33
Self actualization menurut istilah Maslow ialah pemenuhan dirinya sendiri dan realisasi dari potensi pribadi. Aktualisasi diri self
actualization didefinisikan sebagai keinginan untuk menjadi apapun yang ingin dia lakukan. Maslow menempatkan self actualization paling atas dari
hierarki kebutuhan manusia. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai
implikasi yang penting yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Di sekolah, deficiency needs yang paling penting
adalah kebutuhan siswa untuk dicintai dan dihargai. Jika siswa merasa tidak dicintai dan dihargai dan dianggap tidak mampu, mereka tidak
mempunyai motivasi kuat untuk mencapai tujuan growth needs, seperti ingin mencari pengetahuan lebih lanjut untuk dirinya sendiri, atau kreatif
dan terbuka untuk ide-ide baru dari orang lain. Seorang guru yang dapat membuat siswa merasa senang, merasa diterima, dihargai sebagai individu
dan dicintai, mungkin akan membuat mereka ingin belajar dan kreatif terhadap ide-ide baru.
43
B. Hadits
1. Pengertian Hadits
Secara etimologi hadits adalah kata benda isim dari kata al-Tahdits yang diartikan al-Ikhbar, yakni pemberitaan, kemudian menjadi termin nama suatu
perkataan, perbuatan, dan persetujuan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. Pemberitaan yang merupakan makna dari kata hadits sudah
dikenal orang Arab sejak J ahiliyah yaitu untuk menunjuk “hari-hari yang
popular” dengan nama al-Ahadits.
44
Demikian juga kata Hadits juga berasal dari akar kata:
Yang memiliki beberapa makna, diantaranya:
43
Ibid., h. 348.
44
Majid Khon, dkk., Ulumul Hadits, Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah, 2005, h. 2.
34
a. Al-Jadid baru, antonim dari kata al-Qodim, yakni terdahulu. Barangkali
makna etimologi ini mempunyai konteks teologis, bahwa segala kalam selain kalam Allah bersifat Hadits baru, sedangkan kalam Allah bersifat
Qadim terdahulu. b.
Al-Qarib dekat atau dalam waktu dekat belum lama misalnya: baru masuk Islam.
c. Al-Khabar berita, oleh karena itu ungkapan pemberitaan hadits selalu
menggunakan ungkapan memberitakan kepada kami,
mengabarkan kepada kami, dan menceritakan kepada kami. Dari segi terminologi, hadits menurut muhadditsin adalah:
“Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi baik berupa perkataan atau perbuatan atau persetujuan dan atau sifat.
”
45
Berdasarkan definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa hadits merupakan sumber berita yang diperoleh dan datang dari Nabi Muhammad saw dalam
segala bentuk baik berupa perkataan, perbuatan, sikap persetujuan, dan sifat- sifatnya baik sifat fisik khalqiyah dan sifat perangai khuluqiyah, baik
berkaitan dengan hukum atau tidak. Hadits merupakan jalan atau cara yang pernah dicontohkan Nabi Muhammad saw dalam perjalanan kehidupannya
melaksanakan dakwah Islam. Contoh yang diberikan beliau dapat dibagi kepada tiga bagian.
a. Hadits Qauli perkataan, misalnya sabda Nabi di berbagai tempat dan
penjelasan Nabi tentang hukum-hukum Islam, seperti sabda beliau: “Sesungguhnya sahnya amal tergantung niat…” H.R. Bukhari dan
Muslim. b.
Hadits Fi’li perbuatan, yaitu perbuatan Nabi yang diriwayatkan oleh para sahabat seperti wudhu, shalat, dan ibadah Nabi saw.
45
Ibid, h. 3.
35
c. Hadits Taqriri persetujuan, yaitu perbuatan atau perkataan para sahabat
yang disetujui Nabi baik beliau diam ketika mengetahuinya tanda setuju atau menggaris bawahinya.
d. Hadits Washfi sifat, sifat Nabi adakalanya sifat fisik khalqiyah dan sifat
perangai khuluqiyah. Ulama al-
Syafi’iyah memasukkan bagian dari Sunnah apa yang dicita- citakan Rasul saw sunnah hammiyah sekalipun baru rencana dan belum
dilakukannya, karena beliau tidak merencanakan sesuatu kecuali yang benar dan dicintai dalam agama, dituntut dalam syari’at Islam, dan beliau diutus
untuk menjelaskan syariat Islam. Seperti cita-cita beliau berpuasa tanggal 8 Dzulhijjah.
Kesemua contoh yang telah ditunjukkan Nabi merupakan acuan dan sumber yang dapat digunakan umat Islam dalam seluruh aktifitas
kehidupannya. Hal ini disebabkan, meskipun secara umum bagian terbesar dari syari’ah Islam telah terkandung dalam Al-Qur’an, namun muatan hukum
yang terkandung belum mengatur berbagai dimensi aktivitas kehidupan ummat secara terperinci dan analitis.
Untuk itu diperlukan keberadaan hadits Nabi sebagai penjelas dan penguat hukum-hukum dalam Al-
Qur’an sekaligus sebagai pedoman bagi kemaslahatan hidup manusia dalam semua aspeknya. Dari sini dapat dilihat
bagaimana posisi dan fungsi hadits Nabi sebagai sumber pendidikan Islam yang utama setelah Al-
Qur’an.
46
2. Kedudukan dan Fungsi Hadits
a. Kedudukan Hadits
Dalam Islam, hadits mendapatkan peranan yang terpenting kedua setelah Al-Quran. Kedudukannya sendiri, sebagaimana dijelaskan oleh Dr. H. Abdul
Majid Khon dalam bukunya Ulumul Hadits, adalah sebagai sumber hukum Islam.
47
Dan hal ini merupakan hasil konsensus para ulama. Dari segi urutan
46
Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001, h. 97-98
47
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, Jakarta: Amzah, 2008, cet. I, h. 22.
36
tingkatan dasar Islam ini hadits menjadi dasar hukum Islam Tasyri‟iyyah
kedua setelah al-Quran. Uraian-uraian di bawah ini merupakan paparan tentang kedudukan
hadits sebagai sumber hukum Islam dengan melihat beberapa dalil,
48
diantaranya yaitu: 1
Dalil al-Quran dalam surat Ali „Imran ayat: 179
“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga dia menyisihkan yang
buruk munafik dari yang baik mukmin. Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi
Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya; dan jika
kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala yang besar.
”
49
Melalui ayat ini Allah memberikan gambaran adanya pemisahan antara orang-orang yang munafik dan orang-orang yang beriman. Oleh karena itu,
adanya tuntutan khusus bagi orang mukmin untuk taat dan patuh kepada Allah dan Rasul-Nya.
50
2 Dalil Hadits
Sabda Rasul :
“Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian yang kalian tidak akan tersesat selagi berpegang teguh pada keduanya, yaitu berupa kitab
Allah dan Sunnah Rasul-Nya. ”
48
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006, h. 49.
49
Ibid, h. 50.
50
I bid, ….
51
Imam Malik, Muwattha, Bab an- Nahyu „anil Qauly bil Qadari, Jakarta: Pustaka Azzam,
2010, juz 5, no. 3338, h. 1323.
37
b. Fungsi Hadits