Potensi Interaksi Obat yang Mempengaruhi Outcomes Pasien Diabetes Pengaruh Kejadian Interaksi Obat terhadap Outcomes pada Pasien

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Hasil analisis chi square dengan program IMB SPSS 16 diperoleh adanya hubungan yang bermakna antara variabel jumlah penyakit penyerta dan kejadian potensi interaksi obat antidiabetes dimana nilai p=0,000 p0,05.

5.1.6.3 Hubungan Jumlah Obat dengan Potensi Interaksi Obat Antidiabetes

Berdasarkan analisis hubungan antara jumlah penyakit penyerta dengan interaksi obat menggunakan metode chi-square dapat dilihat di tabel dibawah ini. Tabel 5.13 Analisis Hubungan Antara Jumlah Obat dengan Interaksi Obat Antidiabetes Jumlah obat Interaksi Obat Nilai P Berinteraksi Tidak berinteraksi Jumlah Jumlah 0,000 5 obat 7 7,7 27 30,0 ≥ 5obat 45 50,0 11 12,2 Total 52 57,7 38 42,2 Hasil analisis Chi Square dengan program IMB SPSS 16 diperoleh adanya hubungan yang bermakna antara variabel jumlah penggunaan obat dan kejadian potensi interaksi obat antidiabetes dimana nilai p=0,000 p0,05.

5.1.7 Pengaruh Kejadian Interaksi Obat terhadap Outcomes pada Pasien

Diabetes Melitus Tipe 2 Berdasarkan analisis hubungan antara interaksi obat dengan outcomes klinik menggunakan metode chi-square dapat dilihat di tabel dibawah ini. Tabel 5.14 Analisis Hubungan Antara Interaksi Obat dengan Outcomes Klinik Pasien DM Tipe 2 interaksi Outcomes klinik Nilai P Tercapai Tidak tercapai Jumlah Jumlah 0,000 Interaksi 10 11,1 42 46,6 Tidak berinteraksi 37 41,1 1 1,1 Total 47 52,2 43 47,7 Hasil analisis Chi Square dengan program IMB SPSS 16 diperoleh adanya hubungan yang bermakna antara variabel interaksi obat dan outcomes klinik pasien DM tipe 2 dimana nilai p=0,000 p0,05. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5.2 Pembahasan

5.2.1 Karakteristik Pasien 5.2.1.1 Karakteristik Umum Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian ini, jumlah pasien DM perempuan lebih banyak daripada pasien laki-laki. Hal ini sesuai dengan data RISKESDAS tahun 2013 yang menyatakan bahwa pasien DM pada wanita lebih banyak 1,7 dibandingkan pada laki-laki 1,4. Pernyataan tersebut juga didukung dengan penelitian lainnya, dimana setelah usia 30 tahun, wanita memiliki risiko terkena DM lebih tinggi dibandingkan pria Ramaiah, 2007. Kemudian dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Tigauw, et al., 2014 menunjukkan pasien DM perempuan lebih banyak 66,7 daripada laki-laki 33,3. Namun, penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan dari University of Glasgow, Skotlandia menunjukkan jenis kelamin laki- laki menderita DM lebih tinggi daripada perempuan Pramudiarja, 2011. Penyakit DM lebih banyak terjadi pada perempuan disebabkan karena pada perempuan memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan premenstrual syndrome, pasca-menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita beresiko menderita DM tipe 2 Sustrani, 2006.

5.2.1.2 Karakteristik Umum Berdasarkan Usia

Berdasarkan hasil penelitian, penderita DM tipe 2 di RS X di Tangerang Selatan usia pasien yang paling muda adalah 23 tahun, dan yang paling tua adalah 89 tahun. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok usia penderita DM paling banyak terjadi pada usia ≥ 45 tahun. Riskesdas 2013 melaporkan bahwa usia penyakit DM dominan terjadi pada usia 55- 64 tahun dan cenderung menurun setelah usia ≥65 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Kekenusa, et al. 2006 juga menunjukkan bahwa pasien DM tipe 2 didominasi kelompok usia ≥45 tahun. Usia ≥45 tahun memiliki resiko 8 kali lebih besar terkena penyakit DM tipe 2 dibandingkan usia 45 tahun. Hal ini dapat terjadi karena pada lansia terjadi perubahan fisik dan penurunan fungsi tubuh yang mempengaruhi kemampuan fisik dan menurunkan kekebalan tubuh, serta proses UIN Syarif Hidayatullah Jakarta metabolisme yang menurun yang tidak diimbangi dengan peningkatan aktivitas fisik Maryam, et al., 2008. Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara drastis menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. DM sering muncul setelah seseorang memasuki usia rawan tersebut, terutama setelah usia 45 tahun Irawan, 2010. Menurut Waspadji 2008, usia lanjut mengalami peningkatkan produksi insulin glukosa dari hati hepatic glucose production, cenderung mengalami resistensi insulin, dan gangguan sekresi insulin akibat penuaan dan apoptosis sel beta pankreas. Pada usia lanjut dengan indeks tubuh normal, gangguan lebih banyak pada sekresi insulin di sel beta pankreas, sementara pada usia lanjut dengan obesitas, gangguan lebih banyak pada resistensi insulin di jaringan perifer seperti sel otot, sel hati, dan sel lemak adiposit Pramono, 2010.

