Pengertian Pendidikan Humanis Pendidikan Humanis

19 Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa, guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran. Dari perspektif humanistik, pendidik seharusnya memperhatikan pendidikan lebih responsif terhadap kebutuhan kasih sayang affective siswa. Kebutuhan afektif adalah kebutuhan yang berhubungan dengan emosi, perasaan, nilai, sikap, predisposisi, dan moral. 20 Menurut Hamacheek dalam buku Psikologi Belajar karya Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, “guru-guru yang efektif tampaknya adalah guru-guru yang manusiawi. Mereka mempunyai rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis daripada autokratik, dan mereka mampu berhubungan dengan mudah dan wajar dengan para siswa, baik secara perorangan ataupun secara kelompok. ” 21 Guru-guru yang percaya bahwa setiap siswa itu mempunyai kemampuan untuk belajar akan mempunyai perilaku yang lebih positif terhadap siswa-siswa mereka. Menurut Combs dan kawan-kawan, ciri-ciri guru yang baik ialah sebagai berikut: 1 Guru yang mempunyai anggapan bahwa orang lain itu mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah mereka sendiri dengan baik. 2 Guru yang melihat bahwa orang lain mempunyai sifat ramah dan bersahabat dan bersifat ingin berkembang. 3 Guru yang cenderung melihat orang lain sebagai orang yang sepatutnya dihargai. 4 Guru yang melihat orang-orang dan perilaku mereka pada dasarnya berkembang dari dalam; jadi bukan merupakan produk yang dari peristiwa-peristiwa eksternal yang dibentuk dan yang digerakkan. Dia melihat orang-orang mempunyai kreativitas dan dinamika; jadi bukan orang yang pasif atau lamban. 5 Guru yang menganggap orang lain itu pada dasarnya dipercaya dan dapat diandalkan dalam pengertian dia akan berperilaku menurut aturan-aturan yang ada. 20 Sri Esti Wuryani Djiwandono, loc.cit, h. 181. 21 Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2013, h. 237. 20 6 Guru yang melihat orang lain itu dapat memenuhi dan meningkatkan dirinya, bukan menghalangi, apalagi mengancam. 22 Guru yang humanis bukanlah guru yang pemarah atau keras, guru yang pemarah akan menyebabkan anak didik takut. Ketakutan itu dapat bertumbuh atau berkembang menjadi benci. Karena takut itu menimbulkan derita atau ketegangan dalam hati anak. Jika ia sering menderita oleh seorang guru, maka guru tersebut akan dijauhinya agar dapat menghindari derita yang mungkin terjadi. Apabila anak didik benci kepada guru, maka ia tidak akan berhasil mendapat bimbingan dan pendidikan dari guru tersebut, selanjutnya ia akan menjadi bodoh walaupun kecerdasannya tinggi. 23 Peranan guru dalam pendidikan humanis adalah secara terus menerus melakukan segala sesuatu untuk membantu siswa membangun self concept mereka. Ini berarti bahwa guru melibatkan siswa di dalam proses belajar sehingga mereka memiliki pengalaman-pengalaman sukses, merasa diterima, disukai, dihormati, dikagumi, dan sebagainya. Ini berarti bahwa guru harus memperlakukan setiap orang sebagai individu dengan kebutuhan-kebutuhannya yang tertentu pula. 24 Guru tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada siswa. Guru-guru harus sebagai narasumber, tetapi tidak bersikap otoriter yang memaksakan jawaban yang benar. Anak-anak harus bebas untuk membentuk pengertian mereka sendiri. Sehingga menurut Zakiah Daradjat, “guru yang sukses adalah guru yang memilih bagi anak didiknya pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan tubuh dan mentalnya. Dalam proses mengajar, guru harus memperhatikan keadaan murid, tingkat pertumbuhan dan perbedaan perorangan yang terdapat di antara mereka. ” 25 Maka hal ini berimplikasi bahwa guru harus dapat memahami dan mengetahui perkembangan psikologis anak. 22 Ibid., h. 238. 23 Zakiah Daradjat, op.cit, h. 11. 24 Moh. Amin, dkk., op.cit, h. 9. 25 Zakiah Daradjat, loc.cit, h. 15. 