Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
5
perkembangan anak didik. Pendidik berfungsi sebagai fasilitator dan penunjuk jalan ke arah penggalian potensi peserta didik tersebut.
Dalam pendidikan yang mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan, pendidik merupakan tokoh sentral terhadap berkembangnya kemampuan dan potensi anak
didik. Pendidik bukan hanya sekedar mentransfer ilmu dan informasi belaka, namun lebih dari pada itu. Guru dikatakan sukses dalam mengajar apabila ia
mampu menanam kedisiplinan terhadap siswa, namun siswa tetap bergembira dalam belajar. Apabila guru mengeluh terhadap siswa yang tidak berminat belajar,
hal itu dapat terjadi dikarenakan siswa tidak berminat melakukan apa yang dikehendaki oleh guru. Kalau saja guru tersebut lalu mengadakan aktivitas-
aktivitas yang lain yang lebih menyenangkan bagi siswa, bisa saja mereka akan berubah sikap dan reaksinya.
Selain itu, sebaik apapun tujuan pendidikan, jika tidak didukung oleh metode pembelajaran yang tepat, tujuan tersebut sangat sulit untuk dapat tercapai dengan
baik. Sebuah metode akan mempengaruhi sampai tidaknya suatu informasi secara lengkap atau tidak. Bahkan sering disebutkan cara atau metode kadang lebih
penting dari pada materi itu sendiri. Oleh sebab itu pemilihan metode pembelajaran harus dilakukan secara cermat, disesuaikan dengan berbagai faktor
terkait, sehingga hasil pendidikan dapat memuaskan.
8
Keadaan yang terjadi saat ini, banyak guru yang masih menggunakan metode- metode pembelajaran konvensional dan tidak bervariasi, penanaman pengetahuan
yang tidak sampai pada konsep atau pengertian dan nilai, dan suasana kelas yang aktif-negatif, dimana siswa lebih aktif mencatat dan mendengarkan dari pada aktif
berbicara. Penggunaan metode tersebut secara terus menerus akan menghilangkan kreativitas berpikir siswa dan menghilangkan hak dan kebebasan siswa untuk
belajar sesuai yang diinginkannya. Oleh karena itu pendidikan haruslah benar-benar membantu peserta didik
untuk menumbuhkembangkan aspek-aspek dirinya. Perlu dikembangkan
8
Anwar Qomari, Pendidikan Sebagai Karakter Budaya Bangsa, Jakarta: UHAMKA Press, 2003, h. 42.
6
pendidikan yang tidak hanya menekankan aspek ingatan, hafalan, memorizing berbasis materi saja, namun sampai pada aspek penalaran dan kemampuan
menggunakan keterampilan secara baik serta sifat berpikir yang aktif-positif. Pendidikan yang humanis melihat peserta didik dalam konteksnya sebagai
manusia yang memiliki keunikan masing-masing. Anak didik seharusnya di tempatkan sebagai sosok pribadi yang pada hakekatnya seorang manusia dengan
segala kekurangan dan kelebihannya. Di sinilah letak nilai dari sebuah pendidikan humanis, dengan menempatkan anak didik sebagai pribadi yang utuh. Utuh
sebagai insan manusia yang butuh pendampingan dan pendidikan dalam sebuah dinamika hubungan antar manusia.
Begitulah pendidikan humanis memandang pendidik dan peserta didik, lebih menekankan kepada nilai kemanusiaan. Namun menurut Sulaeman, pendidikan
belum mampu mencapai titik idealnya yakni memanusiakan manusia, yang terjadi justru sebaliknya yakni menambah rendah derajat dan martabat manusia. Makna
pendidikan yang belum terealisasikan ini menurutnya terkait dengan situasi sosio- historis dan kondisi lingkungan yang melingkupinya. Seperti halnya penjajahan
yang dilakukan Barat kaum kolonialisme terhadap bangsa Indonesia selama berabad-abad ternyata membawa dampak yang sangat serius terhadap pola pikir
dunia pendidikan, sehingga amat berpengaruh juga terhadap proses pendidikan yang berlangsung. Salah satu dampak yang paling buruk dari kolonialisme yang
telah melanda negara-negara jajahan khususnya negara Islam adalah dengan munculnya sebuah masyarakat kelas “elit” yang lebih tepat disebut sebagai “anak-
anak yang tertipu.” Produk dari sistem pendidikan Barat yang “mengagumkan”
ini didesain untuk membentuk sebuah kelas yang tercerabut dari tradisi budaya dan moralnya.
9
Sehingga para elit yang terbaratkan, yang tercerabut dari akar budayanya melihat Barat dengan rasa kagum yang teramat besar seakan-akan Barat
adalah segala-galanya. Akibatnya, banyak para ahli diantaranya ahli-ahli
9
Sulaeman Ibrahim, Pendidikan Sebagai Imperialisme dalam Merombak Pola Pikir Intelektualisme Muslim, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000, h. 81.
