UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kejadian DM tipe 2 sebesar 0,84 kali. Perbedaan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, dapat disebabkan perbedaan tempat penelitian dan terbatasnya
jumlah sampel yang diteliti.
5.2.8.2 Hubungan Jumlah Penyakit Penyerta dengan Potensi Interaksi Obat Antidiabetes
Hasil analisis chi square dengan program IMB SPSS 16, diketahui nilai signifikansi yang diperoleh = 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa p0,05, yang
berarti adanya hubungan yang bermakna antara variabel jumlah penyakit penyerta dan kejadian potensi interaksi obat antidiabetes p0,05.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Manley, H. J., et al 2003 yang menunjukkan bahwa DRP berkorelasi positif
dengan jumlah penyakit penyerta pasien. Jumlah DRP meningkat pada masing- masing pasien sama dengan meningkatnya jumlah penyakit penyerta Manley, H.
J., et al., 2003.
5.2.8.3 Hubungan Jumlah Obat dengan Potensi Interaksi Obat Antidiabetes
Hasil analisis chi square dengan program IMB SPSS 16, diketahui nilai signifikansi yang diperoleh = 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa p0,05, yang
berarti adanya hubungan yang bermakna antara variabel jumlah penggunaan obat dan kejadian potensi interaksi obat antidiabetes p0,05.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Belaiche, S., et al 2012 di Perancis, yang menyatakan resiko kejadian DRP
meningkat signifikan terhadap kondisi lanjut usia p=0,0027 dan jumlah pengobatan p=0,049 Belaiche, S., et al., 2012.
5.2.9 Pengaruh Kejadian Interaksi Obat terhadap Outcomes pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2
Hasil analisis chi square dengan program IMB SPSS 16, diketahui nilai signifikansi yang diperoleh = 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa p0,05, yang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
berarti adanya hubungan yang bermakna antara variabel potensi interaksi obat dan outcomes klinik pasien DM tipe 2 p0,05.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hidayah. N,. 2011 yang menyatakan bahwa DRP memiliki hubungan dengan outcomes pasien DM,
dimana DRP yang berkorelasi paling besar terhadap outcomes pasien berturut-turut adalah indikasi tanpa obat, interaksi obat, dan salah dosis. Namun, penelitian oleh
Ruspandi. S., et al 2015 menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara DRP yang terjadi pada pasien DM tipe 2 dengan outcomes pasien p=0,719.
5.2.10 Peran Apoteker Dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus Depkes RI,
2005
Penatalaksanaan DM yang berhasil membutuhkan kerjasama yang erat dan terpadu dari penderita dan keluarga dengan para tenaga kesehatan yang
menanganinya, antara lain dokter, apoteker, dan ahli gizi. Dalam penatalakasanaan DM, para apoteker terlibat dalam berbagai aspek farmakoterapi atau yang
berhubungan dengan obat, dan dapat terlibat dalam berbagai tahap dan aspek pengelolaan DM, mulai dari skrining DM sampai dengan pencegahan dan
penanganan komplikasi. Kebanyakan pasien dengan DM tidak mendapatkan perawatan optimal,
seringkali kadar gula tidak terkontrol dengan baik. Masalah ini memberikan kesempatan kepada apoteker untuk memberikan kontribusinya dalam perawatan
pasien dengan DM . Menurut The National Community Pharmacists Association’s
National Institute for Pharmacist Care Outcome di USA, kontribusi apoteker berfokus kepada pencegahan dan perbaikan penyakit, termasuk mengidentifikasi
dan menilai kesehatan pasien, memonitor, mengevaluasi, memberikan pendidikan dan konseling, melakukan intervensi, dan menyelesaikan terapi yang berhubungan
dengan obat untuk meningkatkan pelayanan ke pasien dan kesehatan secara keseluruhan. Kontribusi apoteker ini pada intinya adalah penatalaksanaan penyakit,
berarti mencakup terapi obat dan non-obat.