21 b. Siswa Dalam bahasa Indonesia, makna siswa, murid, pelajar, dan peserta didik merupakan sinonim. Semuanya bermakna anak yang sedang berguru belajar, bersekolah, anak yang sedang memperoleh pendidikan dasar dari suatu lembaga pendidikan. Dapat dikatakan juga bahwa anak didik merupakan semua orang yang belajar, baik pada lembaga pendidikan secara formal maupun lembaga pendidikan non formal. 26 Peserta didik ditempatkan sebagai pusat central dalam aktifitas belajar. Peserta didik menjadi pelaku dalam memaknai pengalaman belajarnya sendiri. Dengan demikian, mereka diharapkan mampu menemukan potensinya dan mengembangkan potensi tersebut secara maksimal. Peserta didik bebas berekspresi cara-cara belajarnya sendiri. Mereka menjadi aktif dan tidak sekedar menerima informasi yang disampaikan oleh guru. Tujuan pengajaran harus mempunyai arti penting bagi siswa. Tidak cukup jelasnya tujuan hanya dalam otak siswa, atau siswa mengetahui keberhasilannya dalam mencapai tujuan tersebut, akan tetapi hendaknya tujuan itu dirasakannya penting. Hal itu tidak akan tercapai, kecuali jika tujuan tersebut dihubungkan dengan kehidupan, lingkungan, dan keperluan siswa. Semakin dekat tujuan itu kepada keperluan dan kehidupannya, akan semakin besar dorongan siswa untuk mencapainya. Agar tujuan tersebut penting bagi siswa, hendaknya mereka yang menentukannya sendiri dengan memikirkannya. 27 Di samping itu, siswa juga harus mempunyai substantial hand dalam mengarahkan diri mereka, memilih apa yang akan dipelajari, sampai tahap mana ia akan belajar, kapan dan bagaimana ia akan belajar. Hal tersebut dimaksudkan agar siswa memiliki self directed, self-motivated, dan bukan sebagai penerima informasi pasif. c. Metode Pembelajaran Dari segi bahasa, metode berasal dari dua kata, yaitu kata “metha” yang berarti melalui dan kata “hodos” yang berarti jalan, dengan demikian 26 Abuddin Nata dan Fauzan eds, op.cit, h. 248-249. 27 Zakiah Daradjat, op.cit, h. 18. 22 metode berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu. Jalan mencapai tujuan ini bermakna ditempatkan pada posisi sebagai cara untuk menemukan, menguji dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan ilmu atau tersistematisasikannya. Dengan pengertian tersebut berarti metode lebih memperlihatkan sebagai alat untuk mengolah dan mengemban suatu gagasan. 28 Zakiah Daradjat menjelaskan, ”metode mengajar adalah sistem penggunaan teknik-teknik di dalam interaksi dan komunikasi antara guru dan murid dalam pelaksanaan program belajar-mengajar sebagai proses pendidikan. ” 29 Metode pembelajaran bersifat prosedural, artinya menggambarkan prosedur bagaimana mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, tepat bila dikatakan bahwa setiap metode pembelajaran mencakup kegiatan-kegiatan sebagai bagian atau komponen dari metode itu. Adapun prinsip-prinsip dalam memilih metode mengajar menurut Engkoswara yaitu: 1 Asas maju berkelanjutan continuous progress yang artinya memberi kemungkinan kepada murid untuk mempelajari sesuatu sesuai dengan kemampuannya. 2 Penekanan pada belajar sendiri, artinya anak-anak diberi kesempatan untuk mempelajari dan mencari sendiri bahan pelajaran lebih banyak lagi dari pada yang diberikan oleh guru. 3 Bekerja secara tim, dimana anak-anak dapat mengerjakan sesuatu pekerjaan yang memungkinkan anak bekerja sama. 4 Multidisipliner, yaitu memungkinkan anak-anak untuk mempelajari sesuatu meninjau dari berbagai sudut. 5 Fleksibel, yaitu dapat dilakukan menurut keperluan dan keadaan. 30 Pendekatan humanisme menekankan pentingnya emosi atau perasaan, komunikasi terbuka, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap siswa. Untuk itu, metode pembelajaran humanistik mengarah pada upaya untuk mengasah nilai-nilai kemanusiaan siswa. Sehingga para pendidik 28 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997, cet. I, h. 91. 29 Zakiah Daradjat, op.cit, h. 41. 30 Engkoswara, Dasar-dasar Metodologi Pengajaran, Jakarta: Bina Aksara, 1988, h. 46.