7
pendidikan ataupun pendidik lebih berkiblat kepada budaya dan para tokoh pendidikan Barat. Padahal sebenarnya dalam Islam pun nilai-nilai kemanusiaan
sangat dianjurkan, bahkan diharuskan. Hal ini tercermin dari banyaknya ayat-ayat al-Quran dan hadits-hadits Nabi yang sarat akan nilai-nilai tersebut.
Keberadaan hadits Nabi sebagai penjelas dan penguat hukum-hukum dalam al-
Qur’an sekaligus sebagai pedoman bagi kemaslahatan hidup manusia dalam semua aspeknya banyak memerintahkan mengenai hal-hal hablum minannaas,
yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan sosial bermasyarakat. Hal ini disebabkan, meskipun secara
umum bagian terbesar dari syari’ah Islam telah terkandung dalam al-
Qur’an, namun muatan hukum yang terkandung belum mengatur berbagai dimensi aktivitas kehidupan ummat secara terperinci dan
analitis. Hadits merupakan sumber pokok ajaran Islam kedua setelah al-Quran. Fungsi
hadits sebagai penjelas al-Quran menempatkan hadits pada posisi yang sangat sentral dalam Islam. Sebenarnya, antara al-Quran dan hadits tidak dapat
dipisahkan. Munculnya hadits yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad saw pada hakikatnya merupakan suatu perwujudan dari wahyu al-Quran. Oleh karena
itu, secara ontologis kedua sumber ini tidak bisa dipisahkan. Hadits Nabi yang jumlahnya ribuan bahkan ratusan ribu mengandung aneka
nilai yang cukup kaya. Itu semua merupakan sumber inspirasi yang tidak akan pernah habis untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Banyak sekali perintah
Nabi dalam haditsnya yang menganjurkan dalam memberikan pengajaran haruslah selalu memperhatikan nilai-nilai asasi manusia.
Nabi Muhammad saw adalah seorang pendidik yang sangat profesional. Nilai-nilai pendidikan yang ada dalam diri Nabi Muhammad saw menunjukkan
bahwa beliau telah berhasil menjadi guru yang profesional. Beliau mampu berkomunikasi dengan setiap orang sesuai dengan kadar kesanggupan orang
tersebut.
10
Dalam haditsnya beliau menyatakan:
10
Abuddin Nata dan Fauzan eds, Pendidikan dalam Perspektif Hadits, Ciputat: UIN Jakarta Press, 2005, cet. I, h. 28.
8
Kami para Nabi diperintahkan untuk menempatkan manusia sesuai dengan kedudukan mereka dan berbicara terhadap mereka sesuai dengan tingkat
pemikiran mereka. H.R. Abu Dawud.
Berdasarkan hadits tersebut dapatlah dipahami bahwa Rasulullah saw telah mengingatkan kepada umat Islam bahwa mendidik harus dilakukan dengan
berdasar atas nilai-nilai kemanusiaan. Kesemua contoh yang telah ditunjukkan Nabi Muhammad saw dalam haditsnya merupakan acuan dan sumber yang dapat
digunakan umat Islam dalam seluruh aktivitas kehidupan. Banyaknya pendidik yang tidak meneladani cara-cara mendidik sebagaimana
yang dicontohkan oleh Rasulullah namun lebih kepada pemikiran pendidikan dari Barat, membuat penasaran penulis untuk mengungkap konsep pendidikan bukan
hanya dari pemikiran para tokoh Barat saja, tetapi juga dari perspektif al-Quran dan hadits. Karena bagaimanapun, jauh-jauh hari sebelumnya kedua sumber
ajaran Islam ini telah memberikan pelajaran kepada kita akan pentingnya nilai- nilai humanisme.
Maka berangkat dari latar belakang tersebut, penulis tergerak untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan humanis seperti apa yang diajarkan Islam
melalui ayat-ayat al-Quran dan hadits-hadits Nabi. Selain itu penulis juga ingin membuktikan bahwa kajian mengenai pendidikan humanis bukan hanya lebih
banyak dibahas oleh para pemikir Barat saja. Terkait dengan penelitian ini, penulis hanya berusaha untuk meneliti
pendidikan humanis seperti apa yang diajarkan Islam yang terdapat dalam hadits saja. Sehingga penulis mencoba meneliti bagaimanakah konsep pendidik dan
metode pembelajaran yang humanis menurut sudut pandang hadits. Maka kemudian penulis tergerak untuk menyusun sebuah tulisan yang semoga dapat
menjadi suatu bahan acuan bagi penulis maupun seluruh pelaku pendidikan pada umumnya dengan judul
“Konsep Pendidikan Humanis dalam Perspektif Hadits”.
9