UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
GIP melalui mekanisme yang hampir sama. Efek degradasi GLP-1 oleh enzim DPP-IV adalah terjadinya penurunan waktu paruh GLP-1 1 menit Triplitt et al.,
2005. Salah satu cara agar GLP-1 terjaga ketersediaannya di dalam tubuh
adalah dengan cara menghambat enzim DPP-IV. Penghambatan enzim DPP-IV dapat meningkatan waktu paruh hormon inkretin, dalam hal ini adalah GLP-1 dan
juga GIP. NVP DPP728 merupakan suatu senyawa yang aktif secara oral dan selektif menghambat enzim DPP-IV. Berdasarkan data farmakodinamik dan
farmakokinetik pada subyek sehat, total dosis harian yang dapat diberikan yaitu 300 mg Triplitt et al., 2005. Obat-obat golongan DPP-IV inhibitor rata-rata
dapat menurunkan A1c sekitar 0,7-1 pada dosis 100 mg per hari Dipiro et al., 2009.
f. Meglitinid
Glinid merupakan obat yang memiliki cara kerja sama dengan sulfonilurea, yaitu dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Meglitinid
dapat meningkatkan sekresi dan sistesis insulin oleh kelenjar pankreas. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu repaglinid derivat asam benzoat dan
nateglinid derivat fenilalanin. Obat golongan glinid diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian peroral dan diekskresikan secara cepat melalui hati, dosis
penggunaan repaglinid adalah 0,5-1,6 mghari sedangkan nateglinid adalah 120- 360 mghari Triplitt et al., 2005.
2.1.11.3 Algoritma Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2
American Diabetes Association 2015 telah mengeluarkan algoritma penatalaksanaan DM tipe 2 dengan tahapan sebagai berikut:
a. Tahap 1
Kebanyakan pasien harus memulai dengan perubahan gaya hidup konseling gaya hidup, edukasi penurunan berat badan, olahraga, dll..
Apabila perubahan
gaya hidup
saja tidak
cukup untuk
mempertahankan tujuan glikemik, monoterapi metformin harus ditambahkan apabila tidak intoleransi dan dikontraindikasikan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Metformin adalah agen farmakologis awal yang lebih disukai untuk
DM tipe 2. b.
Tahap 2
Apabila target HbA1C tidak tercapai dalam 3 bulan dengan monoterapi, metformin dapat digunakan kombinasi dengan salah satu
dari agen berikut: sulfonilurea, thiazolidindion, inhibitor DPP-4, agonis reseptor GLP-1, penghambat SGLT-2, atau insulin basal.
Pilihan obat didasarkan pada variasi pasien, penyakit, karakteristik obat, dengan sasaran menurunkan KGD dan meminimalisir efek
samping, terutama hipoglikemia. Obat golongan lain, misalnya α-
glukosidase inhibitor, kolesevelam, bromokriptin, pramlintide karena biasa digunakan pada keadaan spesifik, tetapi tidak diutamakan
disebabkan efikasinya sederhana, frekuensi pemberian, danatau efek sampingnya. Mulai terapi dengan kombinasi saat HbA1C ≥9.
c. Tahap 3
DM tipe 2 merupakan penyakit degeneratif yang semakin lama akan semakin parah dikarenakan progres alaminya sehingga terapi insulin
akhirnya banyak diindikasikan untuk pasien ini. Pertimbangan terapi kombinasi dengan insulin dimulai saat KGD ≥300-350mgdL 16,7-
19,4 mmolL danatau HbA1C ≥10-12. Insulin basal sendiri adalah
regimen insulin awal yang cocok. Insulin basal biasanya diresepkan dengan metformin dan kemungkinan dengan satu tambahan agen
noninsulin. Apabila insulin basal yang telah dititrasi untuk KGD puasa dapat diterima, tetapi kadar HbA1C masih diatas target, kombinasi
terapi injeksi dapat dipertimbangkan untuk dimulai guna menangani fluktuasi glukosa postprandial. Pilihan menambahkan agonis reseptor
GLP1-1 atau insulin saat makan, yang terdiri dari satu sampai tiga injeksi analog insulin kerja ultra pendek lispro, aspart, glulisine
dapat diberikan saat sebelum makan. Atau juga dapat menggunakan insulin campuran formulasi NPH-regular premixed 7030, 7030
asprat mix. Alternatif terapi “basal-bolus” dengan multipel injeksi harian insulin pump jarang digunakan dan relatif lebih mahal.