UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
e.  Melakukan penilaian
terhadap kepatuhan
pasien dalam
menggunakan obat f.  Melakukan penilaian rasionalitas obat yang diresepkan
g.  Melakukan  penilaian  terhadap  pemahaman  pasien  terhadap  obat yang digunakan
h.  Melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan obat i.  Melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan obat
j.  Memeriksa adanya  kebutuhan  pasien terhadap  obat  dan  alat  bantu kepatuhan minum obat.
C. Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi  obat  merupakan  prosesmembandingkan  instruksi pengobatan  dengan  obat  yang  telah  didapat  pasien.  Rekonsiliasi
dilakukan  untuk  mencegah  terjadinya  kesalahan  obat  medication error  seperti  obat  tidak  diberikan,  duplikasi,  kesalahan  dosis  atau
interaksi  obat.  Kesalahan  obat  medication  error  rentan  terjadi  pada pemindahan  pasien  dari  satu  rumah  sakit  ke  rumah  sakit  lain,  antar
ruang  perawatan,  serta  pada  pasien  yang  keluar  dari  rumah  sakit  ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya.
Tujuan dilakukannya rekonsiliasi obat adalah: a.  Memastikan  informasi  yang  akurat  tentang  obat  yang  digunakan
pasien b.  Mengidentifikasi  ketidaksesuaian  akibat  tidak  terdokumentasinya
instruksi dokter c.  Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi
dokter.
D. Pelayanan Informasi Obat PIO
Pelayanan  Informasi  Obat  PIO  merupakan  kegiatan penyediaan  dan  pemberian  informasi,  rekomendasi  obat  yang
independen,  akurat,  tidak  bias,  terkini  dan  komprehensif  yang dilakukan  oleh  apoteker  kepada  dokter,  apoteker,  perawat,  profesi
kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit. PIO bertujuan untuk:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
a.  Menyediakan  informasi  mengenai  obat  kepada  pasien  dan  tenaga kesehatan  di lingkungan  rumah  sakit  dan  pihak lain  di luar  rumah
sakit b.  Menyediakan
informasi untuk
membuat kebijakan
yang berhubungan  dengan  obasediaan  farmasi,  alat  kesehatan,  dan
bahan medis habis pakai, terutama bagi tim farmasi dan terapi c.  Menunjang penggunaan obat yang rasional.
E. Konseling
Konseling  obat  adalah  suatu  aktivitas  pemberian  nasihat  atau saran  terkait  terapi  obat  dari  apoteker  konselor  kepada  pasien
danatau  keluarganya.  Konseling  untuk  pasien  rawat  jalan  maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif
apoteker,  rujukan  dokter,  keinginan  pasien  atau  keluarganya. Pemberian  konseling  yang  efektif  memerlukan  kepercayaan  pasien
danatau keluarga terhadap apoteker. Pemberian  konseling  obat  bertujuan  untuk  mengoptimalkan
hasil  terapi,  meminimalkan  risiko  ROTD,  dan  meningkatkan  cost- effectiveness
yang pada
akhirnya meningkatkan
keamanan penggunaan obat bagi pasien patient safety.
F. Visite
Visite  merupakan  kegiatan  kunjungan  ke  pasien  rawat  inap yang  dilakukan  apoteker  secara  mandiri  atau  bersama  tim  tenaga
kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji  masalah  terkait  obat,  memantau  terapi  obat  dan  reaksi  obat
yang  tidak  dikehendaki,  meningkatkan  terapi  obat  yang  rasional,  dan menyajikan  informasi  obat  kepada  dokter,  pasien  serta  profesional
kesehatan lainnya. Visite  juga  dapat  dilakukan  pada  pasien  yang  sudah  keluar
Rumah  Sakit  baik  atas  permintaan  pasien  maupun  sesuai  dengan program  Rumah  Sakit  yang  biasa  disebut  dengan  pelayanan
kefarmasian di rumah Home Pharmacy Care.
G. Pemantauan Terapi Obat PTO
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pemantauan Terapi Obat PTO merupakan suatu proses yang mencakup  kegiatan  untuk  memastikan terapi  obat  yang  aman,  efektif
dan rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko ROTD.
Kegiatan dalam PTO meliputi: a.  Pengkajian  pemilihan  obat,  dosis,  cara  pemberian  obat,  respons
terapi, ROTD. b.  Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat
c.  Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat.
H. Monitoring Efek Samping Obat MESO
Monitoring  Efek  Samping  Obat  MESO  merupakan  kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang
terjadi  pada  dosis  lazim  yang  digunakan  pada  manusia  untuk  tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek samping obat adalah reaksi obat
yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi. MESO bertujuan:
a.  Menemukan  Efek  Samping  Obat  ESO  sedini  mungkin  terutama yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang
b.  Menentukan  frekuensi  dan  insidensi  ESO  yang  sudah  dikenal  dan yang baru saja ditemukan
c.  Mengenal semua
faktor yang
mungkin dapat
menimbulkanmempengaruhi angka kejadian dan hebatnya ESO d.  Meminimalkan risiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki
e.  Mencegah  terulangnya  kejadian  reaksi  obat  yang  tidak dikehendaki.
