S tunting
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh
seiring dengan pertambahan umur. Berdasarkan karakteristik tersebut, maka indeks ini menggambarkan status gizi masa lalu Supariasa, 2002.
Menurut penjelasan Hurlock 2000 status gizi lampau yaitu stunting berkaitan erat dengan status motorik karena status motorik merupakan
26
perkembangan dari pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat saraf, urat saraf dan otot yang terkoordinasi sehingga pengendalian
tersebut berasal dari perkembangan refleksi dan kegiatan masa yang ada pada waktu lahir.
Kaitan status motorik dengan status gizi lampau juga dijelaskan oleh Georgieff 2001 dimana ketidakmampuan untuk mencapai
pertumbuhan dan perkembangan optimal merupakan keadaan malnutrisi kronik juga berkaitan dengan perkembangan otak anak. Hal ini disebabkan
oleh adanya keterlambatan kematangan sel-sel saraf terutama di bagian cerebellum yang merupakan pusat koordinasi gerak motorik sehingga
koordinasi sel saraf dengan otot menjadi kurang baik. Menurut Herawati 2009 tahapan perkembangan sel dan jaringan
saraf dalam otak dibagi menjadi beberapa tahap, diantaranya adalah: 1. Periode pertama sekitar masa kehamilan 32 minggu dan periode
kedua sekitar anak berumur 15 bulan. Gizi yang cukup selama kehamilan akan menghasilkan bayi dengan berat otak dan jumlah sel
otak yang optimal. Pada saat lahir 23 jumlah sel otak telah terbentuk tapi berat otak baru mencapai sepertiganya. Hal ini memberikan
indikasi bahwa sebagian besar pembelahan sel otak terjadi pada saat janin dalam kandungan. Dalam kandungan, sel-sel otak janin
bertambah banyak dengan kecepatan sekita 250 ribu sel setiap menit. 2. Periode kedua yang paling krusial paska kelahiran terjadi pada usia
dini khususnya pada usia 0-2 tahun. Pada masa ini selain terjadi
27
pembesaran sel otak yang amat pesat, juga masih terjadi pembelahan sel otak untuk melanjutkan 23 jumlah sel otak yang telah ternbentuk
pada saat anak lahir. 3. Periode ketiga, Usia 3-6 tahun adalah masa kritis ketiga. Pada usia ini
pertumbuhan dan perkembangan juga berlangsung pesat untuk melanjutkan dan memantapkan potensi yang sudah dibangun pada
usia sebelumnya. Menurut Rumini dan Sundari 2004 prinsip perkembangan
motorik adalah perkembangan motorik tidak akan terjadi sebelum matangnya sistem syaraf dan otot yaitu pada periode prenatal dimana
perkembangan motorik akan terjadi sebelum periode prenatal dan berlangsung saat sistem syaraf mengalami perkembangan yaitu anak
pada usia 0-6 tahun. Namun Zaviera 2008 menjelaskan semakin berkembangnya sistem saraf otak yang mengatur otot memungkinkan
berkembangnya kompetensi atau kemampuan motorik anak. variasi siswa di PAUD wilayah Kecamatan Kebayoran Lama juga pada usia 3-
6 tahun sehingga populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah anak usia 3-6 tahun.
Pada penelitian Kartika et al 2002 didapatkan anak usia 3-5 tahun mengalami perkembangan motorik kasar lebih rendah pada anak
yang mengalami stunting dibandingkan dengan anak yang tidak stunting, dimana anak yang mengalami stunting mempunyai risiko 6
kali lebih besar mengalami gangguan perkembangan motorik kasar
28
dibandingkan dengan anak dengan status gizi normal. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara stunting
dengan perkembangan motorik kasar pada anak usia 3-5 tahun. Hal yang serupa juga dibuktikan pada penelitian Olney et al
2007 bahwa anak di daerah Zanzibari, Afrika Timur yang stunting memiliki skor Total Motor Activity TMA atau jumlah aktivitas
motorik lebih rendah dan membutuhkan waktu yang lama dalam melakukan gerakan-gerakan perpindahan. Sedangkan pada penelitian
Susanty 2012 bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara derajat stunting dengan perkembangan motorik halus dan kasar anak
balita.
2.5 Pengaruh Asupan Zat Gizi Energi, Protein, Besi dan Seng dengan Status Motorik