5.2.1.3 Karakteristik Umum Berdasarkan Penyakit Penyerta

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada penderita DM paling banyak memiliki ≤5 penyakit penyerta. Menurut literatur, dikatakan bahwa pasien DM mengalami rata-rata 5 penyakit penyerta Cipolle, et al., 2013. Jenis penyakit penyerta yang dialami pasien rawat inap penyakit DM tipe 2 di RS X di Tangerang Selatan yang paling banyak adalah hipertensi dan dispepsia. Penyakit Hipertensi pada pasien DM adalah komplikasi makroangiopati kelainan pada pembuluh darah besar Carlisle,2005. Tingginya penyakit penyerta hipertensi yang dialami pasien DM tipe 2 dikarenakan terjadinya peningkatan kadar gula darah pada pasien DM yang dapat menyebabkan hiperfiltrasi glomeruler dan albuminuria. Hiperglimia dapat menyebabkan perubahan jalur metabolisme dan feedback tubuloglomeruler akibat stres oksidatif dan agregasi AGE Advance Glycosolation End Product. Perubahan feedback tubuloglomeruler dapat menyebabkan perubahan hemodinamik dalam ginjal, termasuk hiperfiltrasi, vasodilatasi renal, dan peningkatan aliran darah ginjal. Adanya tekanan glomeruler dapat meningkatkan aktivasi sistem renin-angiotensin dan endotelin yang dapat meningkatkan tekanan darah sistemik Schutta, 2007. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Penyakit hipertensi juga dapat disebabkan karena pasien DM tipe 2 umumnya memiliki usia ≥ 45 tahun, dimana dengan bertambahnya usia maka tekanan darah juga akan meningkat. Setelah usia 45 tahun dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot sehingga pembuluh darah berangsur angsur akan mengalami penyempitan dan menjadi kaku Anggraini, dkk., 2009; Manroe, 2007; Yusnidar, 2007. Penyakit penyerta dispepsia juga termasuk penyakit penyerta terbanyak setelah hipertensi, yang diderita oleh pasien DM tipe 2. Gangguan fungsi saluran cerna merupakan masalah yang sering ditemui pada penderita DM, dimana hal ini berkaitan dengan terjadinya disfungsi neurogenik dari saluran cerna tersebut atau kelainan motilitas lambung yang memicu terjadinya dispepsia Sutadi, 2003. DM juga dapat menyebabkan gastroparesis yang hebat sehingga muncul keluhan rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, mual dan muntah Hadi, 2002.

5.2.1.4 Karakteristik Umum Berdasarkan Jumlah Obat

Berdasarkan jumlah obat yang digunakan, diperoleh data yang menunjukkan bahwa peresepan ≥5 obat memiliki persentase yang lebih tinggi dibandingkan peresepan 5 obat. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mayasari 2013, menunjukkan bahwa pada pasien DM lebih dari 50 menerima obat ≥5. Hal ini dapat terjadi karena pada penderita DM tipe 2 terjadi resistensi insulin dan sekresi insulin yang semakin rendah dari waktu ke waktu. Kebanyakan individu dengan DM tipe 2 menunjukkan sindrom resistensi insulin atau sindrom metabolik. Karena kelainan ini, pasien dengan DM tipe 2 beresiko mengalami komplikasi Triplitt, et al., 2008. Hal tersebut menyebabkan pasien membutuhkan terapi lebih dari satu obat atau memerlukan terapi kombinasi untuk mendapatkan kontrol yang baik Shastry, et al., 2015.

5.2.2 Profil Penggunaan Obat Antidiabetes

Profil penggunaan obat bertujuan untuk mengetahui obat apa saja yang digunakan oleh pasien DM di RS X di Tangerang Selatan. Berdasarkan penelitian ini, obat antidiabetes yang paling banyak digunakan adalah insulin aspart.

Dokumen yang terkait

Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Diare Akut Infeksi Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap RS “X” Kota Tangerang Selatan Periode Januari- Desember 2015

8 22 167

Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Diare Akut Infeksi Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap RS “X” Kota Tangerang Selatan Periode Januari- Desember 2015.

0 2 167

Pengaruh Drug Related Problem (DRP) Terhadap Outcomes Klinik Pasien Diabetes Melitus di Instalasi Rawat Inap RS X di Tangerang Selatan Periode Juli 2014 – Juni 2015

0 6 158

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) POTENSIAL PADA PASIEN ASMA DI INSTALASI RAWAT INAP RS X TAHUN 2015 Identifikasi Drug Related Problems (Drps) Potensial Pada Pasien Asma Di Instalasi Rawat Inap Rsud Dr. Moewardi Tahun 2015.

1 6 19

EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMs (DRPs) POTENSIAL PADA PASIEN HIPERTENSI DI INSTALASI RAWAT INAP RS “Y” Evaluasi Drug Related Problems (DRPs)Potensial pada Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Inap RS "Y" Periode Tahun 2015.

4 37 21

EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMs (DRPs) POTENSIAL PADA PASIEN HIPERTENSI DI INSTALASI RAWAT INAP Evaluasi Drug Related Problems (DRPs)Potensial pada Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Inap RS "Y" Periode Tahun 2015.

0 7 13

PENDAHULUAN Evaluasi Drug Related Problems (DRPs)Potensial pada Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Inap RS "Y" Periode Tahun 2015.

0 8 14

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) POTENSIAL PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI INSTALASI RAWAT INAP Idenifikasi Drug Related Problems (DRPs) Potensial pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RS "X" Tahun 2015.

1 9 19

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) POTENSIAL PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 Idenifikasi Drug Related Problems (DRPs) Potensial pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RS "X" Tahun 2015.

0 3 13

PENDAHULUAN Idenifikasi Drug Related Problems (DRPs) Potensial pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RS "X" Tahun 2015.

1 16 14