I. Evaluasi Penggunaan Obat EPO
Evaluasi  Penggunaan  Obat  EPO  merupakan  program evaluasi  penggunaan  obat  yang  terstruktur  dan  berkesinambungan
secara kualitatif dan kuantitatif.
Tujuan EPO yaitu:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
a.  Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat b.  Membandingkan  pola  penggunaan  obat  pada  periode  waktu
tertentu c.  Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat
d.  Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat. e.  Kegiatan praktek EPO:
f.  Mengevaluasi pengggunaan obat secara kualitatif g.  Mengevaluasi pengggunaan obat secara kuantitatif.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan: a. Indikator peresepan
b. Indikator pelayanan c. Indikator fasilitas
J. Dispensing Sediaan Steril
Dispensing  sediaan  steril  harus  dilakukan  di  Instalasi  Farmasi Rumah  Sakit  dengan  teknik  aseptik  untuk  menjamin  sterilitas  dan
stabilitas  produk  dan  melindungi  petugas  dari  paparan  zat  berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat.
Dispensing sediaan steril bertujuan: a.  Menjamin  agar  pasien  menerima  obat  sesuai  dengan  dosis  yang
dibutuhkan b.  Menjamin sterilitas dan stabilitas produk
c.  Melindungi petugas dari paparan zat berbahaya d.  Menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat.
K. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah PKOD
Pemantauan  Kadar  Obat  dalam  Darah  PKOD  merupakan interpretasi hasil pemeriksaan kadar obat tertentu atas permintaan dari
dokter  yang  merawat  karena  indeks  terapi  yang  sempit  atau  atas usulan dari apoteker kepada dokter.
PKOD bertujuan: a.  Mengetahui kadar obat dalam darah; dan
b.  Memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat. Kegiatan PKOD meliputi:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
a.  Melakukan penilaian kebutuhan pasien yang membutuhkan PKOD b.  Mendiskusikan kepada dokter untuk persetujuan melakukan PKOD
c.  Menganalisis  hasil  PKOD  dan  memberikan  rekomendasi  PMK Nomor 58, 2014.
2.6     Rekam Medik
Setiap  rumah  sakit  dipersyaratkan  mengadakan  dan  memelihara rekam  medik  dan  memadai  dari  setiap  penderita,  baik  untuk  penderita
rawat tinggal maupun penderita rawat jalan. Rekam medik ini harus secara akurat  didokumentasikan,  segera  tersedia,  dapat  dipergunakan,  mudah
ditelusuri  kembali  retrieving  dan  lengkap  informasi.  Rekam  medik adalah  sejarah  ringkas,  jelas,  dan  akurat  dari  kehidupan  dan  kesakitan
penderita, ditulis dari sudut pandang medik. Definsi  rekam  medik  menurut  surat  keputusan  Direktur  jenderal
pelayanan  medik  adalah  berkas  yang  berisikan  catatan  dan  dokumen tentang identitas, anamnesis, pemeriksaan, diagnosis, pengobatan tindakan
dan  pelayanan  lain  yang  diberikan  kepada  seorang  penderita  selama dirawat dirumah sakit, baik rawat jalan maupun rawat tinggal Siregar dan
Lia, 2003. Kegunaan dari rekam medik :
a.  Digunakan  sebagai  dasar  perencanaan  berkelanjutan  perawatan penderita.
b.  Merupakan  suatu  sarana  komunikasi  antar  dokter  dan  setiap professional yang berkontribusi pada perawatan penderita.
c.  Melengkapi  bukti  dokumen  terjadinya  atau  penyebab  kesakitan atau penderita dan penanganan atau pengobatan selama tiap tinggal
di rumah sakit. d.  Digunakan  sebagai  dasar  untuk  kajian  ulang  studi  dan  evaluasi
perawatan yang diberikan kepada pasien. e.  Membantu  perlindungan  kepentingan  hukum  penderita,  rumah
sakit dan  praktisi yang bertanggung jawab.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
f.  Menyediakan  atau  untuk  digunakan  dalam  penelitian  dan pendidikan.
g.  Sebagai dasar perhitungan biaya, dengan menggunakan data rekam medik,  bagian  keuangan  dapat  menetapkan  besarnya  biaya
pengobatan seorang penderita Siregar dan Lia, 2003.
2.7 Review Literatur
2.7.1  Drug Related Problem
Drug Related Problems DRP merupakan situasi tidak ingin dialami oleh pasien yang disebabkan oleh terapi obat sehingga dapat berpotensi menimbulkan
masalah bagi keberhasilan penyembuhan yang dikehendaki. Suatu kejadian dapat disebut  DRPs  bila  memenuhi  komponen-komponen.  Komponen  tersebut  adalah
kejadian  tidak  diinginkan  yang  dialami  pasien  berupa  keluhan  medis,  gejala, diagnosis,  penyakit,  dan  ketidakmampuan  disability  serta  memiliki  hubungan
antara  kejadian  tersebut  dengan  terapi  obat  dimana  hubungan  ini  dapat  berupa konsekuensi  dari  terapi  obat  atau  kejadian  yang  memerlukan  terapi  obat  sebagai
solusi  maupun  preventif  Cipolle  et  al.,  2004.  Masalah  terkait  obat  dapat mempengaruhi  morbiditas  dan  mortalitas  kualitas  hidup  pasien  serta  berdampak
juga  terhadap  ekonomi  dan  sosial  pasien.  Pharmaceutical  Care  Network  Europe mendefinisikan masalah terkait obat DRPs adalah kejadian suatu kondisi terkait
dengan  terapi  obat  yang  secara  nyata  atau  potensial  mengganggu  hasil  klinis kesehatan yang diinginkan Pharmaceutical Care Network Europe., 2006.
2.7.2  Interaksi Obat
Interaksi  obat  terjadi  jika  efek  suatu  obat  index  drug  berubah  akibat adanya obat lain precipitant drug, makanan, atau minuman. Interaksi obat dapat
menghasilkan  efek  yang  memang  dikehendaki  desirable  drug  interaction,  atau efek  yang  tidak  dikehendaki  undesirableadverse  drug  interactions  yang
lazimnya  menyebabkan  efek  samping  obat  danatau  toksisitas  karena meningkatnya  kadar  obat  di  dalam  plasma,  atau  sebaliknya  menurunnya  kadar
obat  dalam  plasma  yang  menyebabkan  hasil  terapi  menjadi  tidak  optimal. Sejumlah  besar  obat  baru  yang  dilepas  di  pasaran  setiap tahunnya  menyebabkan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
munculnya  interaksi  baru  antar  obat  akan  semakin  sering  terjadi  Ament  PW, 2000.
Beberapa  laporan  studi  menyebutkan  proporsi  interaksi  obat  dengan  obat lain antar obat berkisar antara 2,2 sampai 30 terjadi pada pasien rawat-inap
dan 9,2 sampai 70,3 terjadi pada pasien-pasien rawat jalan, walaupun kadang- kadang evaluasi interaksi obat tersebut memasukkan pula interaksi secara teoretik
selain  interaksi  obat  sesungguhnya  yang  ditemukan  dan  terdokumentasi  Peng, CC,  et  al,  2003.  Di  Indonesia,  data  yang  pasti  mengenai  insidens  interaksi  obat
masih  belum  terdokumentasi  antara  lain  juga  karena  belum  banyak  studi epidemiologi dilakukan di Indonesia untuk hal tersebut. Sebagian besar informasi
diperoleh  dari  laporan-laporan  kasus  terpisah,  uji-uji  klinik,  danatau  studi-studi farmakokinetik pada subyek sehat dan usia muda yang tidak sedang menggunakan
obat-obat  lainnya,  sehingga  untuk  menetapkan  risiko  efek  samping  akibat  suatu interaksi obat pada seorang pasien tertentu seringkali tidak dapat secara langsung.
Profil keamanan suatu obat seringkali baru didapatkan setelah obat tersebut sudah digunakan  cukup  lama  dan  secara  luas  di  masyarakat,  termasuk  oleh  populasi
pasien yang sebelumnya tidak terwakili dalam uji klinik obat tersebut.
2.7.3  Diabetes Mellitus Tipe 2
DM  tipe  2  adalah  penyakit  gangguan  metabolik  yang  di  tandai  oleh kenaikan  gula  darah  akibat  penurunan  sekresi  insulin  oleh  sel  beta  pankreas
danatau ganguan fungsi insulin yang terjadi melalui 3 cara, yaitu rusaknya sel-sel B  pankreas  karena  pengaruh  dari  luar  virus,  zat  kimia,dll;  penurunan  reseptor
glukosa  pada  kelenjar  pankreas;  atau  kerusakan  reseptor  insulin  di  jaringan perifer.  Penderita  DM  biasanya  mengeluhkan  gejala  khas  seperti  poliphagia
banyak  makan,  polidipsia  banyak  minum,  poliuria  banyak  kencingsering kencing di malam hari nafsu makan bertambah namun berat badan turun dengan
cepat 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu mudah lelah, dan kesemutan. Kejadian DM  Tipe  2  lebih  banyak  terjadi  pada  wanita  sebab  wanita  memiliki  peluang
peningkatan  indeks  masa  tubuh  yang  lebih  besar.  Berdasarkan  hasil  Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008 prevalensi DM di Indonesia membesar hingga
57.  Peningkatan  Kejadian  DM  tipe  2  di  timbulkan  oleh  faktor  faktor  seperti